****
Semuanya runyam, semuanya hancur. Tapi mengapa, perasaan ini terus ada padahal aku telah bersusah payah menghilangkannya.
Auristela Chalondra
****Dengan langkah kecil Auristela memasuki kelas, lututnya masih terasa perih. Pundaknya juga masih terasa nyeri. Baru saja sampai dibangkunya, kursi itu telah tergeser lebih dulu. Auristela menatap siapa yang menarik kursi itu dan mendapati Randulah orangnya.
Tatapan tajam dengan sorot dingin itu kembali teelihat dengan begitu jelas, namun, itu sama sekali tidak berdampak bagi Auristela. Tatapan juga wajah yang sering kali Auristela pasang sekarang tidak akan ia lepas. Wajah datar dan tidak perduli dengan apapun, ia akan menjadi dirinya sendiri, yang seperti dulu. Datar dan tidak tersentuh.
"Mending lo duduk disana, cewek gue mau duduk disini." Randu mengalihkan pandangannya pada perempuan yang ada disampingnya. Auristela mengernyitkan dahinya.
"Ini bangku gue, jadi, lo gak berhak ngatur gue duduk dimana." Auristela berjalan menuju bangkunya dan dengan cepat dicekal oleh Randu.
Dan cekalan itu berdampak kuat pada pundak sebelah kanan Auristela yang memar. Auristela sedikit mendesis merasakan pundaknya yang sangat terasa sakit kali ini.
"Tapi, lo gak bisa bantah kemauan gue." ujar Randu.
"Kenapa gak bisa? Lo siapa? Apa pengaruh lo disini?" lagi-agi perkataan Auristela meluncur dengan ringan. Randu menggeram kesal dan sedikit mendorong Auristela, keseimbangan Auristela yang tidak stabil akibat lututnya yang masih terasa perih pun hampir terjatuh. Tapi, sebelum perempuan itu kembali terjatuh sebuah tangan telah menarik tubuhnya hingga kembali berdiri tegak. Dengan posisi dirinya bagai memeluk sang penolong.
"Lo gak kenapa-napa?" suara lembut itu begitu membuat Auristela tenang, Farhan Septalizen, satu-satunya orang yang bisa ia percaya kali ini.
Auristela hanya menganggukan kepala dan sedikut membuat jarak antaranya juga Farhan.
"Thanks." Auristela mematap Farhan yang sedang menatap kearah lain.
"Lo tau Ran, semua akan terang pada saatnya. Dimana lo bisa liat, siapa yang baik dan siapa yang buruk."
"Farhan.. Farhan, lo kenapa bisa segitu belain dia sih, lo liat sendiri kemaren. Dia, nampar Karen." dengan melayangkan tatapan tajam ada Auristela, lelaki itu berkata sinis.
"Udah Ndu, aku gak kenapa-napa kok. Dia cuma gak bisa kontrol emosi kemaren." Karen menatap Randu dan sedikit mengelus pundak lelaki itu.
"Tapi ini yang kedua kalinya Ren. Dan dia gak ada itukad baik buat minta maaf," ucapan Randu terjeda dan menatap Auristela.
"Apa susahnya minta maaf ke saudara sendiri walau tiri. Ini bukan kisah Cinderella kaya didongeng anak kecil, gak usah kekanakan." lanjut Randu dengan mata yang masuk terfokus pada mata bersorot tenang dihadapannya.
"Ndu, lo gak pernah liat apa yang sebenernya terjadi. Kenapa bisa lo nyimpulin hal yang bahkan lo gak tau. " Farhan terus saja mencoba meyakinkan sahabatnya itu. Dirinya salah dalam memahami situasi.
"Han, bukan Randu aja yang ngeliat semuanya. Kita juga dan lo juga liat kejadian kemaren." Ikram berkata dengan menggelengkan kepala.
"Stela, Stela emang nampar Karen sampe jatuh dan itu salah. Dimana Farhan yang selalu berpikir dengan realita." Tebe menimpali.
KAMU SEDANG MEMBACA
AURISTELA (SELESAI)
Teen Fiction[REVISI] Mungkin tersenyum adalah hal tersulit yang tidak dapat dilakukan oleh seorang Auristela Chalondra. Tapi bagaimana jika takdir dengan senangnya mempermainkan perasaan Auristela. Membuatnya dapat tersenyum juga terluka secara bersamaan. Aur...