"Mandi sono!" Perintah Ken padaku.
Mendongak malas menatapnya sesaat lalu mengabaikannya, meraih remot dan mengganti channel televisi dan kembali bersandar pada Ken.
"Ih jangan di pindahin!" serunya lalu merebut remot yang sedang di pegang olehku.
"Ih mau nonton apaan sih? Jangan alay deh nonton drama kayak gitu!" seruku lalu berusaha kembali merebut remot dari tangannya.
Percaya atau tidak tapi memang seperti ini terjadinya, ini hari ke tiga aku dan Ken berada di sini— sejak hari Jumat dan sekarang sudah hari Senin. Astaga seharusnya aku bersekolah hari ini— dan yang kami lakukan adalah bangun di siang hari lalu minta diantarkan makanan ke dalam kamar dan setelah itu aku dan Ken duduk pada sebuah sofa besar dan menonton televisi bersama. Jika bosan kami akan keluar, sekedar berjalan-jalan disekitaran pantai lalu kembali masuk ke kamar pada malam hari dan tidur. Sebenarnya aku ingin berkeliling di kota ini, tapi Ken bilang malas.
Sesungguhnya melihat keadaan kamar hotel selama tiga hari berhasil membuatku suntuk. Belum lagi aku dan Ken kerap kali bertengkar mengenai acara televisi yang sedang kami tonton. Kennard yang manja itu ingin sekali menonton film romance yang dapat membuat setiap orang yang menontonnya dapat menitikkan air mata, sedangkan aku ingin menonton film lainnya yang minimal dapat membuatku tertawa.
Ken malah mengangkat remotnya tinggi-tinggi ketika dia sudah berhasil memindahkan channel nya. Dan itu membuatku berusaha untuk menggapainya, namun tidak sampai.
"Usaha dong, berdiri kek," cibirnya.
"Males." Balasku memutar mata lalu kehilangan niat untuk merebut remot tersebut.
"Pantesan perutnya buncit," ledeknya.
Aku menoleh cepat padanya lalu mencapit hidungnya dan menariknya ke atas, dia mengaduh kesakitan lalu memukul tanganku keras sambil menggerutu tidak jelas.
"Perut gue nggak buncit, Ken!" sentakku kesal.
"Lo liat sendiri, berapa lapis lemak yang bersarang di sana." Balasnya sambil menunjuk perutku yang terbalut dengan kaos polos.
Buru-buru aku menyingkapkan kaos polos yang aku pakai selama tiga hari ini, lalu mengelus perutku dan menatapnya seksama. Tidak terlalu besar kok. Mendongakkan kepalaku dan menemukan Ken yang sedang mengintip apa yang sedang aku lakukan.
Ken mengusap tengkuknya lalu mengalihkan perhatiannya.
"LO NGINTIPIN GUE!" seruku panik lalu memukul kepalanya.
Ken menoleh cepat. "APA?! NGGAK!"
"LO NGINTIPIN GUE KEN!"
"GUE CUMAN MAU LIAT PERUT LO YANG BUNCIT ITU PEA!"
"PERUT GUE NGGAK BUNCIT!"
"Terserah lo! Berisik banget!"
"Lo yang berisik!"
"Lo yang teriak duluan!"
"Lo yang mancing gue buat teriak!"
"Lo mancing gue buat mancing lo teriak!"
"Ngomong apaan sih?"
"Pantes prosesor otaknya masih pentium, gitu aja nggak ngerti."
"BUKAN PENT—"
"Berisik! Gue pengen keluar jalan-jalan." Potong Ken cepat lalu bangkit berdiri dan meraih gagang telepon.
"Halo mana Carl? ..."
Jadi Ken menelepon Carl dan meminta sepupunya itu untuk meminjamkan baju lagi, namun yang layak dipakai untuk berjalan-jalan. Setelah selesai Ken kembali menaruh gagang teleponnya lalu berjalan menuju kamar mandi dan menutup pintunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNCHANGED
Novela Juvenil❝Maybe it's not about the happy ending, maybe it's about the story.❞ WARNING: This story is contain harsh words and another bad content, for story needed. So, please be wise. Do NOT steal any contents and scenes on this story because everything is b...