Gerbang Universitas Buana dipenuhi oleh mahasiswa baru yang selesai menghadiri pengarahan pekan orientasi. Keadaan agak bising dikarenakan mereka sibuk berdiskusi mengenai hal yang harus dibawa nanti. Ketika yang lain sudah mengubah teknik orientasi dengan kegiatan seminar motivasi atau semacamnya, Universitas Buana masih menggunakan konsep yang sama seperti pekan orientasi sekolah. Para mahasiswa baru disuruh membawa makanan atau barang-barang dengan kata-kata aneh sebagai petunjuknya.
Nasi pocong
Susu Ngantuk
Stempel Air
Buah Raja Mesir
Dilain sisi, Lala dan kakaknya yang bernama Brian mengamati pemandangan tersebut. Mereka menyesal karena datang dihari yang salah. Tujuan keduanya datang kesini untuk registrasi semester baru. Namun kampusnya dipenuhi oleh pemuda pelontos dengan bau keringat yang semeliwir.
"Dek, lo bisa ke fakultas sendiri, kan?" Tanya Brian kepada Lala.
Yang ditanya bukannya segera menjawab, malah memilih untuk mengerutkan keningnya terlebih dahulu.
"Ya bisa lah. Emangnya gue maba."
Brian mengangguk-angguk dan segera beranjak dari tempat duduknya.
"Yaudah, dek. Gue ke fakultas dulu. Kita cabut jam 12, ya. Samper aja ke fakultas."
"Iya, Bang."
Akhirnya mereka berpisah. Brian menuju fakultas Teknik dan Lala menuju Fakultas Hukum. Memang benar mereka adalah kakak beradik, tapi masalah peminatan pendidikan mereka berbeda.
"Oala, Lala. Baru mau registrasi kartu rencana studi, ya."
Seorang wanita dengan hijab corak bunga menyapa Lala dari balik komputer. Dia adalah Bu Nunik dibagian administrasi Fakultas sekaligus orang yang sangat akrab dengan Lala karena sering memberikan bocoran silabus perkuliahan.
"Loh, Bu Nunik. Kerain siapa." Lala segera salam kepada Bu Nunik. "Iya, nih, bu. Saya liat di website, matakuliah sisa tinggal tiga untuk yang umum. Untuk penjurusan hanya tinggal satu."
Bu Nunik mempersilahkan Lala untuk duduk dihadapannya. Sambil menunggu Bu Nunik mencetak kartu rencana studinya, Lala memperhatikan ruang dekanat yang dipenuhi dengan karangan bunga. Ditahun ajaran baru, dosen favorit yang bernama Pak Jainudin resmi dilantik menjadi seorang dekan.
Tak lama setelah Lala dan Bu Nunik berbasa-basi ria, munculah seorang pria dengan kemeja lengan panjang yang dilinting di ambang pintu. Wajahnya tertutupi oleh pantulan cahaya matahari sehingga Lala tidak bisa melihat dengan jelas sosok tersebut.
"Surya, ya?" Tebak Bu Nunik yang ternyata menyadari kehadiran orang asing diambang pintu.
Sang pria melangkahkan kakinya mendekat.
"Iya, Bu."
Kini Lala bisa melihat rupa dari pemuda tersebut. Ia tersenyum kepada Bu Nunik dan Lala secara bergantian.
Tampan.
"La, kenalin ini Pak Surya. Asisten dosen yang menggantikan Pak Jainudin."
Baru saja Lala merasa sedih karena intensitas pertemuan dengan Pak Jainudin berkurang karena beliau dilantik menjadi Dekan, kini Lala lebih mensyukuri dengan keadaan yang sekarang.
"Oh, hallo, La. Masuk semester berapa sekarang?"
Tak hanya tampan. Pria bernama Surya ini sangat ramah. Ia tidak gengsi untuk menyapa dan bertanya pada mahasiswinya.
"La? Ditanya, tuh. Malah bengong." Bu Nunik mencolek lengan Lala.
"O..Oh.. Iya pak. Semester 7."
Lala bodoh. Kenapa harus grogi seperti itu.
"Wah, kebetulan. Saya ngajar di semester 7. Sampai ketemu, ya, La."
Hari itu pertama kali Lala berkenalan dengannya meski melibatkan Bu Nunik sebagai perantara. Dan sejak hari itu jantungnya selalu berdegup kencang ketika berhadapan dengan pria bernama Surya. Jangankan berhadapan, mendengar namanya disebut saja sudah membuat Lala tersenyum sendiri dan salah tingkah seperti orang gila. Klise memang, namun inilah kisah Lala mengejar cintanya disemester akhir.
"Gue harus dapat nilai sempurna di kelas Pak Surya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasal Surya | DAY6
RomanceBaru pertama kali dalam seumur hidup Lala menyesal untuk menjadi seorang mahasiswa yang rajin. Pasalnya, Lala jatuh cinta kepada asisten dosen baru yang menggantikan Pak Jainudin selama sibuk menjadi dekan. Asisten dosen itu bernama Surya, dan meng...