Baru pertama kali dalam seumur hidup Lala menyesal untuk menjadi seorang mahasiswa yang rajin. Pasalnya, Lala jatuh cinta kepada asisten dosen baru yang menggantikan Pak Jainudin selama sibuk menjadi dekan.
Asisten dosen itu bernama Surya, dan meng...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mahasiswa berhamburan keluar dari ruang kelas setelah matakuliah Hukum Perlindungan Konsumen selesai. Wajah mereka tampak lesu karena Ujian Akhir Semester sebentar lagi akan dilaksanakan. Selain itu mereka juga dibebani dengan tugas yang menumpuk dan latihan simulasi persidangan. Ternyata memang melelahkan menjadi mahasiswa tingkat akhir.
"La." Panggil Davin pada gadis yang baru saja akan memasang earphone.
"Apa?" Respon Lala sungguh tidak ramah padahal mereka tidak sedang bertengkar.
Davin agak memundurkan kepala ketika mendengar dan melihat respon dari Lala. "Lo stres nggak sih mau ujian?"
Lala memiringkan kepala dan tak percaya dengan pertanyaan Davin. Siapa yang tidak stres bahkan tidak panik ketika mereka harus memastikan lulus ujian di semester tujuh? Nilai yang buruk bisa mempengaruhi waktu kelulusan mereka. Dimana jika mereka tidak lulus ujian, mereka harus mengulang matakuliah tersebut dan berlangsung ketika wisuda gelombang pertama pada angkatan mereka dilaksanakan.
"Lebih baik lo tanya gue udah makan atau belum. Meskipun terdengar geli di telinga gue, seenggaknya itu sebuah pertanyaan yang lo belum tau jawabannya apa." Lala malah memperkeruh suasana.
Davin mengacak gemas rambut milik Lala. "Aduh, kenapa sih lo sensi banget hari ini. Datang bulan lo?"
Lala menepis tangan Davin dari kepalanya. Ia sama sekali tidak merasa tertegun atau semacamnya dengan perilaku Davin yang makin hari sebenarnya mengalami perubahan kepada Lala. Gadis itu terlalu sibuk dengan dunianya sendiri. Lala malah semakin jengkel dengan Davin yang berusaha menggodanya.
"Galak banget lo sama gue." Ucap Davin tak percaya ketika tangannya ditepis oleh gadis disebelahnya.
"Serius lo protes gue galak sama lo? Sedangkan lo galak sama cewek-cewek diluar sana, Vin." Hujat Lala tak tanggung-tanggung.
Davin pusing sendiri dengan Lala yang memperumit segala urusan. Pada akhirnya ia hanya dapat menggaruk tengkuknya. Poin utama yang ada di pikirannya harus tetap disampaikan. Pilihan kata untuk basa-basi menjerumuskan gadis dihadapannya kehilangan minat untuk berbicara padanya. Hal itu terlihat dari Lala yang memalingkan wajah dan akan pergi meninggalkannya.
"Nonton, yuk. Di rumah lo aja. Nggak perlu di bioskop." Celetuk Davin akhirnya bisa mengucapkan kata-kata tersebut.
Lala menatap Davin keheranan. Disaat mahasiswa sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk ujian mereka, dengan santai Davin malah mengajaknya untuk menonton. Baru saja akan menyolot ke lawan bicaranya, pria itu malah menghentikan niatnya dengan menaruh jari telunjuk di depan bibirnya. Sungguh sangat menjijikan, pikir Lala. Mereka seperti sedang melakukan adegan romantis di sinetron Indonesia.
"Seenggaknya refreshing sebelum ujian lah, La." Saran Davin yang sebenarnya hanya modus belaka.
Lala mengiyakan karena sudah tidak minat memperpanjang perdebatan. "Siapa aja?"