17. Disisi yang Berbeda

726 46 5
                                    

****
Masih dengan alasan yang sama, Nyaman. Menjadi titik balikku pada dirinya tanpa menatap perasaan lain.
****

Randu menatap Josep dengan sangat serius dan tampak angkuh. Josep sama sekali tidak berani untuk menatap balik kedua manik mata Randu.

"Udah ngomong apa aja dia?"

"Dipaksa katanya sih tapi entah kenapa gue ga percaya." ujar Stefen dengan tatapan janggalnya.

Randu beralih pada Josep yang masih tak ingin melihat kearahnaya.

"Jadi kenapa lo masuk ke geng konyol itu?" tanya Randu masih dengan menatap Josep.

"Sebenernya gue gak mau masuk tapi gue dipaksa Ndu, sumpah gue sama sekali ga ada niatan khianat dari Incursio." ujar Josep dengan nada bergetar, takut bercampur gugup.

"Kalo gitu siapa yang maksa lo?"

"Dia..." ujaran Josep terputus setelah melihat kesekeliling basecamp mata Josep Berubah menjadi terlihat panik.

"Gue gak bisa kasih tau."

Randu tersenyum miring lalu sedikit membukukan badannya kearah wajah Josep yang merunduk. Tangan Randu memegang dagu Josep dan menatap mata Josep.

Dengan gelagat aneh Josep terus mengalihkan pandangannya dari Randu. Pandangan Josep jatuh pada satu sosok yang terlihat di salah satu jendela.

Menggelengkan kepalanya kasar Josep lalu berkata. "Gue gak bisa ngomong Ndu, dia tau sesuatu dari gue yang orang lain gak tau," ujar Josep dengan cemas dan panik. Matanya terus menatap kearah belakang Randu.

"Banci lo! Mulai sekarang lo bukan anggota Incursio! Cabut lo dari sini! " ujar Randu dengan menghepas dagu Josep dengan kasar.

Josep terus melirik kearah jendela dibelakang sana seraya bergegas pergi. Entah apa yang ia takuti.

Farhan yang menyadari hal itu menoleh kebelakang dan mengernyit. Ada sebuah siluet yang berjalan dari dalam ruangan itu. Siapa kiranya yang ditakuti oleh Josep.

"Han nanti gue nginep rumah lo ye, mager pulang gue," ujar Tebe seraya memusatkan pamdangannya kearah mata Farhan tertuju.

"Woi! Liat apa sih lo?"

Farhan menoleh kearah Tebe dan mengangguk. "Ya udah, pada mau pulang kagak lo orang?" tanya Farhan pada ketiga temannya yang lain.

Stefen dan Ikram mengangguk bersamaan, "Nginep rumah lo ye kita juga," kata Stefen.

"Lo Ndu? Yok balik," ajak Farhan pada Randu.

"Gue mau anter Karen dulu nanti baru gue nyusul." Farhan mengerti dan mengajak ketiga temannya untuk bergegas berjalan kearah motor dan pulang.

Randu berjalan masuk kedalam basecamp dan memghampiri Karen yang sedang duduk di sofa.

Karen mengangkat kepalanya saat melihat sepasang kaki ada didepannya. Karen tersenyum tipis pada Randu lalu berdiri. Maju satu langkah dan dengan tiba-tiba Karen memuluk Randu dengan erat.

Randu yang tak menduga Karen akan memeluknya pun tersentak.

"Lo kenapa? Cerita sama gue," ujar Randu saat merasakan bajunya sedikit basah. Randu tahu jika Karen sedang menangis sekarang.

"Aku takut Ndu, kalo nanti mereka ngelakuin hal yang sama ke aku." ujar Karen dengan sesegukan. Randu mengelus rambut Karen dengan lembut dan sebelah tangannya menepuk punggung karen. Menenangkan perempuan yang ada di pelukannya.

"Mereka engga akan berani ngelakuin itu lagi, lo sekarang tenang aja ada gue yang bakal selalu ngelundungin lo," ucap Randu sembari melerai pelukan mereka dan menangkup pipi Karen dengan kedua telapak tangannya. Ibu jari Randu dengan lembut mengusap jejak air mata Karen yang tertinggal.

"Sekarang kita pulang ya, lo tenangin dulu diri lo, istirahat yang cukup." Karen mengangguk. Randu menggengam telapak tangan Karen dan berjalan keluar basecamp.

Diperjalan tak sama sekali Karen melepangskan pelukannya dari pinggang Randu. Karen memeluk dengan erat dan menyenderkan kepalanya pada punggung Randu. Sesekali Randu mengusap tangan Karen yang melingkar pada pinggangnya.

Randu memberhentikan motornya tepat didepan gerbang rumah Karen. Sekarang Karen dan Randu sedang berhadapan. Karen tersenyum, "Kamu gak akan tinggalin aku kan? Selalu ada buat aku." ujarnya sembari mendongakan kepalanya menatap mata Randu.

"Gak akan, lo percaya sama gue, gue bakal ada disisi lo." ujar Randu sembari mengelus puncak kepala Karen dan tersenyum. Randu menaiki kembali motornya dan meninggalkan Karen yang terus melambaikan tangannya.

****

"Besok kita ngerjain tugas dong rumah Stela, mantep bener," ujar Stefen dengan mengacungkan jempolnya.

Dengan kasar Farhan menepis ibu jari Stefen dan mendengus. "Mantep mantep palak lo!"

"Dih pikiran lo nyampe mana Han? Jauh nih pasti pemikiran lo."

Ikram tertawa dan menunjuk kearah wajah Farhan yang terlihat gelap. "Anjirr Han pikiran lo jauh gak nyampe otak gue," sambil tertawa kecil.

Tebe hanya membiarkan ketiga temannya dan membaca sebuah novel misteri kesukaannya. Lama ia membaca tiba-tiba ia mengingat sesuatu "Woi gue lupa!" ujar Tebe dengan suara naik beberapa oktaf.

"Woi Be! selo aja kali ga usah teriak," kata Ikram sembari memegang telingannya yang tepat berada disebelah Tebe.

"Jemuran gue woi, mampus gue kena marah emak gue besok!" ujarnya seraya mengacak rambutnya frustasi.

"fiks gue gak pulang besok, bisa panas telinga gue dengerin ocehan emak."

Serentak Farhan, Stefen, Ikram tertawa melihat dan juga mendengar apa yang baru dikatakan Tebe. Bahkan Stefen sampai terbahak sembari memegang perutnya.

"Astaga Tebe, jemuran emak lo lupain, parah lo." kata Stefen masih dengan tawa yang belum berhenti.

"Ah elah gegara masalah The Cruel nih."

"Emang ART lo kemana Be, sampe lo harus angkat jemuran," tanya Farhan.

"Cuti, lagi hamil gede."

"Oh iya udah gede tu kandungan berapa bulan emang?" ujar Ikram yang tidak dapat berpikir dengan logikanya. Setahu Ikram ART Tebe baru saja hamil beberapa bulan yang lalu.

"Empat bulanan paling, kembar sih kata emak gue."

"Waduh pantess," ucap Stefen dan Ikram bersamaan.

Farhan berjalan kearah nakas kamarnya sembari melihat jam, "Lama amat si Randu nganter Karen udah jam segini."

"Palingan di lambatin tuh dijalan biar uwu." kata Ikram yang menerawang jauh membayangkan ke uwu Randu juga Karen.

"Gak ada obat kalo udah pacaran pasti kena penyakit bucin!" ujar Stefen dengan merebahkan dirinya pada karpet yang ada dikamar Farhan.

Tebe terus saja terlihat tak tenang dan terus melihat kearah handphone-nya sembari menarik rambutnya kasar. Sekarang yang ada dipikirannya adalah Bundanya yang pasti akan terus mengoceh saat ia tiba dirumah.

"Uring-uringan banget lo, takut bener di ocehin kayanya." kata Ikram yang memandang aneh kearah Tebe.

"Udahlah Be besok itu pas lo pulang dari rumah Stela lo bilang sama emak lo kalo lo ngerjain tugas, nah tu tugas susah bener sampe lo lupa ama jemuran dirumah." saran Stefen terdengar masuk akal dipikiran Tebe. Tebe mengangkat kepalanya dan menatap Stefen.

"Beh, saran lo gue terima."

"Stefen Aryan Firnanda yang ganteng serta pintar ini gak perlu lo raguin." ujar Stefen sembari mengangkat dagunya beberapa senti agar terlihat sombong.

Farhan sedang melihat handphone-nya dan ragu untuk mengirim pesan pada seseorang. Farhan beberapa hari ini sungguh sangat mempedulikan orang itu. Orang yang baru ia kenal lebih dalam dan ternyata memiliki banyak luka yang tak pernah ia bagi pada siapapun.

Lama berpikir akhirnya Farhan memutuskan untuk mengirim pesan itu dan kembali duduk bersama ketiga temannya.









See you guys!





NendyBudiman

AURISTELA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang