Malam, Dears!
Ketemu lagi sama Mas Adhiyaksa, ya ...
Malam ini Hara bakal double update. So, check it out!
Budayakan vote sebelum membaca dan komentar di akhir cerita, ya.
Happy reading!
***
"Kita bisa pulang, 'kan? Aku akan menyetir kali ini." Kissy berusaha menahan dan merayu Adhiyaksa agar pria itu mengurungkan niatnya.
Adhiyaksa mendesah lelah. Sembari membelakangi Kissy, dia berkata, "Terserah kamu, Nona. Kalau kamu mau pulang, silakan pulang sendiri. Aku akan tinggal semalam di sini. Tapi jika kamu berubah pikiran, kamu bisa ikut denganku." Setelah berkata demikian, Adhiyaksa membuka pintu mobil dan duduk manis di balik kemudi. Dia pun langsung menyalakan mesin mobil, bersiap pergi tanpa menghiraukan Kissy yang masih berdiri mematung di luar.
"Oke ... Oke. Aku ikut," putus Kissy kemudian sesaat sebelum Adhiyaksa benar-benar melajukan mobilnya. Dia belari mengitari kap mobil dan segera masuk. Dia duduk di samping Adhiyaksa dengan napas terengah karena panik takut ditinggalkan.
"Good choice! So, can we go now?" tanya Adhiyaksa. Pria itu memasang kembali kacamata hitam yang sempat dia gantungkan di sela kancing kemejanya.
Kissy hanya memberikan anggukan sebagai isyarat persetujuan. Dia kemudian bungkam, tak secerewet saat pergi tadi. Dia memilin jemari di pangkuannya, kebiasaannya saat mengkhawatirkan sesuatu. Perasaannya mengatakan bahwa keputusannya ikut dengan Adhiyaksa adalah salah. Apalagi saat dia mengingat berapa jumlah uang yang sedang dia bawa saat ini. Tentu saja kekhawatirannya semakin bertambah. Akan tetapi, apa yang Adhiyaksa katakan beberapa saat lalu juga benar. Sekarang dia benar-benar bimbang.
"Hanya hotel bintang dua yang banyak kita temui di sini. Kamu tidak apa-apa, 'kan? Atau kita mengemudi lebih jauh lagi untuk mencari hotel lainnya?"
Kissy mengarahkan pandangannya ke arah luar, mengamati apa yang Adhiyaksa baru saja sampaikan padanya. Seketika senyum Kissy mengembang. Dia tidak menyangka bahwa Tuhan benar-benar tahu apa yang sedang dia butuhkan sekarang. Alih-alih ingin menginap di hotel bintang lima, Kissy malah bersyukur dengan adanya hotel bintang dua yang menyambutnya.
"Tidak perlu. Kita berhenti di hotel depan itu saja," ucapnya semringah.
"Kamu yakin?" tanya Adhiyaksa memastikan.
"Sangat yakin." Kissy mengangguk mantap.
"Oke." Adhiyaksa mulai memelankan laju mobilnya. Dia memutar kemudi dengan hati-hati saat memasuki pelataran hotel. "Ayo turun!" ajaknya sesaat setelah mesin mobil mati.
Kissy mengekori Adhiyaksa. Tangannya sibuk berselancar di internet untuk mencari tahu daftar harga kamar di hotel yang dia datangi. Namun, matanya membelalak manakala mendapati daftar harga kamar hotel yang bisa membuat dompetnya menjerit. Segera dia berderap menghampiri Adhiyaksa yang sudah sampai di bagian resepsionis lebih dulu. Sayup-sayup dia mendengar pria itu sedang melakukan reservasi.
"Kami pesan dua ka-"
"Satu kamar," sambar Kissy, tak membiarkan Adhiyaksa meneruskan reservasinya.
Kedua alis Adhiyaksa bertaut. "Kamu yakin? Apa tidak sebaiknya dua?"
Kissy menggeleng tegas. "Satu saja cukup," putusnya. Lalu dia mengambil alih reservasi. Kissy mengarahkan fokusnya pada seorang resepsionis wanita yang ada di balik meja. "One room with double bed, please!" pintanya.
Resepsionis itu tersenyum sebentar dan melakukan pengecekan kamar yang Kissy inginkan. "Sorry, miss. The room you want is full. We only have one room with single bed. Will you still take it?"
"Oh, okay. No problem." Tanpa ragu, Kissy memutuskan.
"Kamu yakin? Kita bisa pesan dua kamar." Adhiyaksa tak tahan untuk tak berargumen.
"Satu saja. Lagi pula cuma semalam." Ucapan Kissy terdistraksi saat permintaan resepsionis meminta kartu identitas Kissy untuk meneruskan pemesanan. Setelah menunggu beberapa saat, resepsionis itu pun menyampaikan harga kamar yang harus dibayar.
Adhiyaksa sigap meraih dompetnya di saku celana, tetapi di tahan oleh Kissy.
"Biar aku saja. Aku tidak mungkin membiarkan seseorang yang kemarin kecopetan membayar. Hidup di sini itu sulit. Simpan saja sisa uang yang kamu punya untuk bertahan hidup selama yang kamu bisa. Kali ini, aku akan bertanggung jawab atasmu karena aku yang menyeretmu ke sini dan terjebak bersamaku. Oke?" Kissy belum menurunkan tangannya yang tengah menyentuh lengan Adhiyaksa.
Kening Adhiyaksa mengernyit dalam, tidak mengerti apa yang sedang Kissy pikirkan saat ini. Sejauh yang bisa dia tangkap, wanita yang sedang bersamanya itu tengah mengkhawatirkan keuangan Adhiyaksa. Benar begitu, bukan?
Kedua bibir Adhiyaksa membuka hendak membantah dan menjelaskan tentang dirinya. Namun, lagi-lagi Kissy mulai buka suara.
"Maaf kalau aku membuatmu tersinggung. Tapi aku tidak bermaksud menyentil egomu sebagai seorang pria. Aku hanya bersikap layaknya seorang teman. Anggap saja aku sedang membantu temanku yang sedang kesusahan. Jadi, kamu jangan tersinggung, ya! Lain kali, aku pasti juga akan meminta bantuanmu." Kissy menepuk-nepuk lembut lengan Adhiyaksa. Lantas dia memutar tumit, menghadap resepsionis kembali. Dia membuka tasnya dan mengeluarkan dompet untuk membayar reservasinya.
Tak ingin memicu perdebatan, akhirnya Adhiyaksa membiarkan Kissy melakukan apa yang wanita itu suka. Kendati demikian, manik matanya tidak bisa untuk tidak mengintip isi dompet Kissy. Wanita itu mengeluarkan semua uang cash yang dia punya untuk melakukan pembayaran. Melihat hal itu, membuat Adhiyaksa meringis tak tega. Jika saja Kissy tahu kalau Adhiyaksa lebih dari mampu untuk sekadar memesan satu atau dua kamar di hotel bintang dua, maka wanita itu tidak perlu menyerahkan seluruh uang yang dia punya.
"Ayo!" ajak Kissy setelah mendapat kunci kamar mereka dan berjalan lebih dulu.
Tak beberapa lama, keduanya pun sampi di depan sebuah kamar. Kissy membuka pintu kamar itu dan segera menyalakan lampu utama. Dia berkeliling sebentar untuk menyibak gorden yang mengarah ke balkon.
"Aku akan mandi dulu. Kamu bisa istirahat kalau lelah," ujar Kissy, memerhatikan Adhiyaksa yang sedang menyalakan pendingin ruangan dan sibuk mengatur suhunya.
Adhiyaksa menoleh dan ingin bertanya sesuatu. Namun, Kissy sudah lebih dulu menghilang di balik pintu kamar mandi. Dia menipiskan bibir sembari menggeleng beberapa kali. Bahunya bergerak turun seiring embusan napas lelah yang lolos dari parunya.
"Tingkahnya terlalu santai untuk ukuran wanita yang sedang bermalam dengan seorang pria. Apa dia sudah biasa seperti ini?" gerutu Adhiyaksa.
Tungkainya bergerak menuju ranjang. Tubuhnya benar-benar lelah dan butuh istirahat. Matanya panas dan menuntuk untuk segera memejam. Dia melepas kacamatanya dan meletakkannya di atas nakas. Kemudian dia merebahkan diri di atas ranjang. "Aku benar-benar lelah," gumamnya sembari menimpakan lengan kanannya di atas mata yang mulai memejam. Dalam waktu yang singkat, dia pun sudah menjelajahi alam mimpi sendirian.
Tbc
Jangan lupa vote dulu, ya ... Baru ke bab berikutnya.
Sudah vote?
Kira-kira Mas Adhy bakal bobok nyenyak apa enggak malam ini?
Sampai jumpa di bab berikutnya! ❤️
Big hug,
Vanilla Hara
03/04/20
KAMU SEDANG MEMBACA
BREAK UP | ✔ | FIN
General FictionPrequel COFFEE BREAK Adhiyaksa Prasaja mengerti bahwa pernikahannya begitu dibutuhkan dan dinanti. Namun, kealpaannya mengenal cinta dan bermain wanita membuatnya setuju menikahi Amira Hesti Benazir, meskipun dia tahu ada niat terselubung atas berla...