36. As You Wish...

1.3K 88 11
                                    

Setelah memungkas kalimatnya untuk Kanaya tadi pagi, Catur tidak ingin tahu menahu Kanaya akan pulang atau pergi kemana. Rasanya Catur lega saat bersikap egois seperti itu pada Kanaya.

Dengan rasa letih sepulang sekolah, Catur disuguhi perdebatan kedua orangtuanya. Ia berdiri di ambang pintu menyaksikan mereka saling berucap dengan otot-otot yang menonjol.

"Mama nggak mau berurusan sama sekolah Tigo, mama udah capek, pa!"

"Terus gimana? Tigo jadi buronan polisi juga sekolah. Anak itu nggak pernah berhenti mempermalukan keluarga."

"Papa tinggal bungkam mereka seperti biasanya, Tigo kan masih pelajar, mereka pasti memaklumi."

"Mama! Masalahnya Tigo itu udah berkali-kali buat onar, memangnya dibungkam sama uang bisa selesai gitu aja? Tigo diminta pertanggungjawaban ma, anak kamu itu hamilin adik kelasnya!"

"Ya itu bukan urusan mama! Papa urus masalah anak bajingan itu. Terserah papa mau gimana, pokoknya mama nggak mau ikut campur."

"Kalau begitu serahin Tigo ke polisi, biarin dia dipenjara buat tebus semua kesalahan dia, biar tahu rasa, memangnya mama doang yang pusing?"

"Mama nyaris gila gara-gara Tigo, mama nggak habis pikir sama anak itu."

Bisma menelpon pihak kepolisian, ia sudah angkat tangan untuk menjadi pelindung anaknya. Tigo bersalah, Tigo harus membayar kesalahan-kesalahannya.

"Pak, saya orangtua dari saudara Tigo Leonard Panunggal. Memberi izin bahkan membebaskan pihak anda untuk memperlakukan anak saya sebagaimana mestinya. Tigo berhak mendapat hukuman."

Catur lemas mendengarnya, perdebatan itu menguras tenaga serta pikiran. Tigo akan berakhir di penjara? Membayangkannya saja Catur tidak tega, tapi untuk mencegah hal itu ia tidak bisa. Kesalahan Tigo sangat banyak, termasuk melukai hatinya tentang Kanaya, gadis yang pernah Tigo jamah secara suka-suka.

Catur melenggang menuju kamarnya, mandi di bawah guyuran shower adalah mediasi untuk segala kerumitan pikirannya.

***

"Aden, permisi Den ... Ada tamu tuh, ibu sama bapak barusan pergi ke kantor polisi," ucap satpam rumah Catur. Ia mengetuk pintu kamar Catur.

"Ada apa pak?" sahutnya dengan wajah sayu, Catur tertidur setelah melakukan ritual mandi.

"Ada tamu tuh, nyari Den Catur sih, anu saya mau ke depan jadi buat jaga-jaga Aden temui tamunya di luar aja ya. Soalnya ibu lagi nggak ada."

"Oh iya pak, itu tamu saya?" sahut Catur.

"Iya Den, nyari Aden itu tuh."

"Ok, saya cuci muka dulu, kalau mau pergi sok aja Pak, nggak lama kan?"

"Nggak, wong cuma bayar kopi yang kemarin kok."

Catur mengangguk lantas mencuci muka dan bergegas menemui seseorang yang datang. Catur mengenakan kaus putih polos di padu celana boxer. Ia berdiri canggung saat sudah di teras rumahnya. Kanaya tengah duduk dengan memainkan kuku-kukunya.

"Khem, ada apa Nay?" Catur berdehem. Menggaruk tengkuknya. Dan duduk di kursi berbeda di sebelah Kanaya.

"Aku ganggu kamu ya?" tanyanya  berwajah muram.

DIA, CATURKU [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang