****
Ketika semuanya hancur, ternyata kenyataan telah berubah. Ada mereka di sisiku.
****Dengan langkah pelan dua siswi itu berjalan dengan wajah tertunduk serta didampingi oleh kedua orangtuannya. Seluruh mata menatap pada dua pelaku pembullyan itu. Dhija dan Olya hanya dapat terdiam dengan kepala merunduk tidak memiliki keberqnian untuk mengangkat kepala.
Hari ini, mungkin keputusan akan diambil dan menetapkan hukuman apa yang akan diberikan pada dua gadis itu.
Sampai didekat kantor guru mata Dhija sempat melihat keberadaan Ikram namun lelaki itu memalingkan wajah bagai tidak ingin melihatnya. Kecemburuan telah membutakannya hingga melakukan apa yang serahusnya tidak dilakukan.
Setibanya di ruang guru sudah terlihat disana, Karen beserta Ayahnya, Josep dengan kedua orangtuanya dan jangan lupakan Auristela yang duduk tepat disamping Kakeknya.
Atmosfer ruangan itu otomatis berubah menjadi hening dan serius.
"Bagaimana mungkin sekolah sebagus SMA Indika ini tidak memperhatikan murid." Ujar perwira dengan dagu yang sedikit terangkat pertanda keanghukan.
"Ayah, semuanya bisa dibicarain baik-baik. Jangan terbawa emosi dan percaya sama anak SMA yang masih labil itu." Perkataan Jordi tentu dihadiahi senyum miring oleh Perwira. Lihatlah anaknya itu, masih saja mencari pembelaan untuk gadis yang berperan sebagai anaknya itu.
"Komite sekolah telah memutuskan bukan? Dengan segala bukti dan pengakuan dari dua siswi ini." Sontak saja Karen mengangkat kepalanya dan menatap Dhija juga Olya.
Tatapan tajam Karen layangkan pada kedua temannya itu. Bagaimana bisa mereka memberikan pangakuan dan pernyataan tanpa memberitahunya.
"Baik, saya telah memutuskan semuannya." Ujar komite sekolah yang langsung mendapat perhatian dari semua orang yang berada diruangan itu.
"Setelah melihat bukti dan mendengar langsung pengakuan dari siswa yang bersangkutan. Saya akan mengeluarkan ketiga siswi yang dapat dipastikan sebagai pelaku pembullyan."
Keadaan ruangan yang terasa serius itu menjadi tegang seketika.
"Keputusan telah mutlak agar tidak akan terjadi lagi kejadian yang sama dan memberi efek jera bagi pelaku."
Pandangan Auristela tentu saja mengarah pada Papa juga Karen. Jordi terlihat begitu tertekan akan keputasan itu. Ekpresi Jordi berbeda jauh dari Karen yang menatap Auristela dengan sangat tajam.
"Seperti yang Komite Sekolah katakan, ketiga siswi yang bersangkutan harus mengurus surat perpindahan hari ini." Ujar kepala sekolah yang berada disamping Komite Sekolah.
"Saya gak terima atas keputusan ini." Ujar Jordi dan langsung berdiri, berjalan menghampiri Auristela.
"Kenapa kamu sekejam ini pada Karen, dia saudari kamu Tela, apa salahnya?"
"Apa Papa masih gak percaya sama semua bukti itu, sesayang itu Papa sama Karen sampe-sampe terus mojokin Tela yang jelas-jepas korban disini." Auristela tidak dapat membendung air matanya lagi. Tetesan air mata jatuh dari kedua mata indah itu.
"Apa Papa masih gak sadar juga, Bunda Sarah udah ngaku sama perbuatannya dan Papa masih aja buta. Menutup mata dari apa yang seharusnya Papa liat."
"Tela gak pernah minta lebih tapi kali ini aja, Papa buka mata Papa. Papa liat Tela, apa yang Tela rasain selama ini,"
"Aku sampe benci sama tanggal lahir aku Pah, karena dihari itu Mama ninggalin kita. " Auristela berlari dari ruabg guru dengan air mata yang mengalir deras.
![](https://img.wattpad.com/cover/230745978-288-k88490.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AURISTELA (SELESAI)
Teen Fiction[REVISI] Mungkin tersenyum adalah hal tersulit yang tidak dapat dilakukan oleh seorang Auristela Chalondra. Tapi bagaimana jika takdir dengan senangnya mempermainkan perasaan Auristela. Membuatnya dapat tersenyum juga terluka secara bersamaan. Aur...