****
Diantara dua benua aku mengarungi dan mengikuti arah ombak, entah kemana ombak akan membawanya. Ingin rasanya aku mengayuhkan sampan ini ke arahmu namun rasa yang belum ku mengerti menghalangi.
****Keadaan kelas saat ini begitu tenang dengan guru matematika yang sedang menjelaskan beberapa rumus dipapan tulis. Bahkan, Stefen dan Ikram yang biasanya masih sering cekikikan dengan becandaan receh mereka terdiam. Perasaan dingin dan canggung masih meliputi mereka.
Sejak kata-kata terakhir Farhan yang langsung melangkahkan kakinya pergi dari kelas Karen tadi pagi. Bahkan Randu tadi sempat membeku ditempatnya dengan wajah yang tampak frustasi dengan kejadian itu.
Guru maematika keluar setelah bel berbunyi banyak siswa yang menghembuskan nafas lega dan mergangkan tubuh mereka. Farhan menoleh kebelakang dan mendapati Auristela sedang membereskan alat tulisnya, diketuknya meja Auristela dua kali. Auristela mengangkat kepalanya dan tersenyum tipis pada Farhan. "Kantin?" Tanya Farhan dan dianguki oleh Auristela.
"Gak ngajak kita lo Han, parah," sahut Ikram.
"Kayak biasa kita kantin bareng, eh gue lupa," ujar Farhan sembari menolehkan kepalanya pada Randu yang juga sedang memandangi handphonenya.
"Lo mau bareng kita apa cewek lo?" ujar Farhan dengan santai. Randu mengalihkan pandangan dari handphonenya dan menatap Farhan dengan kening berkerut.
"Nanya gue?" ucap Randu dengan muka cengonya. Kemana Randu dengan wajah arogannya sekarang ini bagai hilang digantikan dengan kepribadian yang lain, "Bukan, gue nanya tembok di belakang lo."
"Lo, udah maapin gue?" Tanya Randu lagi dengan ragu. Farhan masih sama ditempatnya dengan pandangan yang tak lepas dari wajah Randu.
"Gue gak dendaman kali Ndu, ya udah kalo lo gak ikut kita duluan." ujar Farhan dan hendak melangkahkan kakinya. Namun terhenti dan memandang kearah Randu.
"Gue ngerti lo lagi ditengah-tengah antara dua benua tapi jangan sangkut pautin sama gue," ujar Farhan disambut dengan tatapan bingung Randu. Farhan berlalu melangkahkan kakinya. Dengan cepat Randu berdiri dari duduknya dan berlari menghampiri teman-temannya. Dirangkulnya bahu Farhan dan tersenyum kearah Farhan.
"Kita jemput cewek gue dulu, oke," ujar Randu yang mendapatkan hembusan napas lesu dan tak bersamangat dari teman-temanya.
"Ya elah bentaran doang." dengan sedikit bersemangat Randu memukul lengan keempat temannya itu hingga sampai ia dihadapan Auristela. Randu hanya tersenyum dan mengangguk lalu menepuk bahu Auristela dengan ringan. Dan mendapat sorakan dari keempat temannya.
"Payah lo!" kata Stefen dengan mengacungkan jempolnya kebawah kearah Randu.
"Dia cewe kali Stef, ya kalik gue pukul, sinting lo!"
"Iye deh."
****
Randu membawakan mangkuk khusus dirinya juga Karen dengan senyum mengembang dan hanya tertuju kesatu arah. Karen. Auristela mencoba tegar dengan apa yang ia lihat dan mencoba menyadarkan dirinya bahwa ia dapat baik-baik saja. Semua masa sulit dapat ia lewati mengapa tidak dengan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
AURISTELA (SELESAI)
Teen Fiction[REVISI] Mungkin tersenyum adalah hal tersulit yang tidak dapat dilakukan oleh seorang Auristela Chalondra. Tapi bagaimana jika takdir dengan senangnya mempermainkan perasaan Auristela. Membuatnya dapat tersenyum juga terluka secara bersamaan. Aur...