Hai Guys!Ini sebenernya Special part tapi gak jadi deh, hehe:)
Happy Reading!
****
Jika aku dapat membalikan waktu, maka disanalah aku berharap tak pernah datang pada dunia yang sangat terasa asing ini.
-Auristela Chalondra
****Auristela tengah merebahkan tubuhnya pada kasur. Rasanya sangat-sangat malas menggerakan tubuh. Auristela menghembuskan nafas berkali-kali akibat baru saja selesai membereskan apartemen. Bersih-bersih tentunya.
Hari sudah menampakan langit berwarna kejinggan. Auristela menatap langit-langit kamarnya. Sampai saat ini tak ada satupun orang yang mampu membuatnya terbuka. Sampai saat ini kesendirian yang masih ia rasakan. Rasanya hati ini memanglah telah terkunci untuk tidak dimasuki oleh orang lain.
Hanya satu orang yang dapat membuatnya membuka hati. Merasakan debaran jantung yang terasa tidak normal. Merasakan harinya akan jauh lebih baik. Merasakan dirinya akan jatuh lebih dalam.
Namun, orang itulah yang kali ini sangat terasa jauh darinya. Bagai tercapai namun tidak tergapai. Bahkan melihat senyum lelaki itu pada perempuan lain membuat hatinya hancur. Auristela tersenyum miris dalam hati. Lelaki itu telah di miliki orang lain, apa yang dapat ia harapkan.
Auristela memejamkan kedua kelopak matanya dan merasakan angin sore yang berhembus masuk kedalam kamarnya. Auristela merasa akan segera mendatangi seseorang yang begitu berharga baginya. Seseorang yang terus ada dalam hatinya.
"Jika aku dapat membalikan waktu, maka disanalah aku berharap tak pernah datang pada dunia yang sangat terasa begitu asing ini. Dunia yang bahkan memberi rasa sakit tanpa berniat menyembuhkan. Namun, begitulah hakikat dunia, tak adil."
Auristela menghembuskan nafas panjang dan beranjak dari tidurnya. Ditatapnya sebuah figura kecil yang menghiasi kamarnya sejak lama.
Auristela mengambil langkah dan menggapai figura itu. Diusapnya wajah perempuan paruh baya yang tersenyum begitu indah. Bagai tidak pernah merasakan sakit dan terus berbahagia.
"Kalo aja Auri bisa senyum kaya Mama pasti menyenangkan, kalo aja Mama gak pergi di hari dimana Auri lahir pasti Auri gak akan merasa rasa benci sedalam ini pada diri Auri, Mama bahagia kan disana. Auri juga sedang mencoba untuk tampak bahagia, tapi itu sulit, sangat sulit," gumam Auristela dan tanpa sadar buliran air telah jatuh tanpa permisi dari pelupuk matanya.
Auristela mengelap buliran air yang terjatuh pada pipinya. Lalu mencoba tersenyum dalam isak tangis. Senyum itu muncul juga tak meredakan air matanya yang terus menerus jatuh.
"Mama tau, Auri sudah merasakan apa yang orang sebut jatuh cinta," Auristela menjeda bicaranya dan tersenyum kecil.
"Tapi rasanya rasa itu sulit untuk Auri pertahankan, Auri menyerah. Auri bakal segera mengunjungi Mama ya, Mama pasti kangen sama Auri kan?" terbentuklah senyum yang nampak terlihat begitu tipis mencoba tegar dengan apa yang terjadi. Bahu juga dinding yang ia bangun dengan kokohnya tidak akan ia biarkan runtuh dengan mudahnya.
Auristela berjalan masuk kedalam kamar mandi dengan isakan yang tak terhenti. Diri Auristela luruh dan terisak tak ujung terhenti. Dengan membungkam mulut Auristela mencoba meredam isakannya. Auristela mencoba menekan juga memukul kecil dadanya yang terasa sesak. Auristela menggigit bibir bawahnya kencang, mengapa kali ini isakan ini bagai tak ingin terhenti.
Menangis sendirian, mencoba tersenyum dalam isakan telah menjadi sesuatu yang biasa bagi Auristela. Namun, kali ini bagai dirinya ingin mengeluarkan segala kesesakan dalam dadanya. Yang selama ini terus ingin mendobrak keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
AURISTELA (SELESAI)
Teen Fiction[REVISI] Mungkin tersenyum adalah hal tersulit yang tidak dapat dilakukan oleh seorang Auristela Chalondra. Tapi bagaimana jika takdir dengan senangnya mempermainkan perasaan Auristela. Membuatnya dapat tersenyum juga terluka secara bersamaan. Aur...