41- Sebuah kenyataan

14.8K 1.1K 11
                                    

Ketika patah hati terhebat telah terlewatkan sudah saatnya dipertemukan dengan bahagia, bukan kembali dengan luka yang sama.
-Mas, dokter-




Setelah sampai dimobil keadaan masih sangat hening, belum ada kata yang keluar dari bibir keduanya suasana didalam mobil terasa lebih mencekam dari biasanya.

"O-obatin dulu lukanya mas," cicit kinara berusaha mencairkan suasana.

Revan menoleh kearah kinara. "Coba liat tangan kamu."

"Tangan aku ga papa kok, itu bibir--"
"Sini kinar," potong revan penuh penekanan.

Kinara mengulurkan tangannya pada revan, rahang lelaki itu kembali mengeras melihat memar berwarna merah ditangan sang istri.

"Ini ga papa, dikompres juga sembuh." Tukas kinara cepat.
"Maaf, saya telat datangnya kinar," lirih revan merasa bersalah. Tangannya merayap menyentuh lembut memar kinara.

"Udah ga usah dipikirin, mending obatin luka mas aja," ucap kinara kembali menarik tangannya.

"Sekali lagi dia macem-macem sama kamu, saya ga akan tinggal diam!" Ucap revan serius.
"Iyaaaa. Sekarang dimana p3k nya?" Tanya kinara berusaha mengalihkan topik.

Revan mengambil sesuatu di jok belakang kemudian memberikannya pada kinara. Dengan cepat kinara mulai mengeluarkan beberapa pertolongan pertama yang biasa ia gunakan untuk luka.

"Sini," ucap kinara menyuruh revan mendekatkan wajahnya.

Dengan ragu revan mendekatkan wajahnya dengan kinara.

"Aku mau nanya," ucap kinara seraya mulai mengobati ujung bibir revan.
"Apa?" Tanya revan

Kinara meneguk salivanya dengan susah payah, suara serak basah dari revan membuatnya hampir kelabakan dan tidak fokus terlebih ketika jaraknya kini hanya beberapa centi saja.

"Kalo dokter sakit siapa yang ngobatin?" Tanya kinara bercanda

"Kalo saya ya kamu, tapi kalo dokter lain ga tau." Ucap revan jujur. Kinara mengulum senyumannya tanpa sadar malah menekankan kapas ke luka revan dan membuat pria itu meringis sakit.

"Maaf maaf, abisnya mas gombal aku kan ga suka!" Ucap kinara cepat menutupi rona merah dikedua pipinya.

"Terus sukanya apa? Saya?" Balas revan cepat.

"Dih, nih obatin sendiri. Jadi dokter harus mandiri!" Ucap kinara seraya memberikan kotak p3k pada revan.

Revan menerima kotak p3k kecil itu kemudian mengembalikannya ke jok belakang.

"Kok ga diobatin?" Tanya kinara

"Ga papa. Abis ini kamu mau kemana? Biar saya antar," ucap revan

Kinara berpikir sejenak, "Pulang aja deh aku capek."

"Yakin?"

"Iya mas, lagian mau kemana coba siang-siang gini." Ucap kinara
"Okey, saya ada jadwal operasi sebentar lagi." Ucap revan kemudian menancap gas mobilnya membelah jalan raya kota bogor.

"Kamu ga mau beli makanan?" Tanya revan menawari

"Enggak deh, stok mie instan aku masih banyak banget." Alibi kinara, untuk memasukan sesuatu kedalam mulutnya benar-benar terasa sia-sia ia sedang tidak mood untuk saat ini.

Setelah perjalanan singkat akhirnya mereka telah sampai di apartemen.

"Kamu yakin ga mau jajan dulu?" Tanya revan
"Aku yakin mas, lagipula aku lagi ga mau makan apa-apa. Kalo aku mau juga pasti aku bilang kok," ucap kinara sedikit kesal

Mas Dokter! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang