chapter 16: love language [2022]

30.4K 5K 2.1K
                                    

"Liv, wifey, hey... Wake up. Tidurnya jangan kayak gini nanti lehermu sakit."

Terpaksa aku membuka mata perlahan, padahal baru ketiduran sebentar. Kurasakan tangan Mark membelai rambutku yang kusut. Aku menggeliat di kasur.

"Udah mandinya? Anak-anak kamu yang pindahin?" tanyaku pada Mark.

"Udah barusan. Kamu kayaknya udah capek banget, jadi mereka aku pindahin ke box. Udah kenyang semua kan?"

"Bagus deh. Iya, mereka udah minum sampai ketiduran," aku menjawab sambil mengancing baju yang masih sedikit terbuka setelah menyusui kembar triplets kami.

"Ya udah, tidur lagi sini," Mark menepuk bantal di sebelahnya.

Kugeser sedikit posisi tidurku. Ingin ganti baju tapi rasanya malas. Aku lelah sekali. Bahkan untuk orang sekuat aku, mengurus bayi kembar tiga ternyata melelahkan.

"How was your day?" tanya Mark dengan suara beratnya. Kami berbaring berhadapan, tangannya membelai rambutku di sekitar terlinga.

"Tiring. How about yours?" aku bertanya balik.

Dia tersenyum. "Hopelessly missing you all day. And our babies."

Senyum lelah terulas di wajahku. "Kamu pulang aku udah jelek."

"No, doctor, kamu nggak pernah jelek," Mark tertawa kecil. "Kelakuanmu aja yang sering jelek."

Aku pura-pura cemberut, memukul pundak Mark dengan sisa-sisa tenaga. Tapi dia malah merengkuhku sampai wajahku terbenam di dadanya. Wangi sabun, udara pagi, dan marshmallowㅡ sejak dulu tidak berubah.

"Thank you for being a great mom," ujarnya sambil mengusap sepanjang kepala sampai punggungku. "Besok aku nggak ke mana-mana, triplets biar aku yang urus."

"Kamu bisa menyusui mereka?" aku tertawa di dekapan Mark.

"Ya kecuali itu dong," dia ikut tertawa.

Mata ini sudah sangat mengantuk karena merasa nyaman ada di antara lengannya yang memeluk sambil menelisik rambutku. Hampir saja aku ketiduran tapi tiba-tiba Mark menggeser posisinya. 

"Mark?" gumamku, menatap bingung wajahnya yang menunduk di atas wajahku.

"Um... kamu udah ngantuk ya?" tanya Mark.

"Hampir aja ketiduran tadi. Kenapa?" aku mengerjap.

"Oh... ya udah, nggak jadi. Forget it."

"Eh, kok nggak jadi? Udah nggak jadi ngantuk nih gara-gara kamu tadi."

Mark menatapku. "Beneran?"

Kuanggukkan kepalaku. Sejenak Mark menatapku lagi, lalu perlahan tangannya memegang leher dan pundakku. Wajahnya semakin dekat danㅡ

"HUAAAAAAAA!"

Salah satu bayi kami menangis.

Mark buru-buru bangun dari kasur untuk menghampiri box bayi yang berjajar. Aku mengikutinya, membantu dia menenangkan makhluk kecil yang meraung-raung seperti sirine kebakaran. Alih-alih tampak kesal, Mark tersenyum padaku walau wajahnya lelah.

"Lembur lagi?" tanyanya.

Tapi... itu bukan suara Mark Lee. Beda. Tidak ada baunya juga di sekitar sini, padahal tadi ada??

"Oy, Liv Byun."

Aku membuka mata. Langsung sadar ternyata aku ketiduran di atas keyboard laptop dengan mulut terbuka. Untung aku tidak mengeluarkan air liur yang mungkin bisa membuat laptopku korslet lalu meledak dan aku mati. Di depanku, berdiri ketua kelasku di kampus. Kami di perpustakaan sejak kemarin malam.

More Than FrenemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang