****
Apa kamu pernah merasakan jatuh pada perasaan yang bertepuk sebelah tangan. Dan ketika kamu menyukai seseorang maka kamu akan terus mencintainya, hingga lupa bagaimana cara untuk pulang dari dari sakit.
****"Kita bukannya benci sama Stela Han, tapi dia salah dan dia gak ada niatan baik buat minta maaf. Dia harusnya sadar." Tebe dengan sedikit geram berujar.
"Lo juga liat sendiri, Stela yang nampar Karen Han, lo beneran Farhan bukan sih?" kali ini Stefen yang berbicara.
Mereka sedang berada pada taman SMA Indika. Ujian Akhir Semester telah usai. Jadwal mereka senggang. Terlihat banyak siswa siswi yang berkeliaran disekitar sekolah. Juga beberapa diantaranya sibuk dengan kegiatan masing-masing.
"Kenapa sih lu Han, selalu aja bela Stela?" tanya Ikram dengan menatap Farhan yang terus menerus mengatakan bahwa apa yang mereka liat tidak seperti apa yang terlihat.
Randu menghembuskan nafas berat, "Apa lagi, pasti ada rasa terselubung." dengan santai Randu berkata. Farhan menoleh dan menatap Randu dengan tajam. Lagi, nama perasaan terbawa dalam hal seperti ini.
"Iya, gue ikutin naluri gue sama perasaan gue. Lo semua bisa segini gak percayanya sama Stela itu karena lo orang gak tau kaya apa aslinya dia." Farhan menatap keempat sahabatnya itu. Namun, tidak seperti biasanya, tatapan itu bagai begitu mengintimidasi.
"Aslinya gimana? Dia udah yang kedua kalinya nampar Karen. Aslinya yang gimana maksud lo?" Randu berdiri dari duduknya dan mendekat kearah Farhan. Ditariknya kerah seragam Farhan hingga tubuh laki-laki itu sedikit terangkat.
"Dia yang salah dan lo masih bela kaya gini, sadar lo Han!" bentak Randu dengan mata memerah menahan amarah. Dihempaskannya kerah Farhan lalu berbalik dengan mengacak rambut frustasi.
Berdiri dari duduknya, Farhan berjalan kearah Randu. "Emang bener apa yang dilihat sediri gak bisa bohong Ran, tapi ini beda, lo gak tau apa yang sebenernya terjadi disana. Kesimpulan lo semua udah mendonkrin otak dan gak akan bisa dirubah."
Farhan pergi dari sana dengan berjalan santai. Meninggalakan ketermaguan keempat sahabatnya. Diantara mereka hanya Tebe yang terlihat berpikir dengan keras. Perkataan Farhan begitu menghantam pemikirannya. Tapi mata selalu benar dibanding telinga, bukan begitu?
****
Auristela melangkah keluar SMA Indika dengan earphone pada kedua telingannya. Sejak pagi, ia hanya beridam diri diperpustakaan. Menghabiskan waktu untuk membaca beberapa novel yang baru saja ditambahkan di sana. Sampai-sampai perempuan itu melupakan jam pulang.
Auristela duduk pada halte bus dan teeus bersenandung mengikuti irama lagu yang tengah ia dengar. Ia mengecek layar handphonenya dan mendapatu tanggal 14 Desember disana. Senyum senang itu muncul, tentu saja, malam ini akan menjadi indah.
Lama duduk disana, Auristela malah mendapati sebuah motor yang berhenti tepat dihadapannya. Perempuan itu tahu, siapa pemilik motor itu. Farhan Septalizen.
Melepaskan helm yang dikenakannya, Farhan tersenyum kearah Auristela yang tengah menatapnya dengan wajah datar yang sudah sangat sering ia lihat akhir-akhir ini.
"Yok, bareng gue pulangnya." tawar Farhan, yang dijawab gelengan kepala oleh Auristela. Laki-laki itu turun dan mengayunkan langkah ketempat dimana Auristela duduk.
"Masih aja nolak, mau sampe kapan. Gue tau, lo gak mau terlalu bergantung sama orang. Tapi, seharusnya gak untuk gue kan?" tidak ada jawaban sama sekali dari perempuan itu.
"Apa dibanding gue, Charles lebih baik?" perkataan Farhan langsung saja membuat perubahan ekspresi wajah yabg signifikan pada Auristela. Kedua bola matanya membeliak.
KAMU SEDANG MEMBACA
AURISTELA (SELESAI)
Novela Juvenil[REVISI] Mungkin tersenyum adalah hal tersulit yang tidak dapat dilakukan oleh seorang Auristela Chalondra. Tapi bagaimana jika takdir dengan senangnya mempermainkan perasaan Auristela. Membuatnya dapat tersenyum juga terluka secara bersamaan. Aur...