# Wildan & Davin

1.1K 131 8
                                    

Lala menatap bangga kartu rencana studinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lala menatap bangga kartu rencana studinya. Semester ini ia hanya tinggal menyelesaikan empat matakuliah. Satu langkah lebih maju dari mahasiswa lain yang masih harus menempuh tujuh sampai sebelas matakuliah dalam satu semester.

Satu hal yang menjadi keceriannya menjalani hari adalah ketika melihat nama Surya Ahmad Fauzi sebagai asisten dosen yang menangani matakuliah 'Simulasi Proses Peradilan'. Bobot kredit semester dalam matakuliah tersebut sebanyak tiga. Di fakultasnya untuk bobot kredit semester diangka tiga menandakan matakuliah tersebut berlangsung lama.

Lala tidak sabar untuk memulai kelasnya dengan Surya. Kelas itu diadakan setiap hari Jumat dan sekarang masih hari senin. Masih panjang perjalanan menembus hari.

Ketika validasi Kartu Rencana Studi, Bu Nunik banyak bercerita mengenai Surya. Tak disangka Surya adalah alumni dari Fakultas Hukum Universitasnya. Namun sayang, Lala tidak pernah berjumpa pria itu. Ketika Lala menjadi mahasiswa baru, Surya sudah menginjak semester 7. Belum lagi perbedaan kebiasaan antara Lala dan Surya menjadi potensi mereka tak pernah bertemu.

Ketika ada jam kosong, Surya menghabiskan waktu ke perpustakaan, sedangkan Lala memilih untuk ke kantin atau tidur di indekos Lia.

Tunggu..
Jika memang jarak semester mereka ada enam tingkat, bukankah seharusnya Surya seangkatan dengan Brian?

"La? Lo dengerin gue nggak, sih?"

Suara seorang gadis membuat Lala kembali pada atmosfirnya. Gadis itu bernama Lia, sahabat Lala sejak pekan orientasi.

Lia mendekatkan wajahnya kepada Lala. "Lo ngelamunin apa, sih, La?"

"Eh, Sorry. Ngomong apa lo barusan?"

"Ini. Gue iri sama lo. Matkul lo dikit banget. Gue ada 11."

Lia menyodorkan kartu rencana studi miliknya kepada Lala. Ada beberapa matakuliah mengulang ke semester bawah karena gadis tersebut mendapatkan nilai yang kurang memuaskan.

Surya Ahmad Fauzi
Surya Ahmad Fauzi
Surya Ahmad Fauzi
Surya Ahmad Fauzi

Mata Lala otomatis terbelalak melihat daftar dosen penanggungjawab yang menangani kelas Lia. Surya Ahmad Fauzi?! Beruntungnya Lia mendapatkan empat kelas yang diajar oleh Surya. Mungkin keberuntungan itu hanya berpihak jika Lala di posisi Lia. Tetap saja menurut Lia hal seperti itu bisa menjadi boomerang.

"Li, serius lo ditanganin sama Pak Surya sampe empat matkul begini?" Lala ㅡyang masih memperhatikan kartu rencana studi milik Liaㅡ mencoba untuk tetap tenang saat menyebut nama Surya.

"IYA, CUY!! PARAH BANGET NGGAK, SIH!"

Suara Lia membuat seisi kelas menatap mereka. Hari ini adalah hari pertama kegiatan belajar mengajar. Meski dosennya belum masuk, tetap saja dipandangi dengan tatapan aneh oleh kurang lebih dua puluh orang itu memalukan.

"Emang lo tau Pak Surya siapa dan lo tau dia killer apa nggak kalo ngajar?" Lala mencoba memastikan. Tanggapan Lia sebelumnya berlebihan. Seakan-akan sudah mengetahui wujud Surya dan bagaimana orangnya.

"Nggak. Hehe. Gue mendramatisir aja, sih."

Sudah diduga.

"Pak Surya itu asisten dosen yang membantu Pak Jainudin. Dia dulu alumni sini. Sekarang lagi S2 terus sama fakultas ditawarin ngajar, gitu."

"Woah." Mata Lia membesar. "Jangan bilang lo tau dari Bu Nunik?"

"Ya, siapa lagi, sih kalo bukan Bu Nunik."

Ditengah obrolan Lala dan Lia munculah dua orang pria memasuki kelas. Seorang pria bertopi putih dan satu lagi pria dengan earphone menggantung ditelinganya. Semua mata tersorot ke arah mereka, termasuk Lala dan Lia. Aura bintang menjalar pada keduanya. Padahal mereka hanya berjalan memasuki kelas.

Pria bertopi putih menyapa seisi ruangan dengan senyuman. Namanya Wildan, sang pianis kebanggaan kampus yang akhirnya selesai cuti dan kembali di bangku perkuliahan.

Di samping Wildan, ada Davin yang memandang mereka dengan tatapan malas. Pria itu juga kembali dari cuti karena kompetisi drum. Wajahnya sama sekali tidak bersahabat, membuat orang-orang segan untuk menyapa.

Mata kedua pria tersebut bergerilya mencari tempat duduk. Lia reflek mengangkat tasnya dari kursi kosong dan mempersilahkan kedua senior yang ternyata menjadi sekarang menjadi teman seperjuangan.

"Thanks, ya." Ucap Wildan. "Lo Lia, kan? Selebgram itu?"

Wildan memilih untuk duduk disebelah Lia, dan Davin duduk disebelah Wildan.

"Haha. Iya, kak."

"Dih, so imut banget si Lia." Hardik Lala dalam hati.

"Panggil Wildan aja. Toh, udah jadi setingkat kan kita sekarang?"

"Wah.. Yang bener, Wil?"

Wildan mengerutkan kening ketika menangkap Lia yang memastikan kesopanannya namun membuka kebodohan selanjutnya dengan langsung memanggil Wildan tanpa embel-embel Kakak.

"Senyaman lo aja, Li."

Lia dan Wildan tenggelam dalam obrolan. Dimulai dari basa-basi, hingga membahas persoalan soal content media sosial. Beberapa kali Lala dapat menangkap Lia menyelipkan anak rambutnya ke daun telinga.

"Dih, salah tingkah, nih anak."

Ekor mata Wildan menangkap Lala yang sedang memperhatikan dirinya dan Lia sedang mengobrol.

"Dan.. Lo?"

"Ini Lala." Lia inisiatif memperkenalkan dan diikuti Lala yang melambaikan tangan kepada Wildan.

"Lala? Nama lo Lala?" Pria bernama Davin membuka suaranya.

Baik Lala maupun Lia hampir lupa bahwa disebelah Wildan ada manusia. Wajar saja, sedari tadi orang tersebut tidak menunjukan tanda-tanda kehidupan. Ikut mengobrol misalnya.

"Iya. Lo Davin, kan? Eh.. maksud gue, Kak Davin."

Pada awalnya Lala ingin berusaha asik seperti Lia ke Wildan, namun beberapa detik kemudian ia tersadar bisa jadi orang ini berbeda dengan Wildan yang ramah tamah seperti semboyan rukun RT.

"Pas emak lo hamil, ngidam nonton Teletubbies apa gimana, sih? Anak kok dikasih nama Lala."

Lala, Lia, bahkan Wildan sekalipun tidak percaya dengan apa yang dilontarkan oleh seorang Davin Santosa. Ini adalah hari pertama pria itu kembali dari masa cuti, dengan sangat percaya diri Davin menyinggung teman kelas barunya.

 Ini adalah hari pertama pria itu kembali dari masa cuti, dengan sangat percaya diri Davin menyinggung teman kelas barunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pasal Surya | DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang