cobaan hidup

67 15 78
                                    

Sorry for typo and enjoy

Niat hati Jibran gak mau banget ngobrol sama Sonia kaya gini. Ya bagi Jibran mulut nya Sonia tuh udah penuh sama ke bohongan aja gitu, jadi udah males buat percaya.

" Gue minta tolong banget ya Jib. Sumpah selesai ini gue gak akan ikut campur urusan lo, abah sama temen-temen lo."

Jibran gak bersuara sama sekali.

" Mama Mariam juga pasti pengen lo ngelakuin sesuatu kok buat gue. Gue masih kakak lo Jib."

Jibran menatap Sonia tajam.

" Jangan ke geeran dulu deh, mana mau mama lihat anak nya capek-capek usaha buat keluarga yang dulu nginjek nginjek abah sama gue."

" Gue udah pernah ketemu sama mama mariam sebelum beliau meninggal."

" Oh ya? Di fikir gue bakal percaya?"

" Ini kalo emang lo gak percaya." Sonia mengeluarkan ponsel nya dan melihat kan sebuah foto di mana dia, Meira dan Mariam tersenyum bahagia.

" Meira, mama.."

" Gue sering dateng ke sini diam-diam saat abah sama yang lain gak ada di rumah." Sonia menundukan kepala nya.

Abah, Chirza bahkan Jibran menatap nya tak percaya.

" Kenapa gak pernah ke sini kalau ada abah?" Tanya abah.

Nia masih menundukan kepala nya.

" Jawab!" Titah Jibran.

" Malu bah."

" Minta tolong aja gak malu, silaturahmi mah malu. Gak jelas otak lo." Sindir Jibran.

" Hush! Jangan gitu a." Tegur Chirza.

" Maafin Nia bah. ." Gadis itu menangis tiba-tiba.

" Neng?" Abah mendekat ke arah Nia.

Nia justru bangkit kemudian bersimpuh di depan abah.

" Nia minta maaf, bener-bener minta maaf udah jadi anak durhaka. Maafin Nia bah, jujur dari dalam lubuk hati Nia. Nia kangen sama abah, Nia cuma berani ke sini kalau gak ada abah itu karena Nia terlalu malu, Nia bukan anak baik kesayangan abah kaya Jibran. Nia malah milih pergi sama mama ketimbang di sini sama abah, Nia gak pernah ngertiin perasaan abah.

Nia selalu mikir kalo abah jahat, abah yang ninggalin mama. Padahal fakta nya gak gitu. Nia cuma pura-pura tuli dari semua fakta yang Nia tau, Nia kangen sama Abah. Saat ada mama Mariam, Nia cerita semua nya ke mama. Mama bilang ada baik nya Nia datengin abah. Cuma lagi-lagi Nia belum siap.

Hari di mana mama meninggal, Nia berniat dateng. Tapi Nia masih takut bah, Nia takut di usir. Nia malu sama semua ke salahan yang Nia buat. Maafin Nia bah.."

Abah mengelus pucuk kepala Sonia lembut sambil tersenyum.

" Ngapain kamu malu, kamu anak abah. Anak kandung abah, kamu gak salah apa-apa neng. Abah juga kangen kamu. . Mama Mariam gak pernah sembunyiin apa apa dari abah, mariam cerita semua nya ke abah tentang kamu. Dan abah selalu nungguin ke datangan kamu. Abah juga kangen kamu." Abah membantu Sonia berdiri kemudian memeluk nya.

" Maafin Nia bah.." isakan kecil keluar dari bibir Sonia, ia sembunyikan wajah nya di pelukan sang ayah.

" Udah jangan nangis lagi." Kata abah sambil melepas pelukan nya dan mengelap sisa air mata di pipi putri nya.

Hening beberapa saat. Hingga detik berikut nya, Nia baru berbicara lagi tentang apa yang sebenar nya terjadi.

" Jevan di tangkap polisi atas tuduhan pengeroyokan tanpa alasan. Dan korban nya perempuan, bukti yang ada pun menyudutkan Jevan. Aku pun sejujur nya gak pernah akur sama Jevan.

Tapi aku rasa Jevan gak pernah sampai kasar sama perempuan, Jevan. . Masih terbayang-bayang mendiang mama nya. Maka nya gak pernah berani kasar sama perempuan. Kalau mulut nya, emang terkesan kasar. Tapi kalau main tangan apa lagi sampai korban nya masuk rumah sakit seperti nya gak mungkin."

" Ini kasus nya Tiara kan?" Kata Chirza.

" Iya, kalau gak salah si korban bernama Tiara." Ucap Sonia.

" Kita yang lapor waktu itu, kita fikir kalau penyerangan itu di lakuin sama geng nya Jevan." Jibran angkat suara.

" Ini, anak laki-laki ini pernah ketemu sama saya. Dia bilang, Jevan udah gak pernah pergi ke tongkrongan setelah tandatangan perjanjian waktu itu sama Jibran." Sonia menyerahkan foto seorang anak laki-laki.

" Ini Zidane kan? Yang tadi di pasar a?" Tanya Chirza setelah melihat foto itu.

" Iya bener, ini Zidane. Tadi pun kita gak ada lihat Jevan."

" Terus hubungan ini semua sama mama kamu apa Nia?" Tanya abah.

" Hubungan Jevan yang lagi gak bagus sama temen-temen nya mama pakai buat kesempatan hancurin Jevan. Mama minta temen-temen nya Jevan buat ngusik teman-teman nya Jibran supaya nama Jevan  yang kotor dan kasus nya bawa ke kantor polisi yang otomatis Jevan lah yang harus nya di tahan karena melanggar perjanjian yang udah ada."

" Kenapa Astin ngelakuin itu?"

" Mama gak pengen Jevan dapat kepercayaan ayah nya. Jadi 50% warisan yang seharus nya jatuh ke tangan Jevan bisa jatuh ke tangan mama."

" Aihhh licik nya." Ucap Chirza.

" Shut.." Jibran menyenggol Chirza. Siapa tau kan omongan nya bikin Sonia sakit hati, gimana pun juga kan astin itu mama nya. Eh mama Jibran juga deng.

" Aku rasa tindakan mama udah terlalu jauh. Aku mohon kalian tolong aku."

" Kita gak punya bukti yang terlalu kuat, jadi gak bisa berbuat apa apa." Kata abah.

" Tiara, Tiara korban nya. Aku yakin Tiara bisa jadi saksi juga. Gak mungkin dia gak ingat siapa aja orang-orang yang nyerang dia. Iya kan?"

" Tiara pernah bilang, kalo orang-orang yang nyerang dia berbisik soal jangan sampai bocor penyerangan ini ke telinga nya Jevan." Ujar Chirza.

" Bener. Tiara pernah bilang gitu, tapi kalau cuma itu abah rasa gak cukup."

" Gue siap jadi saksi." Caesar tiba-tiba masuk.

" Kak Ces, dari kapan berdiri di sana?"

" Belum lama kok, maaf ya bah Caesar ikut campur urusan keluarga. Tapi.."

" Tapi apa?"

" Damar di pukulin sama Geng motor bah. Syukur kondisi nya gak parah karena mas Danu barengan dia tadi."

" Hah? Damar di pukulin?"

" Iya bah, Damar bilang mau jemput mas Danu di stasiun tapi ternyata pas perjalanan pulang Damar malah di pukulin."

" Jadi Danu lagi main ke sini? Tapi mereka gak parah kan?"

" Alhamdulillah engga bah. Cuma mas Danu kaya nya marah banget lihat adik nya di pukulin orang."

" Jelas Danu marah, Damar anak baik-baik gak pernah nyari ribut. Bisa-bisa nya mereka nyerang Damar." Kata Abah.

" Saya berani jadi saksi karena yakin kalau orang yang sama yang nyerang Damar adalah orang-orang yang nyerang Tiara juga."

" Kalau cuma gitu tetep butuh bukti yang kuat kak ces."

" Jib, kalau itu orang suruhan Jevan. Mungkin tinggi nya rata-rata kamu dan badan nya pun gak sebesar itu. Mereka beneran kaya tukang pukul, bukan kaya anak SMA. Geng nya Jevan mana ada sih yang badan nya segede gitu."

" Ada, temen nya Jevan ada yang badan nya sedikit berisi. Nama nya Tama, tempo hari dia kerumah dan bilang kalo dia di pukulin sama orang yang nama nya Kresna." Jelas Sonia.

" Kresna?"

" Adu domba kah?"

" Bangs*t, udah keterlaluan banget. "

" Tama juga pengen jadi ketua Geng, maka nya dia mau nerima tawaran mama. Tama dulu nya bulan-bulanan nya geng Jevan, tapi Jevan angkat jadi anggota geng karena kasihan. Mungkin dendam nya sama Jevan masih ada."

" Halah pusing banget sama konflik keluarga orang."

Abah melirik ke arah Jibran tajam .
" Keluarga kamu juga."

Anak, Pak Sutisna.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang