Bab 13

7.7K 490 100
                                    

Aku berjalan menuju pintu depan, dan ketika aku menarik daun pintu tersebut terasa aneh karena terlalu ringan. Lalu detik berikutnya pintu tersebut seperti memiliki kekuatan magis yang tiba-tiba tertarik kearahku, dan BAM! aku telat menyadarinya sehingga ujung hidungku bertabrakan dengan daun pintu yang terbuat dari logam keras itu. Di tambah badanku yang tidak dapat seimbang jadilah aku terpental jatuh ke belakang. Sial karena pantatku baru saja mendarat indah di atas keramik.

"Jacy? Ngapain lo disitu?" tanya Zeea yang muncul dari balik pintu dengan raut wajah tanpa berdosa sedikitpun.

"Sakit anjir!" umpatku kesal lalu berusaha bangun sambil memegangi hidungku.

Tiba-tiba dua orang laki-laki masuk ke dalam dengan tatapan heran, sialan kenapa Oscar dan Ken berada disini juga?

"Ngapain lo disini?" tanya Oscar heran, "Heh yang ada tuh cowok nyamperin cewek, bukan cewek yang nyamperin cowok!" ledek Oscar.

"Bukan urusan lo! Minggir!" bentakku padanya, berusaha melewatinya tapi seseorang berhasil mencengkram lenganku dan menarik badanku agar tidak jadi melewati pintu utama rumah kediamannya ini.

Aku menoleh dan menemukan Zeeo menatapku dengan tatapan sengit, sialan!

"Zeeo lepas!" pintaku seraya menarik tanganku dan berusaha untuk lepas dari Zeeo.

"Nggak sebelum kita baikan," ucap Zeeo.

"Ow ada yang lagi berantem ternyata," ledek Oscar, lagi.

"Lebih baik kita tinggalkan mereka dengan masalah mereka," seru Zeea lalu berjalan masuk ke dalam rumah diikuti oleh Oscar dan Ken.

Kenapa tuh curut ada disini coba? Mana sok-sok an pake masker lagi, aku kira dia tidak masuk sekolah hari ini karena tubuhnya yang lemah menerima alkohol itu.

"Lepas!" pintaku lagi, dan akhirnya Zeeo menurut dengan melepaskan tangannya yang mencengkram pergelangan tanganku.

Aku memajukan bibirku kesal dan menatap tajam pada Zeeo, aku berharap jika aku bisa menerkamnya seperti Rocky menerkam mangsanya, aku benar-benar kesal dengan bocah satu ini. Tiba-tiba dia mendiamkanku tanpa aku tahu dengan jelas letak perkara masalahnya dimana, dia seperti menyuruhku untuk mencari tahu sendiri letak kesalahanku. Padahal sudah jelas-jelas aku tidak salah, dianya saja yang bersifat kekanak-kanakan. Tapi sialnya ada secuil perasaan di hatiku yang takut jika dia bersikap seperti ini padaku.

"Jelasin," pinta Zeeo dengan nada datarnya.

"Jelasin apa?" tanyaku tidak mengerti.

"Gue pikir kemarin lo denger suara pintu kamar lo yang ketutup dengan keras."

"Ken bilang itu lo dan gue percaya ketika sikap lo berubah sama gue, dasar childish," cibirku.

"Ya terus, jelasin sekarang," pinta Zeeo dengan nada menuntut. Ia berusaha sabar dengan aku yang sudah tidak dapat mengontrol bibirku agar tidak asal ceplos.

"Dengerin baik-baik, pertama gue benci sama lo karena lo marah dengan alasan yang nggak jelas," ucapku tidak bersungguh-sungguh, aku memang tidak sungguh-sungguh membencinya bahkan aku baru saja membatin bahwa aku menyukainya dan itu bagian terburuknya.

"Gue pikir alasan gue cukup jelas," potong Zeeo.

"Lo nggak jelas, tau?! Yang kedua gue nggak suka lo diemin, sama lo atau siapapun. Gue tau gue egois karena gue kadang nggak peduli sama sekitar, tapi gue nggak suka kalau dikasih silent treatment oleh siapapun!" jelasku dengan emosi berapi-api. Sialan kenapa jadi aku yang marah-marah ini? Bukannya seharusnya dia yang marah-marah padaku?

"Yang ketiga lo rese dan nyebelin! Zeeo lo harus tau kalau lo itu lebih bocah daripada gue! Harusnya lo ajarin gue, harusnya lo tuntun gue. Dan lagi harusnya lo tanya dulu sama gue! bukannya main ambil kesimpulan sendiri! Gue sama Ken nggak ngapa-ngapain!" selesai mengatakan semuanya dengan berapi-api, aku berusaha mengatur ritme nafasku yang tersenggal seperti habis lari satu putaran komplek. Haus.

UNCHANGEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang