Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Begitu Catur pulang, Kanaya lantas menaiki anak tangga dengan langkah gontai. Ia tidak bersemangat lagi untuk melanjutkan menonton barbie.
Kanaya memilih merebahkan tubuhnya, terlentang menatap langit-langit kamarnya. Sesekali ia meraba lehernya. Mengingat tanda di leher Cindy membuat Kanaya merasakan perih.
"Catur kapan ya cupang aku," tuturnya lirih.
Felisa, wanita setengah baya itu keluar dari kamarnya. Tatapannya nyalang menghampiri kamar putrinya.
"Kanaya! Mama dengar semuanya. Pokoknya besok kamu homeschooling. Mama nggak mau tahu!"
Kanaya terkinjat oleh suara keras mamanya. Bersamaan dengan hal itu, Felisa menarik lengan Kanaya dengan paksa untuk duduk di single sofanya.
"Mama kenapa sih?"
"Kamu nggak malu sama Catur? Kamu sadar tadi pertanyaan-pertanyaan kamu itu," Felisa memijat pelipisnya. "Nay, mama nggak nyangka. Kamu dapat pikiran kotor tentang keperawanan dari teman kamu sendiri. Ternyata anak mama berbahaya. Mama harus bilang ke papa soal ini. Mama nggak mau kamu rusak."
"Ma! Naya salah apa sih? Naya cuma nanya apa yang belum Naya tau." sahutnya dengan kesal.
"Kanaya, mama nggak tahu harus apa. Mama mau yang terbaik buat kamu, Nak. Mama takut kamu di perlakukan nggak baik. Kalau pacar kamu bukan Catur? Mama yakin kamu udah di apa-apain."
Kanaya tertunduk, diam dengan rasa bingung, sedih dan kesal menjadi satu.
Felisa menangkup pipi anak gadisnya. Wanita itu menangis. Berlutut di hadapan putrinya. Kanaya terpaku dengan kedua netra memburam.
"Salah Naya apa, ma?"
"Mama nggak tahu kenapa kamu bisa dapat teman seperti mereka. Mama nggak habis pikir, kamu sampai ucapin hal-hal yang nggak lazim. Mama bisa gila, Nay. Mama nggak mau anak kesayangan mama kenapa-napa. Naya sayang kan sama mama?"
Kanaya mengangguk, buliran bening itu terjatuh menghiasi pipi putihnya.
"Naya homeschooling ya?"
"Enggak mau, ma. Nanti Naya nggak punya teman. Naya bakalan kesepian. Naya pengin kayak anak sekolah pada umumnya. Naya nggak mau belajar sendiri di rumah." Kanaya memegang tangan yang mengusap pipinya. "Percaya sama Naya, Naya akan baik-baik aja."
"Nggak Nay. Mama nggak bisa tenang setelah mendengar semua obrolan kamu sama Catur. Mama nggak akan tenang biarin anak mama di pengaruhi hal-hal kotor sama temannya. Belum lagi kejadian kamu dilecehin sama anak sekolah lain. Kamu nggak tahy Nay, hati mama sakit. Mama nyaris gila waktu tahu kamu di perlakukan seperti itu."
Kanaya sesenggukan, begitupun mamanya. Keduanya sama-sama menangis dalam sesak.