chapter 25: backstage [2024]

7.1K 1.3K 819
                                    

If life is a movie, then you're the best part

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

If life is a movie, then you're the best part.














*****






"Terserah anda, tapi menurut saya informasi sebesar itu lebih baik disimpan untuk senjata terakhir," ujar Red Hawk lalu menyesap kopinya setelah aku menceritakan rahasia kakek Byun yang tidak sengaja dibongkar Liv beberapa hari silam.

Kami membicarakan kakek Byun sambil duduk berhadapan di sebuah cafe kecil dekat apartemen Alice Kim. Liv sedang di sana minta bantuan Alice dan Jaemin memperbaiki skripsi-nya yang hampir selesai. Kali ini hampir selesai sungguhan, kok. Aku tahu kalian pasti bosan mendengar tentang Liv dan skripsinya. Percayalah, aku jauh lebih muak melihat tumpukan kertas revisi Liv.

Kapan sih dia lulus? Lama-lama aku kasihan melihatnya.




"Iya juga sih. Lebih baik sesuai rencana awal dulu, kalau persiapannya udah matang," aku mengangguk-angguk.

"Sangat matang. Semua persiapan sudah selesai. Tinggal menunggu waktu yang tepat," sahut Red percaya diri.

"Kalau lusa? Siap?"

"Livia Byun mau ke Roma lagi besok?"

"Nggak bilang mau ke mana, pokoknya besok pergi."

"Tapi pasti ke Roma, I guess. Dilihat dari antusias penonton, sepertinya Livia Byun memang sudah cukup lama rutin bernyanyi di pertunjukan bulanan itu."

"Aneh. Orang lain pasti pamer kalau punya kemampuan dan suara sebagus itu," decakku mengingat Liv menyanyikan Nessun Dorma.

"Well... mungkin Liv cuma mau bernyanyi kalau terpaksa. Mungkin ada kenangan buruk atau trauma di balik semua itu."

Aku mengernyit. Kenapa Red bisa berasumsi begitu? Seolah dia kenal dengan Liv sejak lama.
"Maksudnya Don sengaja biar Liv tertekan karena dipaksa melakukan sesuatu yang dia nggak suka?"

"Exactly. Dan entah apa yang diminta Livia Byun pada Don sebagai bayaran yang setimpal untuk bernyanyi penuh tekanan di atas panggung," angguk Red.

"Asshole. Dickhead," umpatku.

"Ass-how, dit-"

"H-heh Baby ngomong apa?!"

Dengan panik kubungkam mulut Baby yang sekarang bengong menatapku. Mata bulatnya mengerjap kebingungan sementara Red Hawk terbahak-bahak. Dia bahkan memegangi perut saking puasnya tertawa.

"Dad, ass-ho-" baru kulepas, mulut kecil itu minta dibungkam lagi.

"Baby! Nggak boleh ngomong gitu!" desisku.

More Than FrenemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang