Niatku hanya ingin menakutinya dan membuatnya pergi, tapi si Oscar bodoh malah menghindar ke tempat yang salah.
Bodoh!
Mulutku menganga ketika melihat badan Oscar menabrak pintu dan jatuh ke lantai. Aku menoleh pada Ken bersamaan dengan Ken yang menoleh padaku.
"Stupid as fuck!" seru Ken lalu berlari menghampiri Oscar yang kepalanya sudah menghantam lantai.
Mati nggak?
Astaga.
Aku yang tersadar ikut berlari ke arah Oscar lalu menampar pipinya berkali-kali. "OSCAR BANGUN! JANGAN PURA-PURA PINGSAN!" teriakku berharap jika Oscar hanya pura-pura pingsan.
"DIA PINGSAN BENERAN BEGO!" seru Ken lalu berdiri dan menggeret tubuh Oscar keluar dari kamar.
Aku terdiam sambil memegangi pelipis kepalaku, terasa pusing. Sepertinya aku harus pergi ke psikiater setelah ini. Aku menatap kosong pada dinding putih di hadapanku, kenapa jadi aku yang merasa bersalah kali ini? Bukannya Oscar dan Zara yang salah? Sialan!
Mereka salah kan? Iya kan? Mereka habis melakukan hal yang melanggar aturan norma agama dan negara. Lalu sekarang mengapa aku yang merasa sangat bersalah? Apa gara-gara aku nyaris membuat mereka berdua mati? Ah Zara saja yang lemah, baru aku lempar menggunakan jam digital, belum aku lempar dia menggunakan ban mobil. Terus Oscar lemah banget baru di lempar pake kursi juga astaga, belum aku lempar menggunakan televisi.
Aku mengetuk-ngetuk tempurung kepalaku dan aku merasa begitu aneh sekarang, sial karena banyak masalah yang sedang aku hadapi aku merasa jadi seperti terserang depresi. Masalah aku dan Zac sudah selesai, masalah aku dan Zeeo belum selesai, sekarang di tambah masalah aku dan Oscar yang belum selesai-selesai, di tambah lagi dengan masalahku dengan perempuan sialan itu.
Eh tapi tunggu dulu, dia tidak membalas satupun perbuatanku padanya tadi. Bahkan di saat aku menjambak rambutnya dia tidak balik menjambak rambutku. Hell, ada apa dengannya? Apa dia tidak bisa berkelahi? Atau dia terlalu takut melukai wajahku yang cantik? Siapa bilang aku cantik? Hanya orang khilaf saja yang mengatai aku cantik. Seperti Zeeo contohnya.
"Bukannya bantuin gue angkat tubuh Oscar, lo malah ..." kata-katanya terputus. "Kenapa?" lanjutnya.
Aku mendongak lalu menggeleng lemah pada Ken, setelah itu aku kembali menatap dinding putih di hadapanku.
"Bangun!" perintah Ken.
"Nggak mau!" tolakku.
"Kamar lo udah kayak kapal pecah."
"Muka lo udah kayak kaca pecah."
"Gue serius, bangun sekarang!"
"Nggak mau Kennard! Maksa banget sih!"
"Dua orang udah pingsan gara-gara lo. Dan gue nggak mau jadi korban ketiga lo hari ini," ujarnya lalu menarik badanku agar berdiri.
Aku pun berdiri lalu menatap ke sekeliling kamar yang benar-benar sudah seperti terkena ledakan gas elpiji. Lampu tidur pecah, jam digital melompat ke lain tempat setelah tadi sempat mendarat pada pelipis Zara, sepatu dan tas berserakan dimana-mana. Semua barang di atas kasur bersih tidak tersisa satupun, bantal guling bedcover bahkan sprei berserakan di lantai. Kamus bahasa Inggris, Jerman dan bahasa Prancis melayang ke arah meja di bawah televisi dan menghantam dvd player serta sebuah vas bunga. Sudah ku bilang tidak perlu ada vas bunga di kamarku, Mommy ngeyel sekali aku bilangin juga, liat kan jadinya berantakan gara-gara pecah. Lalu cermin rias pecah karena terkena lemparan dari—SIAL! Cermin rias gara-gara lemparan ponselku.
Aku langsung berlari ke arah cermin rias dan menemukan ponselku tergeletak dengan keadaan utuh pada meja riasnya. Di atas ponselku ada beberapa serpihan kaca cermin, aku menyingkirkannya tapi bodohnya entah bagaimana caranya pecahan cermin tersebut malah menggores kulit jari tanganku dan itu membuat cairan merah yang di sebut darah keluar dari celah akibat goresan barusan.

KAMU SEDANG MEMBACA
UNCHANGED
Novela Juvenil❝Maybe it's not about the happy ending, maybe it's about the story.❞ WARNING: This story is contain harsh words and another bad content, for story needed. So, please be wise. Do NOT steal any contents and scenes on this story because everything is b...