11. Luka

882 52 2
                                    

****
Rasanya ingin saja diri ini mengilang. Tak pernah ada di dunia, tak mengenal dan merasakan rasa sakit. Apalagi merasakan penolakan oleh orang yang paling kita sayangi.
-Auristela Chalondra
****

Dengan mempertahankan wajah datar Auristela sama sekali tidak peduli dan tertarik dengan percakapan orang-orang dihadapannya saat ini. senyum Auristela sama sekali tak terlihat sejak tadi.

"Randu mau tambah?" Tanya Bunda Sarah menawarkan beberapa lauk.

"Ga usah tante, ini udah cukup," tolak Randu.

"Agak banyakan makannya juga gapapa."

"Ga tante, makasih."

"Nak Randu sekelas sama Karen?" Tanya Papa Jordi sambil menatap kearah Randu.

"Engga om, Randu IPA Karen kan IPS,"
Hanya itu dan semuanya kembali memakan makanan masing-masing. Auristela sejak tadi tidak mengeluarkan suara apapun. Auristela hanya makan dengan tenang. Auristela tahu, pasti sekarang Randu sedang bertanya-tanya mengapa ia ada disini.

"Tela mau tambah?" kata Bunda Sarah sambil tersenyum kearah Auristela. Tela. Panggilan itu sudah lama tidak di dengar oleh Auristela. Auristela menoleh dan menggeleng menjawab pertanyaan Bunda Sarah.

****

Acara makan malam telah selesai. Sangat terasa aura kecanggungan dan dingin diantara Auristela dan Papa Jordi. "Papa mau kamu tinggal disini," ucap Papa Jordi sambil menatap Auristela.

Auristela tersenyum miring mendengar penuturan Papanya itu "Saya punya rumah, dan untuk apa saya tinggal di rumah ini?" Randu menatap Auristela dengan heran. Mengapa Auristela berbicara begitu formal pada ayahnya sendiri.

"Saya Ayah kamu, saya berhak mengatur kamu!"

"Dari dulu pun anda tidak pernah menganggap saya anak, apa kata anda tadi 'saya ayah kamu'," sambil tertawa miris Auristela mengatakannya. Raut muka Papa Jordi berubah. Emosi.

"Tela kamu yang sopan dong kan lagi ada tamu!" kata Karen sambil menoleh kearah Randu.

Auristela tersenyum miring medengar itu. "Bukannya ini mau kamu, biar Randu liat secara langsung hubungan saya dan Papa. Dari pesan yang kamu kirim tadi pagi saya sangat ingin tau tumben sekali kalian mengajak saya makan malam bersama. Semuanya terjawab saat saya melihat dia disini," ucap Auristela dan menunjuk kearah Randu saat diakhir kalimatnya.

"Saya gak bodoh, kamu mau Randu tau semua tentang kita kan," Karen diam dan bingung harus menjawab apa.

"Oh, apa kamu ga suka kalo saya lebih dekat sama Randu dibanding kamu." lanjut Auristela. Baru kali ini Randu melihat ekspresi datar dan dingin Auristela secara bersamaan. Dan dapat Randu lihat dari mata Auristela memancarkan kesedihan yang dalam.

"DIAM!" ucap Papa Jordi sedikit membentak.

"Kenapa? Anda takut anak kesayangan anda ini terluka hanya karena perkataan saya tadi."

Keadaan tambah menegang saat Papa Jordi menapar pipi Auristela dengan cukup keras. Akibat tamparan itu Auristela tersungkur kelantai. Terdengar Auristela terkekeh kecil dan berdiri. Sedangkan Karen hanya memandangnya sinis dengan senyum miring.

"Sudah cukup lama anda tidak memukul saya, sama seperti dulu ini tidak terasa sakit sama sekali," ucap Auristela sambil menunjuk pipinya. Randu sangat terkejut dengan satu fakta itu. 'sudah cukup lama' apa Auristela sering dipukuli oleh ayahnya.

"Pa udah ya.." ucap Bunda Sarah melerai dan mencoba menenangkan.

"Gak apa-apa Bun, udah biasa," kata Auristela membuat Papanya menoleh kearah Auristela dan hendak memukulnya kembali tapi dengan cepat Auristela menahan lengan Papanya itu.

AURISTELA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang