Tidak sampai satu jam akhirnya Oscar menepikan mobilnya di pinggir jalan. Turun dari mobil, kami berlima masih saling pandang, aku meraih tangan Oscar untuk melihat jam yang dipakai olehnya. Jam sudah menunjukkan pukul 11:30, tetapi keadaan disini cukup ramai.
Oscar menarik kembali tangannya lalu melemparkan kunci mobil pada Nathan. "Denger, lo sama lo." Tunjuk Oscar padaku dan Zeea secara bergantian. "Jangan mau diajak pergi sama cowok selain gue, Nathan dan Ken. Zeea sama gue dan lo Jezz sama Ken, awas aja sampe lo kelayapan pergi sendiri terus ngilang."
"Terus gue sama siapa? Lo rasis banget sama gue Os! Mentang-mentang gue nggak ada—"
Satu pukulan mendarat di atas kepala Nathan yang dilakukan oleh Ken. "Lo jagain Jacy kalau gitu, biar gue bisa cari cewek."
Nathan balas memukul kepala Ken. "OGAH! Lo jagain nih anak singa, mending gue yang cari cewek di dalam!"
"Gue bilangin Ruby kalau gitu," sahut Zeea dengan senyum penuh arti.
"Fine! Gue nggak akan ngapa-ngapain." Nathan menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan mendengus kesal.
"Emang kenapa sih gue sama Zeea harus dijagain? Kita mau ke dalem kan? Di dalem bukan ke kandang singa kan?" tanyaku pada Oscar.
Oscar menarik kedua pundakku dan menatap kedua mataku tajam. "Denger ya adik gue tercinta, ini salah satu alasan kenapa gue nggak pernah mau ngajak lo ketempat kayak gini. Mana ada kakak yang mau liat adiknya seneng-seneng di tempat maksiat sih? Mana ada kakak yang mau liat satu-satunya adik perempuannya di pegang-pegang sama cowok yang nggak di kenal di dalem sana? Itu alasan kenapa Zeeo nggak pernah izinin Zeea pergi ke tempat ginian, nah gue juga sama."
Aku berhasil mencerna apa yang Oscar katakan, apakah begitu menyeramkan isi di dalam sana? Oh ayolah aku hanya ingin tahu bagaimana keadaan di dalam, dan aku tidak akan macam-macam.
"Lo kalau mau ceramah di rumah aja sono," cibir Nathan kesal.
"Jangan jauh-jauh dari Ken." Oscar melepaskan kedua tangannya dari pundakku lalu beralih menatap Ken. "Jangan lepasin adik gue dari pandangan lo."
"Eh Oscar! Lo ribet amat sih, kita mau senang-senang bukan mau masuk kamar mayat elah!" lagi-lagi Nathan mencibir tidak jelas.
"Lo nggak punya adik jadi diem aja," balas Oscar mendelik tajam pada Nathan.
"Gue tau lo Os hahaha," kali Nathan tertawa sendiri seperti orang gila.
"Apa?" tanya Oscar tidak mengerti.
"Gue tau kalau lo takut kena karma kan? Hahaha gara-gara lo keseringan mainin cewek jadi lo takut karmanya berimbas ke adik lo kan? Hahaha," belum selesai Nathan tertawa, Oscar melayangkan kakinya dan menendang tulang kering Nathan sehingga membuat Nathan menjerit kesakitan.
"ANJIR! BANGSAT! SAKIT AIDAN!" umpat Nathan sambil loncat-loncat menahan rasa sakit yang dirasakan di bagian tulang keringnya. Disaat Nathan ingin membalas, Oscar langsung menarik tangan Zeea dan berjalan duluan, sepertinya Oscar ada niatan untuk rujuk dengan Zeea—sepertinya.
"Brengsek! Bajingan!" maki Nathan sambil menahan rasa sakitnya.
Aku mengangkat kaki kananku yang masih terbalut oleh perban tadi siang. "Punya gue juga sakit Nat, tapi biasa aja."
Sontak saja Nathan menoyor kepalaku seenak jidatnya. "Lo nggak ngerasain rasanya di tendang sama kakak lo yang gila itu!" sentaknya kesal.
Aku mengangkat kepalan tanganku dan meninju pada lengan Nathan pelan tapi berasa. "Dan lo juga nggak ngerasain rasanya jatuh dari troli di supermaket," dengusku sebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNCHANGED
Teen Fiction❝Maybe it's not about the happy ending, maybe it's about the story.❞ WARNING: This story is contain harsh words and another bad content, for story needed. So, please be wise. Do NOT steal any contents and scenes on this story because everything is b...