33. Sorry

644 40 8
                                    

****
Mulai mendekat, mulai memberi tanda akan membalas perasaan. Namun jangan terlalu berharap akan itu, waktu dapat merubah segala hal semaunya.
****

"Gue duluan ya Dhija, sorry gak bisa bareng lo," Olya melambaikan tangannya dan menutup jendela mobilnya.

Dhija terdiam di halte bus, bagaimana ia bisa pulang, baterai handphone miliknya habis. Seharian ini ia juga tidak pergi kekantin di karenakan lupa membawa uang. Dan sekarang, Olya pergi karena ada urusan keluarga mendadak.

Dhija menghela nafas panjang, apa ia sekarang harus berjalan kaki. Dengan cepat ia menggeleng, bisa patah kakinya jika berjalan dengan jarak yang sangat jauh.

Sebuah motor terhenti tepat di hadapannya. Tentu, ia tahu siapa pemilik motor itu. Dhija menatap lelaki yang telah turun dari motor itu dan berjalan kearahnya.

"Gue tebak lo lagi bingung mau gimana, lupa bawa uang lagi?" lelaki itu tersenyum. Dhija mendengus dan mengalihkan tatapannya.

"Gak usah peduliin gue, lo bisa pergi." Dhija sungguh tak bisa membohongi perasaannya sendiri. Ia masih sangat sayang dengan mantannya itu. Ikram Maulia.

Ikram duduk tepat disamping Dhija, "Udah lama banget ya gak duduk berdua sama kamu" lirih Ikram.

Dhija menoleh dan menatap Ikram begitu juga dengan Ikram. Ikram tersenyum dan mengacak rambut Dhija. "Ih kamu ni jahil banget!" ujar Dhija kesal.

"Tuh ngomong pake aku-kamu itu lebih nyaman kan, kaya kalo deket sama kamu rasanya nyaman dan gak mau ngelepasin."

"Dih, buaya banget tuh mulut."

"Aku manusia kali Yang bukan buaya," sontak Dhija menoleh dan memukul lengan Ikram kuat.

"Yang, Yang palak lo peyang!"

Ikram terkekeh, "Pukulan kamu masih sama rasanya, lembut."

"Ih kamu apaan sih," Dhija menundukan wajahnya, menyembunyikan wajahnya yang nampak memerah.

"Mana nih muka cantiknya kok di tutupin," Ikram menyingkap rambut Dhija yang menutupi wajah perempuan itu.

"Udah ah, pengin pulang," Dhija berdiri dari duduknya. Ikram dengan cepat menarik lengan Dhija dan membawanya naik keatas motornya.

"Ikram!" teriak Dhija. Ikram menatap wajah Dhija intens. Senyumnya timbul, tangan Ikram mengelus lembut wajah Dhija.

"Pulang bareng aku aja yah Yang, kangen banget sama kamu." Ikram menaiki motornya dan menyalakan mesin lalu melajukannya.

Jantung Dhija berdebar tak karuan. Dhija mengelus dadanya meredakan debaran yang juga tidak dapat terhenti. Perasaannya pada Ikram masih sama, tentu saja.

Dhija meletakan tanganya melingkari pinggang Ikram. Di peluknya erat lelaki yang telah berstatus sebagai mantannya itu di karenakan keputusan terburu yang ia putuskan sendiri.

Disenderkan Dhija kepalanya pada pundak tegap Ikram. Menutup mata dan merasakan debaran jantung yang mulai tenang. Rasa hangat mulai masuk dalam hatinya.

****

Farhan sampai tepat di depan apartemen Auristela. Jam telah menunjukan pukul tujuh malam. Farhan lama menunggu hingga ia memberanikan diri untuk memasuki apartemen itu.

Apartemen Auristela ternyata tidak tetkunci. Setelah mengucapkan salam Farhan masuk dan tatapannya mengelilingi apartemen itu mencari keberadaan sang pemilik.

"Stela.." ujar Farhan sedikit menaikan nada suaranya.

"Oh iya Han, gue di dapur!" seru Auristela dari arah dapur.

AURISTELA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang