"Ai,"
"Aaii,"
"AAIIII!!!"
"APAAN SIH MANGGIL-MANGGIL?!"
"Hehehe"
"Gila lu?!"
"Hehehe"
"Mamaaa, Kak Eri mulai setresss!!"
"Ehehehe"
"ADEK, KAKAK KESINI DOLO!!"
Ain masih natap kakaknya dengan tampang jijik sebelum dia jalan keluar dari kamarnya. Sementara kakaknya ngekor di belakang sambil haha hehe ga jelas. Bener-bener korslet otaknya.
"Ya Maa?"
"Itu, dapet kabar di grup chat majelis kalo bentar lagi pendeta barunya mau nyampe. Karna kita yang paling deket sama pastori jadi kita bakalan bantuin mereka."
"Aduh Maa, ga bisa kak Eri aja apa? Ai kan cewe, ga bisa ngangkat barang yang berat-berattt!"
"Boong, Maa. Kemaren aja ngangkat karung makanannya Tokyo yang 20 kilo sendiri mampu kok. Mau lari dia nonton korengan."
"Ga ada kabur-kaburan ya! Ai, Mama denger pendeta barunya punya anak cowo loh. Siapa tau kamu suka. Ya, kan?"
"Ppfftt! Ai suka cowo? Yakali Maa~ tiap hari mainnya sama binatang. Kemaren malah jatuh cinta sama burungnya Om Agus."
PLAK
Dengan gampangnya tangan Ain ngegampar palanya si Eri. Ya kan ambigu banget anjir. Kalo didenger tetangga ntar dikira Ai ada apa-apanya sama Om Agus. Mana isterinya 11 12 sama tong air 500 liter lagi. Di-smackdown langsung rata ama tanah. Padahal kan maksudnya burung beonya Om Agus yang kemarin dia rawat karena sayapnya patah nabrak jendela. Itu pun Ain suka karena jago banget nyanyinya.
Mama Citta geleng-geleng kepala. Soalnya mereka kakak-adek sama aja. Entah apa yang di otak mereka sampe dua-duanya ngambil jurusan yang sama, terus sekarang punya gelar yang sama, trus buka klinik praktek bersama di rumah. Klinik hewan. Iya, Ain sama Eri sama-sama dokter hewan. Udah cita-cita mereka dari kecil karena pada dasarnya mereka emang pecinta hewan.
Papa sama Mama ga keberatan, sungguh, ga keberatan sama sekali. Tapi berkat kecintaan mereka sama hewan itu, mereka jadi ga tertarik sama manusia alias belom punya pacar sampe detik ini. Masih mending Eri yang pernah sekali dua kali pacaran, lah Ain? Emang dari dulu ga ada niatan membuka hati untuk manusia berjenis kelamin jantan.
"Maa, itu mereka udah nyampe." Teriak Papa dari depan rumah. He-em, Papa daritadi duduk-duduk di teras aja ngopi. Ga mau ikut-ikutan dengan kerusuhan di dalam rumah. Ordinary lah!
Mama narik tangan Ain biar ga kabur, terus mereka barengan keluar dari rumah. Bukan hanya deket lagi, ini pastori (tempat tinggal keluarganya pendeta) yang bakal ditempatin sama pendeta yang baru pindah sama anaknya itu tepat di depan rumahnya Ain. Harusnya letak pastori itu tepat di sebelah gereja, cuman pastori yang itu lagi direnovasi jadilah rumah yang di depan yang dipake sebagai pastori mumpung kosong. Orang yang sebelumnya tinggal di situ udah pindah ke Jepang.
Yang mendarat itu dua mobil. Satunya honda jazz warna abu-abu sama satu lagi fortuner warna putih.
Gila, tajir melintir pasti si pendeta. Mobilnya aja fortuner. Ampir 1M woeyy!
Emang ga ada otaknya Ain. Pendeta baru dateng langsung dijulidin.
Yang turun dari jazz itu Ibu-ibu, keliatan seumuran sama Mama terus tinggi semampai ga kayak Mama yang bantet. Terus keliatan berwibawa banget. Senyumnya juga manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
" Ai, " • NoHyuck •
FanfictionDari panggilan nama jadi panggilan sayang, tsahhh~ • NoHyuck • Genderswitch • Non Baku • Romance, Fluffy, Humour, Slice of life • Lokal, AU A Story By Bee🐝