****
Tidak ada yang dapat mengendalikan perasaan, walaupun itu diri mereka sendiri.
****Randu, Stefen, Ikram, Farhan juga Tebe telah berada dikantin siang ini. Jangan menanyakam dimana Auristela sekarang maka jawabannya, tentu saja ada di perpustakan. Bisa dibilang Auristela merupakan murid yang tekun, namun ketika ada acara seperti olimpiade Auristela selalu menolak jika ditawarkan untuk mengikuti perlombaan tersebut.
Dengan langkah riang, Karen berjalan menuju meja dimana Randu dan sahabat-sahabatnya telah duduki. Tentu saja ia tidak sendiri, Dhija dan Olya ada bersamanya.
"Hai, sorry ya lama soalnya tadi kita ke toilet dulu." ujar Karen dengan tersenyum lebar, dibalik senyuman itu terdapat sebuah seringaian.
"Gak apa-apa duduk sini," tutur Randu dengan mempersilahkan Karen untuk duduk disampingnya. Karen pun duduk disampuming Randu tanpa ragu.
Dhija juga Olya pun duduk dimana tempat terlihat renggang dan kosong. Dan kali ini Dhija duduk disamping Ikram. Olya langsung mengambil gerak cepat untuk tidak menduduki tepat kursi disebelah Ikram untuk diduduki oleh Dhija.
"Hai, mantan," sapa Ikram dengan tersenyum begitu manis. Yang hanya dibalas senyum kaku oleh Dhija.
"Gak kerasa ya bentar lagi udah ujian akhir semester ganjil, serasa baru sebulan gue sekolah." ujar Stefen dengan menerawang, ternyata hampir setengah tahun dan itu sama sekali tidak terasa.
"Iya jelas lo gak kerasa, kan lo kaga belajar," ujar Tebe dengan dibarengi kekehan Farhan.
"Wah sejak kapan lo berdua bisa sekompak ini," Tebe hanya mengangkat kedua bahunya acuh.
"Gak ada temen ya masnya" ujar Ikram.
"Eh badrul! Sok banget idup lo cuma gegara lo duduk disebelah mantan!" Ujar Stefen kesal, kenapa para sahabatnya itu hari ini begitu kompak untuk memojoknnya.
Sontak saja Ikram langsung menggengam telapak tangan Dhija dan mengangkat tangan mereka, memperlihatkan itu pada sahabat-sahabatnya. Lalu tanpa permisi Ikram menarik telapak tangan Dhija dan mencium punggung tangan perempuan itu. Dhija diam membatu.
"Modus banget lo!" ujar Stefen dengan mengangkat tinjunya.
"Iri bilang rempahan mie!" ujar Ikram dan menjulurkan lidahnya pada Stefen. Stefen berdecih dan memalingkan pandangan, namun sama saja, disebelahnya juga ada Randu juga Karen yang tengah mengobrol. Ada apa dengan hari ini, uwu fobianya langsung muncul. Stefen muak akan hal ini.
"Kamu tau gak Ndu, aku itu suka sama kamu dari kelas sepuluh," tutur Karen dengan tersenyum tipis.
Randu menatap mata Karen, "Oh ya, kenapa lo bisa suka sama gue?" tanya Randu yang sedikit terkejut mengenai fakta bahwa Karen menyukainya selama itu.
"Waktu kamu main basket dilapangan, itu pertama kali aku kenal siapa kamu," Karen tersenyum simpul.
"Maksud lo waktu gue pertama kali main basket dilapangan?" Karen mengangguk mantap. Randu tersenyum dan mengelus rambut Karen. Mungkin akan lebih baik jika dirinya terus ada disamping orang yang benar-benar menyukainya.
Randu pun tidak tahu akan kemana perasaannya saat ini, namun ketika mengingat tatapan kecewa Auristela saat di rooftop kala itu dan juga sikap Auristela yang begitu tertutup padanya. Membuat Randu yakin bahwa Auristela tidak merasakan hal yang sama seperti yang ia rasakan.
Randu sadar, sangat sadar, bahwa perasaan ini salah. Ketika ia telah memiliki kekasih namun ia menyukai perempuan lain. Seperti yang kalian tahu, tidak ada yang dapat mengendalikan perasaan, walaupun itu diri mereka sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
AURISTELA (SELESAI)
Teen Fiction[REVISI] Mungkin tersenyum adalah hal tersulit yang tidak dapat dilakukan oleh seorang Auristela Chalondra. Tapi bagaimana jika takdir dengan senangnya mempermainkan perasaan Auristela. Membuatnya dapat tersenyum juga terluka secara bersamaan. Aur...