52. Terimakasih

905 77 5
                                    

Siapa yang nggak mau cerita ini ending?

Aku juga nggak mau ini end, tapi ... baca aja selagi masih terus update. Share ke temen-temen juga❤

***

Dua orang yang berdiri di ambang pintu itu terdiam dengan tatapan sendu. Bahkan salah satunya menangis menyaksikan Cindy dalam dekapan Tigo.

Kanaya, menatap Catur. Ia meminta persetujuan mendekati Cindy dari pancaran matanya. Catur menggeleng pelan, tidak ingin Kanaya merusak suasana itu. Catur ingin Tigo mengatur emosi diri yang melebur menjadi perhatian.

Kanaya digandeng keluar, duduk di sofa teras. Catur menangkup kedua pipi Kanaya. Gadis itu terisak-isak pilu. Melihat hal itu, Catur tersenyum gemas.

"Nggak boleh ganggu mereka." ucap Catur.

"Tapi aku pengin peluk Cindy juga, aku kangen sama Cindy." jawabnya dengan raut cemberut.

"Nanti ya," sahut Catur.

Kanaya semakin cemberut. Ia memalingkan wajahnya dari hadapan Catur. Cukup kesal lantaran rindunya terhadap Cindy harus di tunda.

"Kita liat snowa sama snowi yuk." ajak Catur.

"Siapa?" balas Kanaya bingung.

"Keponakan aku." ucap Catur.

"Ha?!" sergah Kanaya sontak berdiri dengan raut kaget. "Sejak kapan punya keponakan?"

Catur terkekeh. Ia menarik lengan Kanaya menuju halaman belakang. Di sana terdapat sebuah kandang tralis besi. Dua ekor anjing berwarna hitam dan putih dengan bulu lebat.

"Ini anak-anaknya Tigo, snowa sama snowi." ucap Catur.

Kanaya terpelongo. Ia menatap senang. Seperti menemukan mainan baru. Dengan senang hati ia menjulurkan tangannya, ingin menyentuh bulu itu seperti ia menyentuh kucing kesayangannya.

"No." tegur Catur menahan tangan Kanaya.

"Pengin elus-elus." ungkap Kanaya cemberut.

"Nanti digigit. Jangan ya." ujar Catur.

"Masa cuma liatin doang sih, aku kan suka sama yang putih ini, lucu. Harusnya bisa peluk." ungkapnya semakin suntuk.

"Jangan, itu punya Tigo. Pemiliknya aja nggak pernah sentuh, nggak diurus. Kemungkinan keduanya galak." jelas Catur.

"Oh gitu, terus tujuan Kak Tigo pelihara ini buat apa?" tanya Kanaya.

"Kurang tau, gabut doang kali." Catur menggaruk tengkuknya. Jujur, ia memang tidak tahu mengapa Tigo membeli dua anjing lucu itu, sedangkan ia sama sekali tidak memerhatikan layaknya hewan peliharaan yang dicintai majikannya.

"Ish! Kak Tigo nggak sayang binatang." Kanaya berucap kesal.

Catur tersenyum, ia menoleh ke arah Tigo dan Cindy yang terlihat akan bepergian. Kontan, ia menggandeng lengan Kanaya. Buru-buru menghampiri sebelum mereka pergi.

"Cindy!" pekik Kanaya.

Kanaya memeluk tubuh layu itu. Keduanya menangis haru. Cindy sudah tidak memiliki daya untuk banyak berucap. Namun hatinya melantunkan kata terimakasih untuk semua orang yang masih bertahan di sisinya, terutama Kanaya.

DIA, CATURKU [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang