Sejak jauh hari sebenarnya perasaanku sudah tidak enak. Soalnya ini pertama kali aku bepergian sangat jauh tanpa pengawal. Bukannya aku sok kaya, tapi nyatanya aku memang kaya dan banyak hal tentang orang biasa yang tadinya aku tidak tahu. Misalnya sekarang, pertama kali naik pesawat biasa ㅡbukan private jet. Dan pertama kali juga penerbangan ditunda karena cuaca buruk.
Mark Lee menekuk wajahnya yang cemberut sejak berjam-jam yang lalu kami transit di Seattle. Aku mengerti perasaannya. Hari beranjak makin sore, harusnya kami bisa melewatkan christmas eve di Vancouver, tapi malah nasibnya tidak jelas begini di airport. Oh iya, aku hanya bersama Mark karena yang lain sudah berngkat duluan dua hari yang lalu. Dan sekarang yang bisa kulakukan hanya diam supaya tidak membuatnya makin bad mood.
"Hey, Liv, bangun," ujar Mark padaku yang menyandarkan kepala di pundaknya, padahal tidak tidur.
"Hm?" aku mendongak.
Mark merapikan rambutku yang kusut. "Bad news. Kayaknya kita baru bisa terbang lagi besok pagi."
"Ah? Ahㅡ yah, gimana lagi. Iya kan?" sahutku.
"Terpaksa tidur di airport, padahal ini christmas eve," kata Mark. "I'm so sorry."
"Kenapa harus di airport? Seattle pasti punya ribuan hotel," aku menertawakan pemikiran Mark yang konyol.
"Tapi ribuan hotel itu nggak mungkin ada yang kosong kalau musim liburan gini. Lagian kita nggak bisa jauh-jauh dari airport," ujarnya.
Ah bodoh, benar juga. Besok natal, hotel pasti penuh di saat-saat begini. Tapi kan aku Livia Byun. Tidak ada yang tidak mungkin. Aku tersenyum pada Mark setelah mendapat ide cemerlang.
"Gimana kalau sekarang cari makan dulu? Habis makan aku jamin udah ada hotel dan kita nggak perlu tidur di sini kayak orang susah," kutarik Mark dari kursi.
"Hah? Gimana maksudnya?" dia bingung.
"Udah, pokoknya semua beres."
"Ehㅡ Liv!"
Kuseret Mark keluar dari bandara sambil menelepon seseorang yang bisa diandalkan di saat-saat seperti ini. Tidak ada yang mustahil kalau kalian kaya, tinggal menelepon dan orang kepercayaanku bisa memastikan aku bisa tidur dengan nyaman malam ini. Sebelum itu, perutku sudah berontak kelaparan jadi kami masuk ke restoran Jepang untuk makan.
"Telepon siapa sih tadi? Kebiasaan pake bahasa alien," tanya Mark setelah kami selesai makan.
"Italian, Mark Lee," aku mengoreksi. "Kan aku udah bilang, biar semua aku yang urus. Nahㅡ kayaknya itu mobilnya?"
Mark celingukan. "Hah? Mobil apa?"
"Jemputan kita. Ayo, hotelnya udah ada."
Kami keluar dari restoran setelah membayar. Mark masih bingung dan menurut saja saat kuajak masuk ke mobil yang akan mengantar kami ke hotel. Supir ini bilang dia yang akan mengantar kami selama di Seattle. Kota ini ramai walaupun cuaca dingin bersalju. Setidaknya aku dan Mark tidak harus melewatkan christmas eve dengan terdampar di airport. Sekitar lima belas menit kemudian kami sudah diantar sampai depan sebuah pintu kamar hotel.
"Wow," ujar Mark begitu kami sudah di dalam. "Well... ini agak..."
"Akhirnya aku bisa manㅡ di..."
Kalimatku menggantung begitu melihat bagian dalam kamar hotel. Sebelumnya aku hanya minta yang penting bisa tidur dengan nyaman karena tahu sulit dapat penginapan. Tapi... kamar ini... Bagus sih, kasurnya tampak lebar dan empuk dengan taburan kelopak bunga, lilin aromaterapi, lampu remang-remang, kamar mandi berdinding kaca, bathub besar tidak jauh dari ranjang...
KAMU SEDANG MEMBACA
More Than Frenemy
Fanfiction[Frenemy vol. 2] "I still hate you. But I like you. I just do."