"HAHAHAHAHHAHAHA SERIUS??? HAHAHAHAHHAHAHA."
Mulut petasan alias Na Jaemin puas sekali menertawakan aku. Di sebelahnya Alice juga tertawa sampai kehabisan napas. Ya, mereka baru mendengar ceritaku tentang surat cinta tempo hari. Sebelum ini aku sudah ditertawakan oleh orang tua mereka, walaupun tidak sebarbar anak-anaknya sih.
Kami di rumah Alice, menonton film setelah aku sesorean menemani ibu mereka membuat makanan Korea yang aku tidak hafal namanya. Ibunya Jaemin sudah pulang, dan orang tua Alice sudah tidur duluan. Jam sembilan malam, lampu diredupkan dan home theater memutar film Parasite. Tinggal kami bertiga movie date sambil bertukar keluhan.
Tapi sepertinya keluhan hidupku mereka anggap lawakan. Huft.
"Kan, Liv, kubilang juga kamu tuh boyfriend material," kata Alice.
"Lagian jadi orang jantan banget sih. Kata Jisung kamu pernah berantem sama tiga preman sekaligus?" Jaemin bicara sambil tertawa.
"Iya, cuma tiga. Mau dua puluh juga pasti aku yang menang," jawabku gusar.
"Tuh kanㅡ HAHAHAHAHA," Jaemin bertepuk tangan. "Jangan jadi dokter, ikut klub gulat aja sana."
"Yaah... sayang banget aku nggak liat langsung waktu kamu baru tau pengirim suratnya cewek," keluh Alice.
"Biar apa juga diliat?" ujarku.
"Oh iya, kamu habis di sana ya? Waktu kabur gara-gara takut ketahuan lagi sakit?" Jaemin bertanya pada Alice juga.
"Iya. Hehehe," yang ditanya cengengesan.
"Makanya, jadi anak tuh jangan suka telat makan. Sakit kan jadinya," tukas Jaemin.
"Dih, kayak kamu makannya bener aja," Alice mencibir.
"Y-ya biarin! Kalo aku boleh, kamu enggak!"
"Ishㅡ nggak adil banget, Na Jaemin!"
"Pokoknya jangan diulangin lagi loh," tuding Jaemin.
"Nggak denger~ urus dulu sana diri kamu sendiri!"
Aku melerai mereka. "Heh, malah berantem!"
Kalian pikir mereka tidak pernah bertengkar? Sering. Apalagi Alice tidak pernah mau kalah. Tapi lihat saja lima menit lagi, sudah akur seperti tidak terjadi apa-apa.
"Kalian berdua, denger ya," kutunjuk keduanya dengan galak. "Jangan telat makan. Makan tepat waktu itu penting!"
"Iya deh," ujar mereka kompak.
"Nah, bagus," aku tersenyum lebar. "Biar sakti, kaya aku. Nggak pernah sakit, nggak takut sama apa pun."
"Dih, sakti apaan," umpat Jaemin diam-diam.
"Iya juga ya... Tapi kamu takut gelap. Selain mati listrik apa sih yang kamu takutin? Nggak ada ya kayaknya?" timpal Alice.
Aku berpikir. "Hm... nggak ada kayaknya," gumamku.
"Alice? Serius? Kamu nggak tau kelemahannya Byunzilla?" Jaemin menyela.
"Apa? Kakak sepupunya? Dosennya? Kemiskinan? Ahㅡ zombie!" tebak Alice.
"Oh iya juga ya, dia takut zombie. Tapi ada satu lagi," senyum jahil Jaemin mengembang.
"Apa?" aku dan Alice kompak bertanya.
"Alice? Anybody hoooome??"
Belum sempat Jaemin menjawab, suara Mark terdengar dibarengi pintu depan terbuka. Jaemin cengengesan, sekarang aku baru sadar siapa yang dia maksud sebagai kelemahanku. Wellㅡ tidak salah sih, tapiㅡ WHAT THE HELL KENAPA DIA TAHU?
KAMU SEDANG MEMBACA
More Than Frenemy
Fanfiction[Frenemy vol. 2] "I still hate you. But I like you. I just do."