Tadi sebelum berangkat sekolah, Dad memberitahukan pada kami bahwa jam kerja kami di ganti, jadi sehabis pulang sekolah sampai jam 10 malam. Dan Dad mengatakan pada kami bahwa kami boleh tidur saja di salah satu kamar hotel, karena Dad tidak mau menjemputku dan dia juga tidak membolehkan kami membawa mobil sendiri. Beruntung karena kejadian tadi pagi tidak ketahuan, ya kejadian aku pulang dalam keadaan sedikit mabuk dan katanya aku membuat kerusuhan. Katanya, aku tidak ingat— atau belum. Tapi serius sesungguhnya saat ini pun kepalaku masih terasa sedikit mual dan perutku terasa pusing. Oh astaga terbalik, kepala yang pusing dan perut yang mual.
"Tadi malem lo ngapain mabuk?"
Suara Ken yang duduk di sampingku memecahkan lamunanku, menoleh ke arahnya dan menatapnya datar. "Kenapa?"
"Pertanyaan tidak di jawab dengan pertanyaan, Jacquelyn."
"Terserah gue lah mau mabuk juga, seenggaknya badan gue nggak akan merah-merah karena mabuk."
Ken mentapku sinis lalu kembali berpura-pura sibuk memainkan ponselnya. Sedangkan aku kembali menatap sebuah halaman buku di hadapanku. Aku sedang mengerjakan pr, ugh Tuhan aku benci pr. Di saat aku harus bekerja karena hukuman kenapa harus bersamaan dengan pr yang menumpuk? Meraih pulpen lalu kembali mengisi menyilang jawaban yang menurutku benar. Tidak perlu menghitung, cukup mengiranya saja.
"Enak ya yang drop out udah nggak punya pr," cibirku, tentu saja untuk Ken.
"Sekedar informasi, gue drop out gara-gara lo," balasnya ketus.
"Gue nggak minta lo buat ngebela gue saat itu."
"Oke gue bodoh, membela orang yang nggak mau gue bela. Gue bodoh karena gue mencampuri urusan rumah tangga seseorang."
Aku menaruh pulpenku di atas buku lalu menoleh kilat pada Ken. "Gue cuman pacaran sama Zeeo."
"Terserah."
"Kok lo jadi tambah nyebelin sih? Lebih baik juga lo kerjain pr gue."
"Males banget."
"Katanya kita sahabatan, tapi kok gue suruh kerjain pr gue aja lo nggak mau?"
"Gue bukan sahabat lo lagi."
"Terus apa?"
"Lo itu masa depan gue yang lagi nyangkut di hati orang lain."
Setelah mendengar jawaban Ken tiba-tiba aku tertawa terbahak-bahak HAHAHA seriously? Dia menganggapku sebagai masa depannya? Astaga masa depannya yang seperti aku ini? Apa dia tidak akan takut jika masa depannya hancur seperti ini? Aku masa depan Ken? HAHAHA lelucon yang bagus.
"HAHAHA. Lo jayus tau nggak?" balasku lalu tertawa.
"Nyokap gue beneran mau tendang gue ke Amerika."
"Terus lo nggak ada penolakan?"
"Nggak ada alasan kuat yang bisa nahan gue tetap di sini. Gue pergi setelah hukuman di sini selesai."
"Lo nggak boleh pergi!"
"Kenapa?"
"Ya karena gue nggak mau lo pergi."
"Kasih liat gue perjuangan lo buat nahan gue biar nggak pergi." Ucap Ken lalu berdiri dan keluar dari belakang meja resepsionis.
Apa yang harus aku lakukan agar Ken tidak pergi ke Amerika? Memohon pada Tante Kate? Aku berfikir sejenak sampai akhirnya aku mendapatkan sebuah ide. Merogoh ponsel di dalam saku rok ketat yang kugunakan ini lalu mencari kontak Tante Kate dan langsung menghubunginya.
Tepat pada nada sambung ke lima, panggilanku terjawab. Dadaku berdetak sedikit cepat saat aku mendengar suara sapaan dari ujung sana.
"Halo Jacy ada apa?"

KAMU SEDANG MEMBACA
UNCHANGED
Teen Fiction❝Maybe it's not about the happy ending, maybe it's about the story.❞ WARNING: This story is contain harsh words and another bad content, for story needed. So, please be wise. Do NOT steal any contents and scenes on this story because everything is b...