37. Belum Terbiasa

1.2K 89 16
                                    

Happy reading! Makasih antusiasnya baca cerita ini ya❤❤

***

"Papa nggak tolongin Tigo? Biasanya papa bisa atasi masalah Tigo hanya dengan membayar mereka biar pada bungkam. Papa pengin Tigo masuk penjara?" ucapnya lirih. Tangannya menarik lengan kemeja yang di gulung sampai siku.

Menoleh. Pandangannya nyalang bak elang yang menerkam. Kedua tanganya terkepal dengan semburat merah menguar pada wajah putih bersihnya.

"Kayak gini kamu baru sadar, selama ini kamu buat ulah nggak pikirin papa sama mama. Giliran papa angkat tangan sama masalahmu, kamu berlagak jadi anak baik yang dijebak kejahatan. Papa nggak mau tolongin kamu lagi Tigo, papa udah capek!" cerocosnya sembari menepis tangan Tigo.

Tigo menghela napas lelah, ia menatap sepasang sepatunya. Arah hidupnya buntu, pikirannya selalu bersinggungan antara berbuat baik atau berbuat onar seperti biasanya. Saat ini Tigo dan papanya berada di kantor polisi guna penyelidikan kasus Tigo yang coba-coba memakai narkoba. Benar dan tidaknya pihak berwajib sedang menangani lebih lanjut.

"Papa beneran mau lepasin Tigo ke polisi?" sahutnya dengan raut tak berdosa.

"Nggak usah panggil papa-papa, sekarang aja kamu baru ingat keluarga, selama ini kamu kemana aja hah?!" Bagus naik pitam.

"Tigo kan anak cowok, pa. Tigo anak remaja, ya wajar kalau Tigo bandel." tuturnya.

"Bandel tahu aturan Tigo! Kamu ini udah kelewat batas, udah berapa kali papa ke kantor polisi, ke sekolah kamu, semua kenakalan kamu mempermalukan papa dan nyaris hancurin karir papa!" Bagus menunjuk wajah anak bungsunya dengan kilat amarah.

"Setiap anak kan beda-beda, pa. Papa pengin Tigo kayak Catur? Ya nggak akan bisa. Tigo punya dunia sendiri, andai papa menghargai dunia Tigo, pasti Tigo nggak akan sejauh ini, pa. Tigo juga capek kali di anggap beda, di pandang sebelah mata. Catur terus, Catur terus. Tigo anak pungut ya?" cetusnya dengan wajah datar namun tatapannya dalam. Tigo duduk sementara papanya berdiri. Terjadi saling pandang dengan pancaran api yang berbeda-beda.

"Kamu ini bicara apa, kapan papa beda-bedakan kalian? Selama ini papa anggap kalian sama. Karena itu papa percaya kamu bisa seperti kakakmu." selanya tak mau kalah.

"Justru itu pa, Tigo nggak suka papa anggap Tigo seperti Catur. Kita beda pa, Catur punya dunia baik versi dia, Tigo juga begitu." timpal Tigo.

"Masalahnya dunia kamu terlalu brutal, kamu jadi berandalan, malu-maluin keluarga, beban keluarga!" sentak Bagus.

Tigo berdesis, ia tersenyum kecut mendengar ungkapan papanya. "Ya udah terserah papa aja, lebih baik Tigo dipenjara, percuma hidup bareng kalian kalau masih dibeda-bedakan antara Tigo dan Catur. Tigo juga pengin di anggap baik sekalipun dunia Tigo buruk. Memangnya Tigo nggak ada hak buat nentuin masa depan Tigo sendiri?"

"Halah, bicara masa depan, sekarang kamu ingat baik-baik. Perempuan yang tadi datang bersama orangtuanya. Nangis-nangis karena kehamilannya, itu ulah kamu Tigo. Apa yang kamu harapkan di masa depan kalau kamu punya tanggungjawab atas kandungan perempuan itu. Pikirkan baik-baik!" tukas Bagus.

"Itu bukan murni ulah Tigo, yang hamili dia banyak, tapi dia cuma minta pertanggungjawaban ke Tigo." ujarnya tenang.

"Udah salah masih aja ngelak, kamu itu main-main sama masa depan, kamu merusak masa depan kamu sendiri, ngerti kamu?" Bagus menekan pelipis Tigo dengan jari telunjuknya.

DIA, CATURKU [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang