42- Pengakuan

14.8K 1.1K 7
                                    

Setelah kepergian Fathur beberapa jam lalu, kinara langsung masuk kedalam kamar tanpa melakukan apa-apalagi. Air mata tidak henti-hentinya mengalir membasahi pipi kinara.

Rasa sesak dihatinya belum juga memudar ditambah lagi dengan pernyataan fathur yang membuatnya tambah sesak. Kinara takut, takut keluarganya tau dan akan kecewa padanya, kecewa pada kenyataan bahwa pernikahan yang telah dijalankan beberapa bulan ini sia-sia tiada makna.

"Kinar, kinara!"

"Kamu ada didalam?"

Ketukan pintu tidak henti-hentinya terdengar tapi kinara mengubris semua itu, rasa kecewa dan amarah membendung besar dihatinya sekarang.

"Kinar ayo keluar, saya bawa martabak kesukaan kamu." Sahut revan

"Kinar, kamu baik-baik aja?" Tanya revan dibalik pintu.

Revan khawatir keadaan kinara, tapi revan juga memiliki rasa penasaran pada segelas kopi hitam yang tergeletak diwastafel.

"Kina--"

Ceklek

Pintu terbuka menampilkan wajah kacau milik kinara, mata yang merah dan sebab juga rambut yang acak-acakan.

"Kam-kamu kenapa? Kinar, kamu nangis?" Tanya revan hendak menyentuh kinara namun secepat kilat kinara menepisnya dengan kasar.

"Ternyata mas lebih brengsek dari leon ya?" Tanya kinara dengan cairan bening kembali menetes dipipinya.

"Hah?"

"Mas lebih brengsek dari leon!" Ucap kinara penuh penekanan.

"Kinar, jelasin sama saya ada apa? Saya sama sekali ga ngerti kenapa kamu menyamakan saya dengan leon." Ucap revan jujur. Keadaan kacau kinara membuat ke khawatirannya bertambah tapi dengan ucapan kinara barusan membuatnya teralihkan.

"Kita pisah aja." Ucap kinara diringi isakan.

Bagaikan petir dimalam hari yang dingin dan terang benderang ini sesuatu secara mendadak menikam hati revan sekaligus.

"Kinar, jelasin sama saya ada apa? Jangan seperti ini ga semua masalah harus diselesaikan dengan perpisahan." Ucap revan bergetar. Tangannya kembali hendak menyentuh kinara namun layaknya rekaman ulang kinara kembali menepisnya.

Kinara menatap tajam kearah revan. "Mas bohong soal perasaan itu kan? Hubungan sama windi masih terjalinkan? Mas rela ninggalin aku di mall demi cewek itu, mas rela pulang malem demi cewek itu. Seharusnya aku sadar kalo mas sama aku ga akan pernah sama-sama, aku terlalu bego dan tersihir sama kegantengan dan omongan manis mas!"

Revan tetap berusaha tenang, ia tau permasalahannya sekarang. Revan menghembuskan nafasnya dengan gusar kemudian menatap kinara dengan lembut.

"Soal windi?"

"Bukan. Soal mas yang penuh dengan omong kosong ga bermutu!" Sarkas kinara tajam.

"Kinar dengarkan saya," ucap revan kembali menyentuh tangan kinara.

Kinara berusaha melepaskannya namun revan lebih dulu menguncinya.

"Lihat saya kinar," titah revan kemudian menarik dagu kinara agar menatapnya.

"Saya tidak pernah bohong soal perasaan saya, saya suka kamu. Saya sudah mulai melangkah kemasa depan bersama kamu tapi ga bisa bohong kalo memang bayang-bayang tentang masa lalu saya masih sering terbesit tapi--"

Kinara menepis tangan revan didagunya juga ditangannya.

"Dari awal aku udah bilang kita masih sama-sama tenggelam dimasa lalu, hati kita sama-sama hancur dan seharusnya kita ga usah paksain perasaan mas, Seharusnya perjodohan ini ga pernah ada!" Potong kinara dengan bentakan.

Mas Dokter! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang