Bab 31

7K 465 192
                                    

Aku menoleh pada Ken lalu tiba-tiba di kejutkan oleh suara dentingan dilanjutkan dengan pintu lift yang terbuka. Ken menarik tanganku dan membawaku masuk ke dalam lift, menekan tombol angka 1 dan pintu lift pun tertutup.

"Seneng? Muka lo marah kayak gitu gimana bisa di sebut seneng?" tanyaku heran dengan pemikiran ngaco nya.

"Lo emang polos apa sok pura-pura polos sih?" tanyanya dengan kening yang berkerut.

"Gue nggak ngerti lo ngomong apa."

Apa maksudnya? Dia senang? Hello penguin antartika pun dapat melihat ekspresi Ken tadi yang marah ketika aku melempar ponselnya. Beruntung karena Ken tidak memakanku hidup-hidup barusan. Huh di taruh dimana sih otaknya itu?

Sampai di lantai dasar Ken langsung menarik tanganku keluar dari rumah sakit dan mencari supermarket, kami pergi kesana karena tidak tahu dimana letak kafetaria rumah sakit. Entah sengaja atau tidak, tapi Ken sama sekali tidak melepas genggaman tangannya pada tanganku. Padahal kami tidak sedang menyebrang jalan, tapi anehnya Ken tidak mau melepaskannya. Dan anehnya lagi akupun merasa nyaman berada dalam genggaman tangannya.

Setelah membeli beberapa botol minuman kami kembali ke rumah sakit, di luar sana hanya terlihat ada Mom yang sedang bersender pada Dad yang mengelus-ngelus pundaknya. Aku berhenti di hadapan Mom lalu melepaskan tangan Ken dan memberikan minuman tersebut pada Mom.

"Mom kenapa nangis?" tanyaku baru menyadari bahwa ternyata Mom menangis.

"Dia shock, tadi di dalam Papanya Mona sempet kejang-kejang. Dan Mommy kamu ini nggak bisa di kasih liat yang kayak gitu, dia langsung lemas dan nangis kayak gini," jawab Dad tenang.

Mom menegapkan tubuhnya lalu meminum air mineral yang aku beli barusan, sisanya dia simpan pada bangku kosong di sampingnya dan dia kembali menyandarkan kepalanya di bahu Dad.

"Terus keadaannya gimana?" tanya Ken.

"Tadi sudah di periksa dokter dan sekarang dia pingsan," jawab Dad lagi.

"Penyakitnya apaan emang Om?" tanya Ken lagi.

"Kanker tulang, dan dari kejadian barusan dokter juga bilang kalau Darren ternyata punya penyakit jantung turunan," Jawab Dad yang membuat Mom kembali menitikkan air mata.

Kenapa Mom terlihat begitu bersedih? Ugh hatinya pasti terluka melihat teman lamanya sedang sakit keras seperti ini.

"Darren? Bukannya namanya Daniel?" tanyaku memastikan.

"Nama panggilan pas SMP," jawabnya lagi.

Lagi-lagi pintu ruangan itu terbuka dan keluarlah Oliver dari dalam sana. "Om pulang aja, biar aku sama Mona yang jagain Papanya," ujar Oliver.

Dad bangkit lalu berdiri di hadapan Oliver. "Kamu sama Mona pulang, besok sekolah. Biar aku yang jagain."

Aku tidak salah dengar kan? Kenapa Dad mau melakukannya? Apakah Papanya Mona sebegitu dekat dengannya waktu dulu?

"Dad kan besok kerja," kataku mengingatkan.

"Kerjaan bisa diserahin ke Angel."

"Harry," panggil Mom.

"Darren kesehatannya menurun, Oliver sama Mona besok harus sekolah karena sebentar lagi ujian tengah semester. Lagian mereka juga harus istirahat."

Dan Mom pun meminta agar dirinya menemani Dad, mereka pun berdiskusi singkat dengan Mona juga Oliver, dan akhirnya keputusan akhir dibuat. Mom dan Dad menemani Papa Mona malam ini.

"Terimakasih Om, maaf ngerepotin," ujar Mona.

"Nggak apa-apa, Papa kamu kan temen deket aku dulu. Kalian semua pulang, udah malam," ujar Dad lalu melayangkan pandangannya padaku.

UNCHANGEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang