20. Worst Day

665 42 5
                                    

****
Takdir mungkin mempertemukan raga namun tidak dengan rasa. Rasa mu ada padanya sedangkan rasaku mungkin takan pernah terbalas. Tidak ada yang bisa memastikan kapan rasa ini akan berakhir. Namun, aku akan berusaha untuk mengubur semuanya sedalam mungkin. Sampai tak terlihat.

****

Ruang tengah apartemen Auristela tampak berisik dengan ocehan dan bercandaan satu sama lain. Auristela hanya terdiam dan melihat tawa dan senyum dari orang-orang dihadapannya. Mereka duduk dengan banyak snack juga air mineral juga soda.

Dan dapat terlihat Randu dan Karen sedang saling menyuapkan snack dan tertawa bersama. Randu tampak berbeda saat bersama Karen. Mungkin seperti kebanyakan laki-laki di luaran sana jika sudah bersama orang yang special dapat berubah 180 derajat.

Auristela terus menatap kearah Randu yang tampak bahagia dengan orang lain. Hati Auristela terasa dicengkram dengan kuat melihat hal itu. Namun, entah mengapa mata Auristela tak pernah bisa lepas dari lelaki itu. Mengapa bukan dirinya yang ada disamping Randu? mengapa takdir harus mempertemukan Auristela bahkan mendekatkannya pada orang yang jelas-jelas tak pernah melihatnya lebih dari teman.

"Kapan mau mulai ngerjain tugasnya kalo pada sibuk masing-masing gini," ucap Auristela yang sedari diam. Semua pasang mata yang ada disana spontan menoleh kearahnya. Auristela menghela nafas lagi. Entah sudah keberapa kali ia menghembuskan nafas berat hari ini.

"Kalo gini jadinya mending lo semua pulang," ujar Auristela lagi dan tak mendapatkan respon apapun dari yang lainnya.

"Pada bisu? Apa tuli?" sarkas Auristela yang kesal tak mendapat respon apapun sejak tadi.

"Ya udah mulai sekarang aja yuk, keburu sore," ujar Farhan yang mengambil tasnya dan menyiapkan alat tulis juga bukunya. Begitu juga dengan yang lainnya. Farhan sekelompok dengan Tebe. Stefen sekelompok dengan Ikram dan Randu bersama Auristela.

"Stela kalo konflik bebas bisa dong kita masukin tawuran gitu," Tanya Ikram yang tampak sedang berpikir keras dengan kebiasaanya yaitu mengetukan pena pada kepalanya.

"Bisa, asalkan masalahnya jelas." jawab Auristela dan diangguki oleh Ikram lalu menyuruh Stefen untuk menulis kelanjutan drama mereka.

Auristela kembali fokus pada ceritanya dan tanpa ia sadari Randu terus menatap kearahnya. Auristela mengangkat kepalanya lalu menoleh kearah Randu. Randu yang salah tingkah karena tertangkap basah menatap Auristela hanya mengalihkan pandangannya dengan tangan menggaruk tengkuk leher yang tak gatal.

Auristela mengernyitkan dahinya. "Ada masukan Ndu?" Tanya Auristela kepada Randu. Randu mengela nafas lega dan menggelengkan kepalanya. "Gue bikin alurnya gini menurut lo gimana? Kalo ada masukan bilang aja sama gue," ujar Auristela lagi.

Randu mengambil buku Auristela dan membaca tulisan yang tertera disana. Randu mengernyitkan dahinya membaca tulisan tersebut. "Lo buat ini cerita? Mending konfliknya kita masukin dari keluarga tokoh kedua," saran Randu dan dianggukan oleh Auristela. Tanpa Randu sadari tanganya bergerak dan memegang beberapa helai rambut Auristela dan mengelusnya lembut.

Auristela yang merasakan itu menoleh kearah Randu. Pikiran Randu tengah berkelana saat ini. Inilah yang Randu benci pada dirinya. Saat ia bersama Auristela maka Randu rasanya sangat ingin terus bersama dengan Auristela dan terus berada disisi Auristela.

"Randu.." lirih Karen yang sedang berda disofa sembari memainkan hanphonenya. Randu menoleh dan mengangkat sebelah alisnya. "Aku laper, kalian pada gak laper apa?" Tanya Karen yang terdengar manja itu.

"Disini gak ada bahan makan, kalo mau makan delivery aja," ujar Auristela tanpa mengalihkan pandangan dari bukunya. "Nih Ndu lo lanjutin, bisa lo bawa pulang kerjain dirumah lo." Auristela meberikan buku tugasnya pada Randu dengan tatapan datar.

AURISTELA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang