"Perjodohan???"
"Iya. Perjodohan masal, kabarnya."
"Ck- pantesan. Dasar kuno. Kenapa nggak dia aja yang cari istri kaya?!'
"Ssst, jangan bilang begitu!"
Masa bodoh, aku tetap mengumpat dalam lima bahasa di depan Mossberg. Tentu saja nama asli lelaki seumuranku ini bukan Mossberg. Keluarga kami memang menyebut bawahan dengan nama-nama merek senjata. Saking rahasianya. Mereka sudah seperti badan intelegensi yang kalau mati demi atasannya tidak akan menyisakan jejak. Keren? Tidak juga. Kehidupan orang kaya kadang membuatku gila.
"Jadi, Mossberg, orang kaya brengsek macam apa yang jadi calon jodohku?" tanyaku dalam bahasa Spanyol karena Mossberg orang Barcelona.
"Ssst!" desis Mossberg sekali lagi karena aku terus bicara dengan kasar.
"Halah terserah lah! Siapa orangnya??" aku bertanya lagi dengan tak sabar.
"Keturunan ke-sebelas bos mafia di Milan," Mossberg menjawab setengah berbisik.
"Cih, nggak tertarik," decihku jengah. "Aku lebih suka orang Asia."
Lebih tepatnya orang Korea yang pernah tinggal di Vancouver, lahir bulan Agustus, suka makan semangka, inisialnya Mark Lee ㅡlanjutku dalam hati. Dipikir-pikir seumur hidup aku tidak pernah tertarik pada perempuan, atau laki-laki. Cuma pada Mark.
Kurasa Mossberg sudah tahu sih. Dia salah satu tim keamanan inti keluarga kami yang tidak terlalu menyebalkan, makanya kami lumayan akrab.
"VIP pasti senang kalau kamu pulang ke rumah besar," ujar Mossberg. Yang dia maksud dengan VIP adalah Very Important Person alias kakekku si tua bangka menyebalkan.
"Never," gelengku. "Bilang dia, aku nggak takut. Sekarang aku juga kaya, nggak susah sewa banyak orang buat menjaga orang-orang yang aku sayang."
"Tapiㅡ"
"Ishㅡ suasana hatiku jadi jelek. Aku pergi dulu, mau pacaran."
Tanpa menunggu tanggapan Mossberg, aku bangkit dari kursi cafe tua ini. Entah berapa harga dua cangkir kopi yang dipesan Mossberg, tapi sebagai orang yang bertanggung jawab sudah kutinggalkan uang 100000 won di atas meja sebelum pergi. Semoga sih cukup, cafenya jelek begini.
Mossberg dan semua orang di rumah besar sudah biasa dengan kelakuanku yang kasar dan menyebalkan, jadi tentu saja tidak ada yang melarangku pergi. Secara otomatis orang jadi lebih menyebalkan kalau kaya. Jadi kalau sejak miskin kalian sudah menyebalkan, sebaiknya jangan jadi orang kaya, ya.
Aku berjalan keluar dari cafe sambil masih bermuka masam. Cafe ini masuk gang, jadi mobilku harus diparkir cukup jauh. Mossberg memilih tempat kumuh di sisi lain gemerlap Gangnam ini karena takut ketahuan bertemu diam-diam denganku. Tidak seharusnya kami akrab karena dia cuma rakyat jelata.
Soal membayar banyak orang untuk melindungi orang-orang kesayanganku dari jauh, itu tidak bercanda. Sekarang juga mereka sudah tersebar di mana-mana mengikuti perintahku. Sudah kubilang kan, aku akan melawan. Ini caraku melawan. Aku tidak mau menikah dengan bos mafia atau siapa pun orang yang tidak kucintai.
Sebelum bertemu Mossberg juga aku sudah memastikan semua orang aman. Jaehyun sudah pulih, sekarang tinggal dengan orang tuanya. Baby ada di Peachdelight, Alice sepertinya hari ini masih tidak ada kegiatan ㅡpasti lagi pacaran. Dan Mark, dia dijamin aman karena kutawan di rumahku. Dengan sekitar sepuluh orang yang diam-diam berjaga di sekitar rumah.
Huft, diskusi dengan Mossberg barusan membuat mood-ku super jelek. Mark sedang apa ya di rumahku? Rasanya ingin pulang lalu memeluk Mark selamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
More Than Frenemy
Fanfiction[Frenemy vol. 2] "I still hate you. But I like you. I just do."