47. Perkara

910 76 14
                                    

Suka yang gercep-gercep kan? Wkwk

Votenya juga harus gercep yaaa❤

Happy reading!

***


Pluk

Benda kecil, pipih nan memanjang itu terjatuh begitu saja setelah pemiliknya menelisik hasilnya. Dua garis merah.

Sontak, ia membuangnya. Tubuhnya merosot di lantai kamar mandi. Ia meringkuk memeluk kedua kakinya. Tepat di bawah guyuran shower. Tangisannya menggema. Menusuk hati dan pikirannya.

Ia menjerit sekuat tenaga. Menjambak rambutnya. Merasa frustasi. Hamil? Berkali-kali ia menggeleng menepis kenyataan yang ada.

Setelah puas dengan kesedihannya. Ia bangkit dari duduknya. Mengganti pakaiannya yang basah. Lalu bergegas pergi ke tempat yang semestinya ia tuju.

"Ajis!"

Digedornya pintu cokelat tua itu tanpa perasaan. Netranya sembab, air matanya setia mengalir sepanjang perjalanan tadi.

"Ajis! Keluar lo!" serunya.

Klek.

Pintu terbuka, menampilkan seorang cewek dengan dandanan sedikit menor. Cewek itu menatap bingung. Pasalnya yang datang adalah Cindy Aqeela. Dengan penampilan kacau disertai tangisan yang masih berderai.

"Lo siapa? Ajis mana?" tanya Cindy.

"Ajis? Itu dia lagi..." Cindy menubruk tubuh cewek itu. Menerobos masuk mencari keberadaan kekasihnya.

Cindy ternganga melihat Ajis tengah terkapar di ranjang tanpa sehelai pakaian. Cindy reflek lemas, terkulai di sisi ranjang. Memukuli dadanya yang terasa begitu sakit.

"Gue bodoh banget ... kenapa gue nggak berpikir lo bakalan kayak gini di belakang gue, Jis." Cindy menunduk.

"Lo pacarnya Ajis?" tanyanya.

Cindy mendongak dengan isakan tangis. "Lo siapa hah? Selingkuhannya Ajis? Pergi lo!" usirnya.

Cewek berpakaian nyentrik itu berjongkok, menepuk pipi Cindy pelan. Senyumnya menyungging meremehkan.

"Gue ke sini juga mau minta pertanggungjawaban ke Ajis. Gue hamil." cewek itu menunjukkan hasilnya. Cindy semakin terpukul. Ternyata bukan hanya dirinya?

"Lo juga?" tanyanya. "Tadi Ajis abis main sama tante-tante. Gue kasih dia obat tidur. Karena gue udah marah banget, gue berniat bunuh Ajis. Dia nggak mau tanggungjawab sama kehamilan gue."

Cindy mengepalkan kedua tangannya. Ia tidak akan bisa mengadu kehamilannya. Bagaimana ia bisa mengutarakan, sedangkan bukan hanya dirinya yang menjadi korban. Lebih dari satu. Yang tidak bisa Cindy sangka, Ajis sebejad itu. Selama ini Cindy terbutakan oleh cinta dan iming-iming belaka.

Cindy menarik diri dari kamar Ajis dengan langkah pelan. Ia memegangi dadanya yang bertalu-talu.

"Mama ... Cindy harus gimana?"

***

Ruang makan keluarga Panunggal terasa menghangat kembali setelah bertahun-tahun ibarat neraka. Panas dan selalu memicu keributan antara anak dan papanya.

Pagi ini mereka sarapan dengan wajah berseri-seri. Catur dan Tigo bersebelahan, mama dan papanya demikian.

"Besok kamu sekolah lagi, Tigo." ucap papanya.

DIA, CATURKU [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang