Bab 15

8.5K 507 156
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 7 lewat 30 malam, dan aku sudah siap untuk pergi mengunjungi Mona. Entah mengapa feelingku kuat sekali mengatakan bahwa Mona bukanlah perempuan jahat, entah mengapa. Tapi biasanya feelingku selalu benar. Iya, biasanya, mungkin.

"Ayo," Oliver muncul di balik pintu kamarku.

"Ayo," aku bangkit dari kasur dan berjalan keluar kamar.

Turun ke lantai bawah dan pamit pada kedua orangtuaku yang sedang bersantai di ruang tengah. Terkadang mereka terlihat lucu jika sedang seperti itu, karena terlihat seperti sedang berpacaran

"Aku mau keluar sama Oliver," pamitku sambil menciumi kedua pipi orang tuaku.

"Mau kemana?" tanya Dad.

"Mau ketemu pacarnya Oliver," jawabku jujur.

"Kan lagi di hukum," ujar Mom.

"Hukumannya tanpa uang jajan sama kendaraan aja kan? Nggak ada kurung-kurungan kan?" aku mengingatkan Mom tentang hukuman yang sudah dirubah aturannya oleh Dad.

Mom menghela nafasnya. "Oke, sama Zeeo nggak?" tanya Mom lagi.

"Nggak, berdua sama Oliver. Ada urusan sama pacarnya Oliver aku," jawabku.

"Ya sudah, jangan pulang malem-malem. Jangan pergi ke tempat aneh-aneh lagi," Dad mengingatkan.

"Sama aku sih aman Om." Ujar Oliver dengan percaya dirinya.

Setelah pamit, aku dan Oliver langsung pergi menuju cafe tempat Mona bekerja. Ah ya kini aku sedikit memikirkan, bagaimana bisa perempuan muda seperti Mona yang masih terbilang anak sekolahan itu sudah bekerja? Mungkin dia memiliki masalah dalam ekonominya? Yaa, mungkin.

"Liv, kok lo bisa jadi pacarnya si cewek itu sih?" tanyaku membuka percakapan ketika mobil sudah melaju di jalan raya.

"Namanya Mona, Ramona. Bukan cewek itu," ralat Oliver.

"Iya-iya Mona, kok bisa?"

"Bisa, karena gue suka sama dia."

"Nyesel nanya dah gue."

Oliver terkekeh. "Emang kenapa? Dia anak baik kok, nggak macem-macem dan nggak banyak nuntut di hubungan kita juga. Anehnya kok dia bisa di skors karena ribut sama murid. Dan lucunya muridnya itu sepupu gue sendiri."

"Entah, terjadi begitu saja. Pas dia baru jadi murid baru juga pernah ribut sama gue."

"Jadi ini bukan yang pertama?"

Aku menggeleng. "Dulu pernah satu kali."

"Ck, parah. Pacar gue woy! Jangan dibikin babak belur."

"Taunya dia pacar lo juga baru sekarang."

Oliver bergumam tidak jelas, setelah itu ponselnya berbunyi dan dia pun menjawabnya dan mengobrol. Telepon dari Mamanya, nggak mungkin nggak dia angkat kan?

Jalanan tidak terlalu macet, ramai lancar. Kurang dari setengah jam kami sampai di cafe, turun dari dalam mobil dan melihat-lihat ke dalam cafe. Lalu salah satu gadis yang duduk di pojokan cafe melambaikan tangannya padaku dan Oliver, membuat kami langsung masuk dan menghampirinya.

"Hai," sapa Oliver yang langsung duduk di samping Mona sedangkan aku duduk di hadapan mereka berdua. Jadi kacang dong? Eh, ya nggak lah kan aku yang ada urusan sama cewek itu.

"Langsung aja, gue jujur kalau bukan gue yang lakuin. Lagipula apa untungnya gue majang foto berantem gue sendiri?"

Mona benar, tidak ada untungnya untuk dia. Toh Mona sama-sama mendapatkan hukuman skors sepertiku.

UNCHANGEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang