44. Ternyata Trauma

1.1K 67 6
                                    

Kira-kira bakalan sampe berapa part ya? Mau di banyakan apa udahan aja?😁

Ada yang kangen Bang Tigo nggak ya haha.

***

Wildan dan Bimo berlarian di lorong SMA 79 mengejar Catur. Cowok tinggi tegap itu berjalan dengan langkah penuh wibawa. Keduanya menarik lengan Catur saat sudah berjarak dekat.

"Aelah Mas Catur, di panggilin nggak nyaut." gerutu Wildan dengan napas ngos-ngosan.

Catur menatap keduanya dengan pandangan datar. "Ada apa?"

"Itu, Mas, ada Naya tuh di depan gerbang. Katanya mau ngasih bekal buat Mas Catur." jawab Bimo.

Kening Catur berkerut ringan, lantas ia meninggalkan Bimo dan Wildan begitu saja.

"Makasih informasinya, Mas!" seloroh Wildan sedikit kesal.

"Untung ketos, mana ganteng, tajir, udahlah bebas bertindak suka-suka." ucap Bimo menatap kepergian Catur.

"Kebiasaan banget tuh Mas Catur." sahut Wildan.

Keduanya melangkah menuju kelas, begitu sampai di depan pintu, Bimo dan Wildan terbelalak dengan pemandangan yang tidak biasa. Keduanya sontak masuk dan memisahkan aksi Cindy dan Wenda.

"Woy! Lo berdua ngapain sih?!" sergah Bimo. "Pagi-pagi udah lomba tinju."

"Dia tuh yang mulai," sahut Cindy menatap Wenda dengan sorot tajam. "Gue nggak ngerti sama dia, gue cuma ajak dia ketemu Naya tadi di depan, dia malah ngamuk ke gue." jelas Cindy.

"Astaga, Wenda. Lo cewek apa bukan sih, bar-bar lo melebihi gue." tutur Bimo.

"Lo masih marah sama Naya?" tanya Wildan. Cowok itu memegang lengan Wenda. "Emang dia punya salah apa ke lo?"

Wenda mengatur napasnya, ia tidak menampik tangan Wildan. Enggan menatap mereka yang notabene teman kesehariannya.

"Samperin Naya yuk, keburu dia pulang." ajak Bimo.

Cindy dan Bimo bergegas pergi, lalu Wildan masih di tempatnya. Menatap Wenda intens. "Nggak ikut?"

"Nggak." jawabnya.

"Ck. Lo harus ikut." Wildan menarik lengan Wenda. Menyusul Bimo dan Cindy yang sudah berlalu. Wenda memberontak, namun Wildan tidak membiarkan cewek itu lolos.

***

Catur menghela napas begitu sampai di hadapan gadis berpakaian piyama motif kelinci. Cowok itu menatap gugup.

"Pagi, Catur. Maaf aku nggak bilang kamu dulu kalo mau ke sini, tadi ak—" ucapan Kanaya terhenti saat Catur mengusap puncak kepala dengan senyum yang terbit begitu tulus.

"Lain kali bilang," ungkap Catur.

"Niatnya bikin kejutan," sahut Kanaya.

"Gimana aku bisa tahu kamu ke sini kalau kamu nggak bilang dulu, tadi kalau Bimo sama Wildan nggak ngomong, aku juga nggak mungkin ada di sini samperin kamu." ucap Catur.

DIA, CATURKU [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang