35. Jawaban

1.2K 80 13
                                    

Masih aman buat lanjut baca sampe ending?

***

Catur berjalan dengan langkah tenang, tas hitamnya tercangklong asal. Pagi ini penampilannya sedikit berantakan. Catur tidak memakai dasi yang biasanya ia paling–tidak–bisa kalau benda itu tidak melekat. Seragamnya sedikit lusuh, rambutnya dibiarkan acak walau demikian auranya tetap memesona.

"Pagi kak, Catur."

"Hai kak ..."

"Pagi Tur ..."

Sapaan-sapaan seperti itu biasa menguar, biasanya Catur akan merespon dengan anggukan disertai senyuman khasnya. Tak jarang ia akan melambaikan tangan dengan ceria. Pagi ini ia tidak seceria biasanya.

"Tur!" panggilan itu menghentikan langkah Catur. Cowok jangkung itu menoleh.

"Gue mau ngomong, yang kemarin itu ... cewek lo kenapa sih? Sumpah gue emang gedeg, makanya gue cekik dia, sori banget, tapi gue kayak gitu juga sebabnya cewek lo aneh."

Catur menghela napas, sejujurnya ia juga bingung. Catur masih belum mendapatkan jawaban atas perubahan sikap Kanaya.

"Iya nggak pa-pa, tapi kalau boleh tahu, sebelumnya dia apain lo?" tanyanya.

"Dia nggak ngapa-ngapain, tiba-tiba dia ke kelas gue terus bilang makasih, kan aneh. Emang gue ngapain, gue aja liat dia ogah, terus dia bersikap seolah-olah gue habis bantuin dia, sinting kan?" Cecil mengibas rambutnya. Ia kesal mengingat wajah Kanaya kemarin yang super tenang.

"Naya bilang makasih? Untuk apa?" ujar Catur.

"Nah itu untuk apa?! GUE NGGAK NGERTI CATUR ..." cecar Cecil.

"Cuma bilang itu?"

"Nggak, dia bilang makasih katanya gue udah selamatin dia, gara-gara gue dia jadi nggak kehilangan keperawanannya, coba? Sinting kan? Dia ngelantur."

"Naya bilang gitu?" Cecil mengangguk.

"Ada lagi?"

"Nggak sih, itu aja."

"Ok. Gue duluan, makasih infonya."

"Lah? Eh itu cewek lo gila apa gimana? Gue jadi kepikiran kalau dia sakit jiwa."

Catur mencerna ucapan-ucapan Cecil mengenai Kanaya. Hal itu menambah tugas untuk otaknya, berpikir keras mengapa Kanaya bersikap demikian. Seingat Catur, obrolan telpon sore itu baik-baik saja. Memang Catur sedikit kesal atas pertanyaan-pertanyaan Kanaya. Tapi mungkin karena itu Kanaya berubah. Catur tidak habis pikir, kesalahan apa yang membuatnya di jauhi Kanaya.

Tujuan Catur berikutnya kelas Kanaya, hari ini dan seterusnya ia tidak akan melihat paras menggemaskan gadisnya. Catur tidak akan mendapat pujian menggetarkan hati seperti biasanya, ini sulit bagi Catur. Ia terbiasa dengan adanya Kanaya. Tapi demi kebaikan gadisnya, Catur tetap mendukung keputusan homeschooling itu.

Asal Kanaya baik-baik saja.

Catur berdiri di ambang pintu, kelas Kanaya sudah cukup ramai. Lantas ia mengedar pandangan mencari Cindy, Wenda, Bimo dan Wildan. Mereka tidak ada.

"Pagi kak, nyari siapa? Naya ya? Dia kan homeschooling." tuturnya. Catur membaca nametag gadis itu. Suci Amalia.

"Iya saya tau, temen-temen Naya pada kemana?" sahut Catur.

"Oh ... itu, Cindy sama Wenda ya? Belum berangkat kak." jawabnya.

"Kemarin Naya masuk kelas kan?" tanya Catur.

DIA, CATURKU [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang