Bab 50

6.8K 472 524
                                    

BRAK.

Brak— bukan suara badanku terpental melayang karena tertabrak mobil, tapi suara brak itu terdengar setelah serbuan angin menerpa badanku yang sedang berjongkok di tengah jalan. Apa aku masih hidup? Suara ban berdecit tadi hilang terbawa bersama terpaan angin yang mengenaiku.

"ANAK BEGO! Kalau ada mobil mau nabrak itu minggir! Bukannya malah jongkok dan tutup telinga di tengah jalan! Lo mau mati ketabrak hah?!"

Aku terkejut ketika seseorang berteriak di dekatku. Aku menurunkan kedua tanganku dan menemukan sepasang sepatu hitam di hadapanku dengan celana skiny jeans hitam, di tambah dengan sobekan lebar di lututnya. Aku semakin mendongak dan kaget ketika menemukan sosok Ken berdiri di hadapanku dengan raut wajah kesal.

Karena kesal aku berdiri dan melayangkan sebuah pukulan ke perutnya. Ken meringis kesakitan dengan mata yang membulat lebar. Jadi suara brak tadi adalah suara pintu mobil yang ditutup, bukan suara kap mobil yang bertabrakan dengan badanku. Aku kira aku sudah berada di dunia lain tanpa rasa sakit sedikitpun. Tapi ternyata Tuhan masih menyelamatkanku, berarti tugasku di dunia ini masih banyak.

Aku kira Ken akan mengomeliku lagi, tapi dengan tidak sopannya dia langsung menarik tanganku dan menyeret tubuhku.

"Lepas!" perintahku, tapi jelas saja tidak akan di dengar oleh si Ken berkepala batu ini. Awalnya aku berniat untuk menginjak kakinya dan menendang tulang keringnya, tapi aku kalah cepat karena Ken baru saja membuka pintu mobilnya dan langsung mendorongku agar masuk ke dalamnya. Menutup pintu mobil lalu dia berlari mengitari kap mobil dan masuk di belakang kemudi.

Hampir saja kepalaku terbentur mengenai persneling mobil, dia benar-benar tidak berkeprimanusiaan karena dia baru saja memperlakukanku seperti seekor hewan. Lalu di saat aku akan mencoba untuk kabur, Ken bergerak lebih cepat dengan cara mengunci semua akses pintu keluar dan itu membuatku mendengus kesal.

Sebenarnya aku ingin sekali menjambak rambutnya lalu mengomelinya, tapi karena moodku sedang berada di bawah rata-rata kuurungkan niatku untuk melakukannya dan memilih untuk diam ketika Ken mulai melajukan mobilnya.

Bukankah Ken seharusnya sudah terbang ke Chicago? Tapi mengapa dia malah berada di sini dan membawaku pergi?

"Udah bosen hidup huh? Sampai mau bunuh diri di jalan?" tanya Ken memecahkan keheningan di antara kami.

Aku tidak ingin menjawabnya, jadi aku menoleh ke samping dan memperhatikan jalanan— enggan sama sekali untuk menjawab pertanyaan yang di lontarkan Ken barusan. Bahkan aku terlalu malah untuk bertanya kemana kami akan pergi sekarang ini. Ken melajukan mobilnya melewati jalan menuju rumahku— atau rumahnya, itu berarti Ken tidak akan membawaku ke rumahku ataupun ke rumahnya.

Memejamkan mataku dan berusaha untuk tertidur, aku tidak peduli kemana Ken akan membawaku. Aku hanya butuh ketenangan untuk saat ini— kepalaku di penuhi banyak sekali masalah dan itu membuatku ingin memecahkan kepalaku menggunakan palu. Dan aku berharap aku dapat melakukannya di dalam mimpiku nanti ketika aku tertidur. Atau bahkan aku berharap semua masalah itu masuk ke dalam mimpiku, sehingga aku dapat menyiksa ataupun membunuh siapapun yang tidak aku sukai. Tidak— aku bukan seorang psikopat, aku hanya berharap jika itu adalah sebuah mimpi.

"Kalau lo tanya gue jadi pergi ke Amerika atau nggak, jawabannya adalah nggak karena gue nggak mau pergi. Dan kalau lo tanya kenapa gue bisa ada di jalan tadi, bahkan hampir nabrak lo— jawabannya adalah karena gue mau culik lo dari hotel dan bawa lo pergi ke tempat yang jauh. Tapi ternyata Tuhan berkata lain, dengan memudahkan gue buat ketemu sama lo di jalan. Dan itu berarti gue sama lo emang jodoh."

Ngomong sama pantat kompor sana. Huh.

Jadi Ken kabur? Jadi ini aku sedang di culik olehnya dan dia sedang membawaku kabur? Bagus, semakin besar peluangku untuk mendinginkan otak dari semua masalah ini.

UNCHANGEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang