Bab 32

6.8K 460 233
                                    

Mobil Ken berhenti di parkiran K Club, turun dari mobil dan aku pun membuntutinya.

"Lo mau ngapain ke sini?"

"Tadi kan gue bilang di panggil Papa, nggak tau mau ngapain." Jawabnya lalu meraih tanganku dan menariknya.

"Jangan pegang!" kataku seraya menarik tanganku agar tidak digenggam olehnya, dan yang dilakukannya hanya berdecak sebal lalu jalan lebih cepat.

Salahmu sendiri Jezz minta dia buat jangan pegang tangan kamu lagi, tapi ketika dia lepas tangan kamu dan kamu malah merasa kehilangan. Astaga bodoh sekali kamu Jezz. Aku terus menggerutu dan kembali berjalan di belakang Ken.

Suara musik mulai tertangkap oleh pendengaranku, Ken menarikku masuk melewati sebuah pintu lagi dan suara musik yang tadinya samar menjadi terdengar lebih keras. Ruangan gelap dan lampu berwarna-warni menghiasi penglihatan mataku. Ah ternyata di cafe ini ada tempat seperti ini juga.

Ken berhenti berjalan lalu memutar tubuhnya dan mendekatkan dirinya padaku. "Apa pun yang terjadi jangan lepas tangan gue," bisiknya keras dan aku mengangguk.

Ken kembali berjalan dan membawaku melewati banyaknya pasangan muda-mudi yang sedang berpesta. Sekilas aku melihat ada yang sedang menyendiri, ada yang sedang mabuk, dan ada pasangan yang sedang saling memakan bibir satu sama lain di lantai dansa. Wow, cukup ekstreme.

Aku bergidik ngeri melihat hal tersebut, karena terlihat begitu kasar dan terkesan buru-buru. Suasana masih sama seperti aku pertama kali kemari. Ken terus menarikku dan membawaku masuk ke dalam sebuah lift lalu menekan angka 3.

Sampai di lantai 3 pintu besi berlapis baja itu terbuka dan suara hingar bingar musik yang memekakkan telinga menghilang begitu saja. Ken menarik tanganku keluar lalu membawaku berjalan melewati lorong.

Sampai di ujung lorong ada sebuah pintu besar yang berbeda dengan pintu lainnya, tanpa mengetuk pintu Ken langsung membuka pintu tersebut dan menarikku masuk ke dalam sana.

"Ada apa Pa?" tanya Ken.

Aku melihat Om Alvin sedang berkutat dengan laptop di meja hadapannya, Om Alvin mendongak lalu melirik padaku dan tersenyum tipis.

"Hati-hati kamu di marahin Harry lagi," ucap Om Alvin yang tentunya ditujukan padaku.

Aku terkekeh pelan. "Om jangan aduin aku ke Dad, dan semuanya bakalan aman."

Om Alvin tertawa pelan. "Nggak akan aku aduin asal kamu nggak macem-macem."

Aku mengangkat jempolku ketika aku dan Ken sudah berdiri di hadapan Om Alvin yang terhalang oleh meja besarnya. "Oke. Aku nggak akan macem-macem."

"Bawa ini pulang, sekalian bilang sama Mama kalau Papa nggak bisa pulang malam ini." Ucap Om Alvin sambil menyerahkan sebuah map besar berwarna cokelat padanya.

Ken melepaskan tanganku lalu menerima map tersebut. "Kenapa nggak pulang?"

"Habis dari sini Papa mau beresin masalah di tempat karoke dan mempersiapkan buat acara pameran lukisan di galeri Mama kamu besok." Jawabnya lalu berdiri dan menutup laptopnya.

"Okay, aku pulang," pamit Ken.

"Bawa Jacy pulang, jangan biarin dia diem di lantai dansa atau nanti kepala kamu di penggal sama Harry," ucap Om Alvin memperingatkan.

"Iya Papa, lagian ini anak maksa ikut tadi," balas Ken.

Aku memukul lengan Ken pelan dan memelototinya, tapi Ken malah tertawa lalu meraih pundakku dan merangkulnya. "Aku antar Jacy pulang dulu."

"Hati-hati."

Aku dan Ken keluar dari ruangan tersebut, dari bahu tangan Ken tergerak menggenggam tanganku, lalu tiba-tiba Ken berhenti berjalan dan malah menatapku. "Mau pulang sekarang nggak?"

UNCHANGEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang