chapter 17: the princess [2024]

9.1K 2K 879
                                    

Hi, thanks for reading and giving feedback!Keep give me feedback by follow + vote + comment + share 💓

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hi, thanks for reading and giving feedback!
Keep give me feedback by follow + vote + comment + share 💓

©pinkishdelight
@pinkishbooks on Instagram
@pinkishdelight on twitter

*****















"Oke. Kalau kamu bersikeras," ujar Liv lirih setelah aku memaksanya mengungkap semua hal yang ia sembunyikan.

Dia meneteskan air mata ㅡmembuatku ingin menghapus air mata itu dan memeluknya. Tapi setelah semua kebohongan yang ia lakukan, sulit untuk menilai apakah dia benar-benar sedih atau cuma pengalihan supaya aku lemah. Oh, menyakitkan sekali rasanya tidak bisa mempercayai lagi seseorang yang pernah sangat kupercaya.

Ada suara benda bergerak di pinggiran karpet, ternyata Noel dan Leon yang mengintip dari balik nakas. Mata mereka berkilat dalam kegelapan. Menatap kami takut-takut seperti anak yang memergoki orang tuanya bertengkar. Biasanya kalau aku datang mereka langsung menyerbu, tapi sekarang tidak. Bahkan binatang pun bisa merasakan kalau situasi sedang tidak beres.




"Kali ini tolong jangan bohong lagi..." aku memohon dengan sangat putus asa. "Percuma kalau kamu akhirnya jawab tapi bohong."

"Terserah kamu mau percaya atau nggak, aku nggak bisa meyakinkan kamu kalau kamu sendiri nggak yakin," Liv tersenyum sambil mengusap air matanya dari pipi.

Ada benarnya juga. Tapi Liv tampak sama rapuhnya denganku saat ini. Kulitnya yang pucat jadi makin tampak pucat seperti kekurangan darah. Tetap saja, selalu ada kecurigaan dalam hatiku. Aku tidak boleh lengah lagi.

"Terakhir waktu kita pulang dari Geoje, kamu bilang mau kasih tau aku semuanya, nggak akan rahasia lagi. Tapi nyatanya apa? Kamu langsung ingkar janji. Sekarang aku jadi selalu curiga dan takut kamu bohong atau tiba-tiba pergi lagi," ucapku sejujurnya.

Dia mengangguk. "I know. Kepercayaan itu mahal harganya. Tapi sekarang aku janji nggak akan kabur atau bohong lagi, yang penting kamu juga janji jangan bertindak gegabah kayak tadi. Ya?"

"Assure me," aku menatapnya tajam dengan mata yang sakit karena bengkak dari bekas hantaman Herin sudah menjalar ke separuh mukaku.

Liv balas menatapku sejenak, kemudian matanya berpindah pada seragam polisi dan harness milik Alice yang masih lengkap dengan pisau, walkie talkie, pistol, dan borgolnya. Semua tergeletak di lengan sofa, pasti Alice belum sempat merapikan seragamnya karena baru pulang kerja. Tangan Liv terulur menarik borgol, kemudian ia memasang benda itu di tangan kirinya.


"Ini cukup?" tanya Liv sambil menguncikan pasangan borgol ke tanganku. "Cuma Alice yang tau kuncinya ada di mana. Selama tangan kita masih diborgol, aku nggak akan bisa kabur."

More Than FrenemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang