****
Ikutin kata hati, dimana menyimpulkan tanpa tahu bagaimana dan apa yng terjadi akan berakhir pada pesenyesalan dan rasa bersalah.
****"Auristela!" teriak seorang lelaki dari arah belakang dan berjalan dengan langkah lebar.
Auristela menatap kearah belakang dan mendapati Randu juga Stefen, Ikram, Farhan juga Tebe disana. Auristela hanya dapat bersikap tengang dan raut wajah datar kali ini.
Randu telah sampai disana dan memapah Karen, "Gue tau, kalo lo lagi ada masalah keluarga yang rumit. Tapi biskan lo gak usah lampiasin itu ke Karen." ujar Randu dengan menatap mata dingin Auristela.
Sudut bibir sebelah kanan Auristela terangkat, tersenyum miring mendengar itu. Dengan wajah yang tetap datar juga mata yang memncarkan sorot dingin itu. Auristela mengangkat kedua bahunya enteng.
"Dari lo ngoceh ke gue, mending lo bawa pacar lo itu enyah dari depan gue," ujar Auristela.
"Dan gue mau ngomong ini udah lama banget ke lo Karen," ujar Auristela lalu maju melangkah, Randu langsung saja memundurkan tubuh Karen selangkah kebelakang. Memncoba melindungi kekasihnya itu, bagai Auristela adalah orang yang sangat berbahaya.
"Mending lo tanya sama Mama lo itu, dosa apa yang udah dibuat dan gak sadar sampe sekarang."
"Auristela jaga mulut lo!" teriak Karen dengan kesal mendengar Mamanya dihina.
"Kalo gue mau dia dihukum, udah dari dulu gue laporin dia ke polisi, tapi gue mau liat sejauh mana drama yang lagi dia mainin bakal berhenti,"
"Tapi gue liat sampe sekarang dia masih jadi sosok yang sama, pembohong yang pandai bersandiwara."
"Tela, please lo jangan hina Mama," ujar Karen dengan nada akan menangis dan benar saja setitik buliran jatuh pada wajah perempuan itu.
Auristela menganggukan kepala, "Bener ya kata orang, buah jatuh gak jauh dari pohonya. Lo persis sama kaya Mama lo."
"Auristela! Udah lah lo jangan mojokin Karen terus dong." ujar Dhija mulai membela Karen.
"Dhija bener Stela, lo jangan bikin dia down gitu. Gak baik," ujar Ikram.
"Gue gak tau masalah kalian gimana, tapi kata-kata lo gak seharusnya lo ucap dengan ringan gitu. Gak pantes." ujar Tebe.
"Stela lo yang tenang ya, kita selesain semuanya dengan baik-baik," Stefen mulai mendekati Auristela. Auristela mengangkat telapak tanganya. Memperingati Stefen untuk berhenti, jangan mendekatinya.
Kali ini, dapat Auristela simpulkan bahwa mereka semua yang ada disini berada di tempat yang berbeda darinya. Kesimpulan yang ada pada pikiran mereka adalah Auristela yang salah.
"Gak usah peduliin gue, mending lo semua bawa dia pergi berobat kek, kerumah sakit atau enggak. Gak usah perduliin gue," Auristela melangkahkan kakinya.
"Tapi disini lo harus minta maaf, lo salah kali ini." ujar Randu, Auristela menatap kearah mereka yang menganggukan kepala pertanda setuju.
"Kalian gak liat dari awal dan asal tuduh tersangka, cuma karena liat gue nampar dia."
"Ya iyalah, lo yang mukul Karen duluan kali. Jelas lo yang harus minta maaf," ujar Olya.
Auristela mengabaikan itu semua dan kembali melangkahkan kakinya. Semua orang yang ia anggap selama ini ada dipihaknya kali ini berputar arah.
"Emang keputusan kita buat temenan sama lo salah, gak seharusnya kita temenan sama lo," ujar Randu.
"Terserah! Gue gak perduli!" ujar Auristela dan melangkah menjauh. Kakinya mulai terasa lemas, pundaknya yang terasa nyeri mulai terasa menyakitkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AURISTELA (SELESAI)
Teen Fiction[REVISI] Mungkin tersenyum adalah hal tersulit yang tidak dapat dilakukan oleh seorang Auristela Chalondra. Tapi bagaimana jika takdir dengan senangnya mempermainkan perasaan Auristela. Membuatnya dapat tersenyum juga terluka secara bersamaan. Aur...