49. Ups!

957 73 9
                                    

Hai!

Happy reading!

***

"Catur, jangan pulang dulu, aku pengin duduk." ucapnya lirih sembari mengeratkan genggamannya pada tangan Catur. Keduanya masih di depan rumah sakit.

"Oke, duduk dulu." Catur menggandeng Kanaya menuju kursi taman rumah sakit. Angin sore membuat hawa dingin menyelimuti. Catur masih memakai seragam sekolah. Kanaya memakai dress selutut berwarna kuning.

"Capek, hm?" tanya Catur memegang dagu Kanaya. Gadis itu mengangguk pelan. Namun juga menggeleng.

"Bukan capek, tapi tiba-tiba lemes aja. Gara-gara liat keadaan Cindy, aku kasian sama dia. Aku takut Cindy kenapa-napa." ungkap Kanaya sendu.

Catur mengusap kepala Kanaya. "Cindy akan baik-baik aja." ucapnya menenangkan.

"Nggak mungkin, kamu kan belum tahu keadaanya. Gimana bisa kamu bilang Cindy akan baik-baik aja?"

"Cindy bukan sosok yang lemah, Nay. Kamu harus percaya. Doakan yang terbaik." ujar Catur.

Kanaya menunduk lesu. Padahal seharusnya hari ini adalah hari bersenang-senangnya dengan Cindy dan Wenda. Gadis itu tetap mendukung kehamilan Cindy walaupun itu hasil dari perbuatan yang salah. Bahkan Wenda juga melarang keras Cindy melakukan aksi menggugurkan kandungan.

Semua itu tidak semudah membuang kotoran di tangan. Karena janin adalah gumpalan darah. Ia berada di dalam tubuh manusia. Jika seumuran Cindy menggugurkan kandungannya, kecil kemungkinan ia tidak mengalami apa-apa.

Akan ada hal-hal buruk seperti; diangkatnya rahim karena rusak. Atau bisa juga Cindy akan sulit memiliki anak di masa yang akan datang.

"Jadi, mau pulang atau kemana?" tanya Catur.

Kanaya menggeleng pelan, gadis itu menangis karena memikirkan nasib Cindy dan janin yang rentan akan keguguran. Dokter mengatakan, tidak akan bertahan lama karena Cindy sudah berusaha menggugurkan sendiri. Cepat atau lambat janin itu akan diangkat dari pada mati di rahimnya Cindy.

"Udah sore, aku juga belum pulang. Katanya minta di jemput. Terus tujuannya kamu nyuruh aku ke sini buat apa?" tanya Catur bersuara santai.

"Ya udah kamu pulang aja, aku mau di sini dulu. Maaf jadi merepotkanmu." ungkap Kanaya.

Catur menghela napas panjang. Ia menatap langit yang memancarkan sinar ketenangan, senja.

"Aku tunggu kamu. Nggak pa-pa nangis aja, kamu juga perlu hal itu karena Cindy sahabat kamu. Wajar kalau kamu terlalu khawatir." ujar Catur.

Kanaya berderai, ia memeluk Catur. Menumpahkan tangisannya begitu dalam. Tangan mungilnya mencengkram seragam Catur. Cowok itu mengusap punggung Kanaya untuk memberikan ketenangan.

"Cindy bakalan kehilangan calon bayinya."

Reaksi pertama yang diperlihatkan Catur adalah raut tegang. Pasalnya, ia tidak begitu tahu apa yang dialami Cindy. Mendengar ungkapan Kanaya, cowok itu syok. Jadi Cindy hamil?

"Tadi waktu aku samperin ke rumahnya, Cindy pendarahan banyak. Dia berusaha gugurin kandungannya." ucap Kanaya.

Tidak ada yang bisa Catur lakukan selain mendekap Kanaya. Menenangkan gadisnya dari rasa cemas yang berlebihan.

DIA, CATURKU [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang