PERINGATAN DARI LUKAS HOPKINS

104 16 1
                                    

Aku sedang berjalan menyusuri lorong saat tiba-tiba melihat Lukas Hopkins sedang berjalan berlawanan arah denganku. Ketika aku baru saja hendak berbalik untuk menghindarinya, dia sudah lebih dulu melihatku dan berseru menyapaku.

"Hei, Diana!"

Kenapa aku harus berpapasan dengan dia disini.

Aku berhenti dan memaksakan sebuah senyum sementara dia berjalan lebih cepat dari sebelumnya menghampiriku. "I didn't expect to see you here." katanya sambil tersenyum.

"All the same,"

"Sungguh kebetulan yang menyenangkan,"

"Menyenangkan?"

Dia mengangkat bahu. "Entah kenapa selalu menyenangkan jika bertemu denganmu,"

Aku tidak langsung menanggapi. Malah berpikir, mungkin ini alasan kenapa banyak perempuan yang mudah jatuh ke tangan para 'bule'. Mulutnya manis sekali, mereka pintar sekali berkata-kata.

"Sedang apa kamu disini?" tanyaku akhirnya.

"Itu juga yang ingin kutanyakan padamu,"

Tiba-tiba aku merasa khawatir. "Kamu tinggal disini?"

"Oh, tidak. Aku baru saja menemui seorang teman." jawabnya sambil menunjuk ke arah ujung lorong, tidak jelas kamar yang mana yang ditunjuknya. sepertinya bukan Chris teman yang dia maksud, seandainya Chris pasti dia langsung menyebut namanya. Yang membuatku khawatir adalah kamar temannya ini satu lantai dengan yang ditempati Chris. Sepertinya aku harus lebih hati-hati.

"Bagaimana denganmu?"

Aku terkesiap. "Aku ada urusan di sekitar sini."

"Ngomong-ngomong kamu ada waktu sebentar?" tanyanya setelah terlihat berpikir sebentar. "Kebetulan sekali ada yang ingin kubicarakan denganmu."

"I'm not sure. I-"

"Ini tentang Christopher."

Awalnya aku tidak tertarik meluangkan waktu untuk berbicara dengan Lukas. Aku baru saja pulang kerja dan aku lelah luar biasa. Namun karena dia menyebut nama Chris dan itu terdengar sangat serius, membuatku sulit untuk mempertahankan pendirianku dan akhirnya aku mengikutinya dan berakhir di sebuah kedai kopi tak jauh dari apartemen.

"Aku tahu hubungan kalian cukup dekat," Lukas memulai. "Aku biasanya tidak terlalu peduli dengan hubungan orang lain tapi-"

"Tunggu," Aku menyela sambil mengacungkan satu tangan. "Sorry, can we just skip to the point?"

Lukas terlihat agak terkejut namun dia segera bisa mengendalikan dirinya. "Dia hanya memanfaatkanmu."

"Maaf?"

"Kau mendengarku, Diana."

Aku mengerutkan dahi. Tentu saja aku mendengarnya, apa maksudnya dengan Chris hanya memanfaatkanku.

"Ini semua tentang permainan truth or dare."

"Maksudmu?"

Dia menyesap kopinya lalu menatapku lurus-lurus.

"The company we work for is belong to his father."

Jika benar, aku cukup terkejut dengan fakta ini.

"Tentu saja kamu tidak akan menemukan namanya di dokumen perusahaan yang dikirimkan kepadamu. Mr. Ambrosse bukanlah orang yang suka memamerkan diri."

Baiklah rasa terkejutku terpecahkan.

"Datang kemari adalah tantangan dari ayahnya. Kamu tahu seorang anak yang kerjaannya hanya menghambur-hamburkan uang, menghabiskan waktu kesana-kemari tidak jelas, meskipun itu tidak akan menghabiskan kekayaan yang dimilikinya, tentu saja sebagai orang tua, Mr. Ambrosse tetap merasa khawatir."

Aku masih belum menanggapi. Tapi apa yang dikatakan Lukas sepertinya bukan hasil mengada-ada. Namun tentu bukan hal yang dibenarkan jika aku langsung mempercayainya seratus persen.

"He is a goddamn planner and you are part of his plans. Memenangkan tender darimu adalah prestasi yang cukup membanggakan. Cukup untuk mengangkatnya menjadi seorang Direktur."

Pada titik ini aku mulai sedikit terprovokasi.

"Kupikir setelah memenangkan tantangan, dia akan meninggalkanmu. Ternyata tidak, awalnya aku mengira dia telah berubah. Tapi dia masih Christopher yang dulu." Lukas menghentikan kalimatnya dan menatapku dengan mata disipitkan dan bertanya sesuatu yang sama sekali bukan urusannya. "You are virgin, right?"

"Excuse me?!" Aku bertanya dengan tekanan agak tinggi.

Dia tertawa pendek. "You're smart. Kamu pasti tahu maksudku."

Jujur saja aku tidak suka dengan caranya membicarakan Chris. Sangat terlihat dia sedang menjelek-jelekkan dalam rangka untuk menjatuhkannya. Aku tidak tahu ada masalah apa diantara keduanya tapi sangat terlihat jelas dari wajahnya kalau Lukas tidak menyukai Chris. Tapi apa yang dikatakannya tidak bisa dianggap enteng. Menghabiskan waktu kesana kemari kurasa Lukas tidak mengarang cerita, Chris pernah bercerita tentang itu kepadaku. Lalu mendapatkan tender, ya memang perusahaannya yang menang tender. Tapi kupastikan bukan karena Chris. Lalu virgin? Tidak mungkin.

"I appreciate you're telling me," meskipun kepalaku sudah cukup pusing dengan banyak hal yang berdesak-desakkan. Aku mencoba untuk bersikap tenang. "Tapi pastinya kamu nggak berpikir bahwa aku akan mempercayaimu seratus persen, bukan?"

"Tentu saja." Lukas berdiri. "Aku hanya mengingatkanmu, tentu saja kamu boleh percaya boleh tidak. Terimakasih atas waktumu, Diana. Selamat sore."

Sepeninggal Lukas, aku menghabiskan waktu sore itu dengan hanya menggelepar di atas tempat tidur. Aku tidak ingin terlalu memikirkan ucapannya tapi ternyata tidak semudah yang dipikirkan. Meskipun terlihat jelas bahwa Lukas sedang menjelek-jelekkan Chris, tapi entah kenapa semua yang dikatakannya terasa benar. Benarkah Chris bermaksud sejauh itu kepadaku? Bayangan kebersamaanku dengannya selama ini mulai saling berkelebat di pikiran bagaikan potongan tayangan video yang dipercepat dan entah bagaimana semua itu sejalan dengan semua yang dikatakan oleh Lukas.

Terlalu smooth jika dikatakan dia telah merencanakan semua ini. Tender itu, tidak, tidak... Perusahaannya menang sama sekali bukan karena Chris. Aku bukanlah satu-satunya penentu, kupastikan itu. Hal itu murni karena memang perusahaannya memiliki kualifikasi jauh melebihi para pesaingnya. Tapi dia sangat cerdas, dia bahkan bisa membuatku meragukan diriku sendiri dalam hal lain. Sangat mungkin jika dia sebenarnya telah memanfaatku dengan cara yang tidak mencolok seperti menggunakan kedekatanku dengan Hannah untuk mendekatiku lalu tanpa kusadari dia mulai masuk ke alam bawah sadarku yang mana secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhiku dalam mengambil keputusan. Dalam hal apapun termasuk...... tidak, tidak. Aku percaya dengan profesionalitas yang aku dan teman-temanku miliki.

Tapi bagaimana kalau Lukas benar tentang hal lainnya? Tingkah Chris memang sering menyebalkan tapi dia sangat-sangat baik dan sering kali melakukan sesuatu di luar dugaan yang membuatku takjub. Rasanya Chris bukanlah laki-laki seperti itu yang ingin mengambil apa yang Lukas katakan padaku. Tapi aku baru beberapa bulan mengenal Chris, dia telah hidup selama lebih dari dua puluh enam tahun sebelum aku mengenalnya. Aku tidak tahu bagaimana dirinya yang sebenarnya, dia tidak banyak bercerita mengenai kehidupannya jadi aku tidak tahu apakah Chris yang kukenal sekarang adalah Chris yang sebenarnya atau sebaliknya.

Bagaimana dengan foto-foto itu.... Mungkinkah Chris sengaja memilih tinggal di apartemen yang dekat dengan kantorku dan mengambil foto-fotoku secara diam-diam dari kamarnya? Kenapa dia melakukan itu? Dia sudah merencanakan semua ini dari awal? Aku mendapati bulu-bulu halus di sepanjang tanganku merinding memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk.

Tanganku terulur meraih ponsel. Membuka mesin pencarian dan mengetikkan: Kos harian di sekitar kantor.

Aku tidak percaya bahwa aku telah termakan omongan Lukas Hopkins. 

After Their WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang