****
I don't know how to handle my feelings.
-Randu Prangai Wangsyah
****
Kemarin Malam
"Ran, lu kagak mau buat apa-apa gitu buat nih masalah." ujar Stefen dengan nada frustasi, mengetahui apa sebenarnya masalah mereka dan siapa yang harus mereka hadapi terlalu riskan untuk dijelaskan. Randu terlihat menghela nafas lama lalu menghariknya kembali.
"Gue belum ada rencana apa-apa, pihak sekolah aja diem karena ini masalah tentang siswa yang punya koneksi kuat. So, gue gak tau harus kaya gimana." seperti yang kalian tahu, orang tua Karen memiliki koneksi yang besar begitu juga Dhija juga Olya.
"Tapi kita gak bisa biarin ini gitu aja, mereka harus dapet balesan buat semua yang mereka lakuin." Ikram geram, kelakuan yang sebegitu bejatnya tidak dapat dibiarkan begitu saja. Walau itu menyangkut seseorang yang masih ia harapkan kehadirannya.
Tebe berdiri dari duduknya, "Gue gak tau ya apa sebenernya yang bakal kejadian didepan kita, tapi, kita harus bisa buat mereka jera sejera-jeranya. Lo orang liat sendiri gimana perlakuan mereka ke Stela dan itu udah parah banget."
Farhan yang sedari tadi menutup matanya menghela nafasnya berat, menegakan tubuhnya lalu menatap ke-empat temennya yang terlihat begitu kebingungan di situasi yang memusingkan. "Gue yakin, Karen pasti gunain segala cara buat orang tuannya mihak dia. Dan balik lagi Stela jadi imbasnya."
"Gue gak yakin, Karen bakal kasih tau orang tuannya tau engga tentang video itu tapi yang pastinya itu gak mungkin. Satu-satunya cara ya kita yang kasih liat gimana pun caranya." Farhan bicara bagai mengetahui apa yang akan terjadi.
"Maksud lo Han?" tanya Randu.
"Besok pasti orang tua Karen dateng buat mengadili kenapa anaknya dibully hari ini, besok juga kita buat orang tuanya percaya, anak mereka gak sebaik yang mereka liat."
****
Tatapan Randu juga Auristela masih terkunci, bagai dunia terhenti beberapa saat untuk mereka saling bertukar pandangan. bagai dengan hanya saling berpandagan sudah dapat memperlihatkan apa yang mereka rasakan. Auristela mengalihkan pandangan terlebih dulu, tidak, ia sudah berjanji pada dirinya sendiri akan melupakan perasaan itu. tidak terjebak kembali dalam perasaan yang sama menyakitkannya.
"Gue mau balik." ujar Auristela lalu dengan semberono berdiri hingga kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh kalau saja Randu tidak sigap menggengam lengan Auristela. Lagi-lagi Auristela tertegun beberapa saat kala itu namun ia segera tersadar.
"Jangan pulang sendiri, gue anter aja giamana?" tawaran Randu tentu saja mengundang senyum dari ke-empat temannya.
"Uhuyy, pepet teruss." ejek Stefen.
"Apa lo?"
"Randu ada benernya Stela, lo balik sama Randu aja sekarang jangan pulang sendiri." Auristela menatap Farhan dengan dahi berkerut, apa-apaan.
"Engga deh, gue bisa telpon ichal aja nanti." ujar Auristela dengan sedikit segan.
Auristela mengeluarkan handphone-nya dari saku hendak mencari kontak sahabat masa kecilnya itu, Randu yang baru sadar akan gelang yang dikenakan Auristela tertegun. gelang dengan manik planet jupiter dan mars. Randu menarik lengan Auristela lalu menatap gelang yang terikat pada lengan gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AURISTELA (SELESAI)
Fiksi Remaja[REVISI] Mungkin tersenyum adalah hal tersulit yang tidak dapat dilakukan oleh seorang Auristela Chalondra. Tapi bagaimana jika takdir dengan senangnya mempermainkan perasaan Auristela. Membuatnya dapat tersenyum juga terluka secara bersamaan. Aur...