# Bunga Mawar

508 79 5
                                    

"Gue nggak paham sama si Davin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gue nggak paham sama si Davin. Sumbu amarahnya pendek banget." Komentar Lia mengenai Davin yang marah-marah kepada sahabatnya.

Sewaktu kelas masih sepi, Lala menceritakan kejadian di Perpustakaan tempo hari pada Lia. Dengan totalitas, Lala menirukan semua kalimat yang dilontarkan oleh pria ganas itu yang membuat Lia menganga berkali-kali tak percaya. Davin memang pintar dalam segala matakuliah, namun mulutnya tidak pintar untuk menjaga perasaan lawan bicaranya.

Lala sudah tidak memusingkan perkara Davin di Perpustakaan. Ia sampai ketitik pasrah jika Davin kembali meledak-ledak hari ini karena Lala tidak meminta persetujuannya untuk memperbanyak salinan naskah yang akan dibagikan kepada setiap pemeran. Lala juga sudah memutuskan tidak akan mencampuri urusan naskah, karena Davin yang lebih punya wewenang akan hal itu.

"Lo jangan diem aja, La. Lawan. Secara lo yang langsung ditunjuk sama Pak Surya untuk jadi Sutradara." Tegas Lia seakan Lala tidak tahu harus berbuat apa.

"Gue nggak mau dia kerepotan sendiri sih, tadinya." Lala membenarkan poninya disela-sela pembicaraan. "Pas di resto tuh dia mendadak jinak, Li. Percaya, deh."

Lia menatap iba kepada Lala. Kadang orang pintar bisa bertindak sebodoh ini juga ternyata. Seperti Lala yang masih bisa merasa kasihan kepada Davin yang kelakuannya bisa membuat orang lain tak nyaman.

"Ternyata inisiatif lo bisa jadi boomerang buat diri lo sendiri, ya."

"Lo muji gue?" Tanya Lala yang tidak terima dengan sindiran yang dilayangkan Lia.

Yang ditanya memilih untuk tidak menjawab. Lia lebih memilih untuk menenggelamkan dirinya dengan benda kotak yang selalu ia bawa kemana-mana sebagai alat mata pencahariannya, ponsel.

Lala mengetuk-ngetukan jarinya diatas tumpukan salinan naskah adegan pertama. Masih setengah jam lagi menuju matakuliah Simulasi Proses Peradilan. Ia memejamkan matanya, berusaha memutar otak bagaimana cara mengkordinir para mahasiswa agar latihan dengan tertib.

Matakuliah ini sangat berarti baginya. Bukan karena ia menyukai asisten dosennya saja, tetapi bobot SKS yang tinggi bisa menyebabkan dirinya was-was. Jika simulasi ini berjalan sebagaimana mestinya, IPK-nya bisa mencapai tabungan cumlaude ketika lulus nanti. Jika mereka gagal menampilkan simulasi dengan baik, IPK-nya bisa turun drastis.

Dalam hal belajar, Lala memang bisa dikatakan jago dalam hal tersebut. Tapi matakuliah ini berbeda dengan matakuliah lain yang biasanya dinilai per-individu. Matakuliah Simulasi Proses Peradilan ini dinilai berdasarkan kerjasama tim yang membuat penampilan akan sukses pada akhirnya.

Lala mungkin bisa mengkordinir mahasiswa dalam kelasnya. Yang menjadi hambatan justru partner-nya. Partner yang seharusnya menjadi tempat sharing, atau tempat mendiskusikan keputusan yang akan diambil ketika simulasi ini terjadi masalah.

Pasal Surya | DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang