"Untuk kembali rasanya sakit, tapi kalau tidak kembali jauh lebih sakit. Mengapa memperbaiki menjadi part paling sulit di bagian ini?" — Kanaya Fradilla N.
"Nih, bengong mulu." botol air mineral itu diterima dengan gerakan lemas. Catur menatap sejenak siapa pelakunya yang selama beberapa hari ini selalu berada di dekatnya. Lantas, Catur menghela napas ringan. Kepalanya tertunduk kembali.
"Ujian udah selesai, gimana seminggu ini?" tanyanya.
"Not bad." jawab Catur praktis.
"Bukan ujiannya. Lo tahu maksud pertanyaan gue barusan." timpalnya.
Catur mengernyit. Ia terlihat bingung namun juga paham. Ragu akan jawabannya sendiri membuat Catur mengalihkan pembicaraannya.
"Pulang duluan ya. Gue mau ikut papa ke kantor." ujarnya.
"Lo pasti kepikiran terus sama Naya, kan? Seminggu lo nahan diri nggak kepo dengan keseharian dia. Hebat juga lo masih bisa tenang kayak gini." paparnya dengan senyum remeh.
"Semua ini juga karena lo, kata lo gue harus fokus sama ujian dan tujuan gue setelah ini. Memang kelihatannya tenang-tenang aja. Tapi isi kepala gue berisik, gue nyaris nggak bisa kendalikan diri gue selama seminggu ini."
"Tunggu apa lagi? Mungkin dengan melihatnya dari luar jendela bisa mengobati kerinduan lo." sahutnya.
Catur menatap kesal. Ia bangkit lantas mengabaikannya. Melenggang meninggalkan koridor yang seminggu ini menjadi tempat untuk berdiam diri sembari tenggelam dengan banyaknya buku-buku materi ujian.
Persetan dengan Tigo, dialah pelaku yang menjadikan Catur benar-benar melupakan Kanaya. Tapi percayalah, ia hanya berhenti mencari tahu keseharian Kanaya. Perihal isi hati dan kepala, masih tentang gadis itu.
"Samperin aja kalau emang lo kangen, tadi gue liat dia di depan perpus." ucapan itu diacuhkan oleh Catur. Cowok itu bergumam kesal lantaran adiknya menjadi protektif sekaligus posesif.
Langkah Catur mulai ragu, ia mengedar sekelilingnya. Saat ini ia berada di depan kelas Kanaya. Betapa rindunya ia mengintai gadis itu dari jendela. Memastikan baik-baik saja, memastikan gadis itu duduk dengan senyum keceriaan bersama temannya. Namun Catur juga ingin membiarkan Kanaya tenang. Ia mengikuti saran Tigo untuk tidak terlalu memerhatikan Kanaya.
Hari ini terasa sesak bagi Catur, kelas Kanaya sudah sepi. Tidak ada siapapun untuk sekadar ia tanyai perihal Kanaya.
"Dia di perpus." celetuknya.
Catur kontan menoleh. "Agil, gimana seminggu ini? Gampang kan ujiannya?"
Agil terkekeh. Ia menyugar rambutnya lantas mengacungkan jempolnya. "Lancar, Tur. Lo gimana? Enak nggak di ruangan 5?"
"Lumayan." jawab Catur seraya manggut-manggut.
"Dia sendirian, Tur. Hari-harinya dihabiskan dengan tumpukan buku. Gue yakin lo pasti kangen sama dia." ucap Agil.
"Lo selalu liat dia di perpus?" sahut Catur sendu.
"Iya, kebetulan ruangan gue kan nggak jauh dari perpus. Gue juga selalu ke sana buat nyari materi tambahan." jelas Agil.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIA, CATURKU [ON GOING]
Teen Fiction[CERITA INI MENGANDUNG UNSUR SEX EDUCATION] #2 - fiksiremaja [6/9/2021] #1 - catur [15/9/2021] #1- sexeducation [15/9/2021] #1 - bullying [20/11/2021] #2 - comeonrbc [15/9/2021] #3 - comeonrbc [16/9/2021] #1 - comeonrbc [18/9/2021] #7 - masasma [15...