chapter 20: complicated [2022]

27.1K 5.1K 1.5K
                                    

"Jae, aku nggak gila."

"Iya, aku tau. Makan dulu, habis itu minum obat. Suster bilang nanti ikatannya boleh dibuka kalau kamu nurut. Ayo, aaa~"

Jaehyun menyuapkan sendok berisi bubur ke mulutku lagi. Sejak bangun, kaki dan tanganku sudah diikat. Aku benci diperlakukan seperti orang sakit jiwa begini. Pagi-pagi Jaehyun sudah ke sini, memaksaku makan. Aku malu sekali, dia pasti menganggapku gila.

"Oh iya, Alice mana?" tanyaku sambil mengunyah.

"Dia harus kuliah, katanya. Kenapa? Nggak suka ya aku yang di sini?" kelakar Jaehyun.

"Bukan gitu... kamu kan sibuk."

"Nggak apa-apa, walaupun cuma sebentar yang penting bisa liat keadaan kamu. Aku kaget waktu orang-orang bilang kamu tiba-tiba masuk rumah sakit," kata Jaehyun sembari menyuapiku.

Aku menunduk malu. "Pasti makin kaget waktu liat ternyata sekarang aku gila. Iya kan?"

"No, Princess," gelengnya. "Kamu sakit, nanti juga sembuh. Asal mau makan dan minum obat pasti sebentar lagi sembuh. Nah, suapan terakhir. Ayo."

Hambar. Sesendok bubur terakhir yang masuk ke mulutku tetap tidak ada rasanya. Lagipula aku tidak lapar. Tidak jelas apa yang kuinginkan. Ingatanku juga agak kabur. Seingatku, tadi malam aku ingin mati tapi gagal gara-gara Mark. Sekarang perasaan itu sscara aneh mengambang. Aku merasa seperti 'dipaksa' tenang. Kedamaian palsu.

"Minum obat," Jaehyun menyodorkan tempat obat dan segelas air.

"Lepas dulu, please," aku memohon.

"Maaf, Liv, suster bilang aku nggak boleh lepas ikatan itu sebelum kamu minum obat," sahut Jaehyun.

"Kenapa? Aku kan udah mau makan, aku nggak bertingkah aneh? Aku nggak gila!" seruku.

"Ssst, jangan teriak-teriak. Diminum dulu obatnya, biar ikatan kamu bisa cepet dilepas. Ayo."

Demi kebebasan, aku menurut, menelan satu persatu obat yang disuapkan Jaehyun. Semua masuk ke mulutku dengan mudah. Kuharap setelah ini mereka tidak bohong dan benar-benar melepas ikatan di tangan dan kakiku.

Jaehyun menghela napas. Dia seperti menunggu reaksiku selama beberapa saat, kemudian akhirnya kedua tangannya terulur untuk membuka simpul-simpul yang mengikatku. Saat kedua tanganku sudah bebas, aku mulai menangis lagi.

"Hey, kenapa? Udah dilepas kan?" Jaehyun mengangkat wajahku yang menunduk.

"Obatnya tadi, aku tau itu semua obat apa," kutatap dia sambil terisak. "Mereka pikir aku gila."

"Jangan bilang gitu. Kamu mau sembuh kan? Udah, jangan nangis lagi. Ke mana Livia Byun yang kuat? Yang sekomplek takut semua?" kata Jaehyun, mengeluarkan sapu tangan dari sakunya.

"Thank you," aku menerima sapu tangan yang diacungkan Jaehyun untuk menyeka bekas air mata.

"Kenapa? Kalau boleh tau sih. Katanya sebelum kamu pingsan, Mark dari sana?" tanya Jaehyun.

"Yahㅡ ada sedikit masalah. Tapi nggak apa-apa, cuma lagi sensitif aja. Biasanya kalau mau menstruasi emang aku suka nggak enak badan," bohongku. "Aku pingsan waktu Mark udah pergi."

"Beneran? I can lend my arms, as a brother," tangan Jaehyun terulur padaku.

Selalu begini. Dia bisa tahu tiap aku dan Mark bertengkar sungguhan. Aku tidak ingin seolah membuat Jaehyun hanya sebagai tempat singgah, tapi dia yang menawarkan diri. Karena aku diam saja dia duduk di tepi kasur lalu menepuk-nepuk punggungku. 

More Than FrenemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang