Bab 36

7.1K 480 242
                                    

"Anjir bokapnya Zeeo ganteng banget."

"Gue mau jadi selir nya."

"Gue jadi simpenannya juga mau anjir."

"Gue jadi selingkuhannya aja deh."

"Lah itu kan bokapnya Jacy? Kok datang juga?"

"Bokapnya Ken mana?"

"Anjir itu orang apa malaikat? Sialan om-om udah umuran kok masih ganteng gitu sih?"

"Kampret beruntung banget Zeea punya bokap kayak gitu. Kalau jalan bareng Zeea tuh bisa di kira si Zeea simpenan tuh om-om."

"Anjir gue mah mau jadi selirnya bokap si Jacy, lo liat itu senyumnya ada lesung pipi anjir pengen gue cium pipinya!"

Aku sedang di luar ruangan kepala sekolah menunggu Zeeo dan Ken yang sedang di sidang di salam sana. Dan telingaku benar-benar panas mendengar ocehan tolol yang dapat tertangkap oleh gendang telingaku. Memang benar di dalam sana ada Om Zhafran dan juga Daddy Harry. Kenapa Daddy Harry? Karena Om Alvin atau pun Tante Kate tidak dapat datang, dikarenakan ada sebuah acara besar yang sedang Tante Kate adakan di galeri miliknya dan acara tersebut tidak dapat di tunda. Jadi Om Alvin meminta agar Daddy yang mewakilinya.

Mereka para curut yang sedang membicarakan Daddy ku apakah mereka tidak dapat melihat jika anaknya sedang duduk menunggu di sini? Dasar cabe-cabean, sama Om-Om aja mau.

Sebuah tangan terulur menyodorkan sebuah plastik berisi es batu. Aku mendongak dan menemukan Zac berdiri sambil menatapku dengan tatapan yang sulit untuk di artikan.

"Lo udah makan belum?" tanya Zac setelah aku meraih plastik tersebut lalu menaruhnya pada bagian mata kananku yang benar-benar membengkak akibat menangis hebat tadi.

"Udah," jawabku singkat.

"Lo balik lagi ke UKS aja pas mereka udah keluar, lo nggak usah masuk kelas percuma," saran Zac.

Ya ini sedang jam istirahat, makanya banyak jarang cabe yang berdiri agak jauh dariku hanya untuk menunggu keluarnya Om Zhafran dan Daddy Harry dari dalam ruang kepala sekolah. Konyol? Memang. Dasar remaja cabe haus belaian.

"Gue memang nggak niat belajar hari ini," balasku lalu memindahkan es tersebut jadi ke sebelah mata kiri.

"Dan lo jangan ngomong sama Zeeo atau pun Ken. Gue pengen marahin mereka berdua."

"Udah lah Zeus nggak usah lo bahas lagi nanti."

"Bukan masalah yang menyangkut lo Jezz, tapi masalah yang menyangkut mereka berdua. Lo pikir deh mereka— atau kita sama yang lainnya udah dari lahir berojol itu main bareng-bareng. Terus emang lo nggak sedih liat mereka jadi kayak gini sekarang? Gue bukan sedih sih, tapi kesel jadinya liat mereka yang nggak bisa ngontrol emosinya. Di rumah sakit udah sekali, di perkemahan hampir tapi nggak jadi. Dan sekarang akhirnya terjadi juga."

Ah ternyata Zac menghawatirkan hubungan persahabatan mereka, aku kira dia akan mengkhawatirkan tentangku dan mereka.

"JESSIIIIIIIII!"

Aku menoleh ke arah suara yang berisik sekali dan menemukan Zeea bersama Ruby sedang berlari ke arahku, lalu mereka berdua menabrak tubuhku dan memelukku sehingga membuat Zac harus menghindar dan berdiri.

"LO KENAPA ANJIR?" tanya Ruby setengah panik sambil meraih plastik es dari mataku lalu menempelkannya kembali.

Aku mendorong tubuh mereka berdua karena mereka menyesakkan ruang gerakku. "AWAS!" teriakku.

"Anjir lo di khawatirin malah ngusir, bego!" seru Zeea gemas lalu menoyor kepalaku.

"Gue denger Zeeo sama Ken berantem di ruang piala, iya? Anjir gue nggak bisa liat berantemnya secara live karena tadi gue sama Zeea sibuk nyontek tugas kimia. Sialan lo nggak masuk ke kelas jadi nggak ada yang bisa kita contek. Lo kenapa nggak masuk kelas sih?" cerocos Ruby panjang lebar dan membuatku secara refleks menyumpalkan plastik yang berisi es batu itu pada mulutnya. Ruby menepisnya dan membuat plastik berisi es batu itu meloncat jatuh ke atas lantai.

UNCHANGEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang