Damar

36 9 33
                                    

Sorry for typo and enjoy

Damar beres sholat subuh langsung lanjut mengaji, gak bisa lupa sama sosok abah. Baru satu ayat air matanya langsung menetes, tapi Damar terus lanjut mengaji sampai pukul enam. Beres mengaji niatnya Damar mau sarapan dulu baru nyuci pakaian.

Pas mau keluar beli sarapan Damar senyum keingetan waktu awal di kenalin sama abah.

Damar duduk di depan teras rumah kakaknya, pulang kelulusan dia langsung pulang tanpa ikut konfoi kawan-kawan nya ke alun-alun.

Masih pakai seragam putih abu-abu, matanya sesekali melirik ke laki-laki yang  duduk di sebelahnya. Ia seperti tengah sibuk menghubungi seseorang.

"Halo, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, ini Sutisna bukan?"

"Iya, ini siapa ya?"

Danu, lelaki yang semula duduk di samping Damar kini tersenyum sumringah. Dia tidak salah nomor syukurnya, apa lagi sudah setahun ini mereka tidak berhubungan.

"Danu."

"Wooo, ya Allah. Apa kabar Nu?"

"Alhamdulillah baik, ini maaf nih sebelumnya tiba-tiba ngehubungin kamu gini."

Damar menunduk dan sesekali menatap kakak laki-lakinya tersebut yang sedang berbincang dengan seseorang lewat sambungan telepon.

"Iya gak apa-apa, oh iya ada perlu apa?"

"Adik ku lolos snmptn di salah satu universitas di Depok, dengar-dengar dari anak seangkatan kamu tinggal di Depok ya Tis?"

"Ah iya, kebetulan dari pada cari kostan lebih baik ikut aku aja Nu. Sekalian aku butuh orang buat bantu-bantu jaga warung kecil-kecilan punyaku. Adikmu mau engga ya kira-kira?"

Danu menjauhkan ponselnya dari telinga kemudian menatap Damar.

"Gimana? Mau?"

Damar mengangguk mantap, lagipula dia tidak enak menumpang terus di rumah kakaknya. Terlebih sekarang kakaknya sudah punya istri, kemarin biaya sekolah bahkan biaya awal masuk kuliah pun kakaknya yang tanggung.

Mau tidak mau mulai dari sekarang Damar berniat hidup mandiri dan mengumpulkan uang untuk meringankan beban kakaknya.

"Kata orangnya mau Tis."

"Alhamdulillah kalau mau, boleh nanti aku sms alamatnya ya. Nanti adikmu langsung berangkat ke sini aja bisa?"

"Bisa."

Singkatnya dua bulan berlalu, abah Ntis merasa gak pernah salah milih Damar buat kerja di warungnya. Damar anaknya giat, dan ramah banget. Abah jadi makin seneng, meskipun Jibran belum pulang dari pesantren dan rumah cuma di isi sama Caesar, Damar sama Kresna yang sering main kerasa banget ramenya.

Damar sore ini lagi beres-beres warung mau sholat ashar tiba-tiba dua perempuan datang ke warungnya.

"Mas. Mau beli minuman ada?"

Damar diam sebentar terus ngelihat dua perempuan itu. Satu perempuan berambut panjang dan satunya berambut sebahu, di perempuan dengan rambut panjang itu ekspresi wajahnya nampak tidak enak. Damar berniat buat nolak kedua pembeli ini tapi gak enak, tapi kalau di pikir-pikir ini udah mau adzan ashar udah gitu waktu ashar kan sebentar banget takutnya gak keburu.

"Mas?"

"Maaf mba, warungnya mau tutup kalau mau beli minum boleh ke warung sebelah aja." Ucap Damar lembut.

Anak, Pak Sutisna.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang