chapter 8: our home

13K 2.9K 1K
                                    

"Night terror."

Kim Alice menghela napas, menumpukan dagu di plushie semangka yang aku dan Liv namai Semangka Lee.

Aku baru saja mencari tahu tentang keadaan Liv yang sebenarnya pada Alice. Soalnya untuk beberapa hal, sekarang Liv tidak dipercaya. Dia menyembunyikan banyak hal dariku ㅡaku bisa merasakan itu. 

"Itu apa maksudnya? Nama penyakit? Kok kayak judul film horor?" tanyaku sambil duduk di sebelahnya.

"Sleeping disorder. Semacam gangguan mimpi buruk parah," jelas Alice. "Dokternya bilang, Liv harusnya nggak dibiarin tidur sendiri."

"Jadi kamu ikut pindah ke sini gara-gara itu?" aku bertanya lagi.

Yah, rumah rooftop-ku di Peachdelight sudah jadi. Hari ini aku mau mulai menempatinya. Ternyata bukan cuma aku yang pindah, Alice juga. Dia membawa sekoper kecil baju dan barang-barangnya. Tergeletak di antara barang-barangku yang masih berserakan di lantai.

"Nggak pindah juga sih. Selama aku ada waktu, tergantung Liv tidur di mana, aku ikut. Kasian, aku nggak mau dia sakit lagi gara-gara kurang tidur. Keliatannya sepele, tapi lama-lama orang bisa sakit kalau nggak tidur," kata Alice.

"Hm... aneh..." gumamku.

"Apanya yang aneh?"

"Susah tidur apanya coba? Tiap ketemu aku, kalau aku lagi ngomong Liv sering tau-tau udah ketiduran. Beneran dia overdosis obat tidur? Bukan narkoba?"

Alice terkekeh. "Bukan, Mark. Yang bener aja. Kamu lupa dulu kalian pernah berantem gara-gara kamu ketauan ngerokok? Rokok aja dia anti, apalagi narkoba?"

"I-iya sih. Tapi aku nggak bohong, tiap ada aku dia tidur. Sampai aku pikir ㅡish, jadi orang susah banget diajak ngomong," aku mengingat setiap Liv tiba-tiba ketiduran ㅡdi lantai, di motor, di mobil, bahkan di pinggir sungai.

Sejenak Alice diam, ekspresi khas tiap dia sedang berpikir. "Itu bertolak belakang sama hasil pemeriksaan. Liv itu akhir-akhir ini jarang bisa tidur tanpa obat, bukan tukang molor kayak yang kamu bilang," gelengnya.

"Kenapa bisa gitu? Apa kebetulan aku ketemu dia tiap dia habis minum obat tidur?" ujarku.

"Nggak bisa disebut kebetulan kalau lebih dari tiga kali."

"Well... itu kejadian lebih dari tiga kali."

"Are you sure?"

"Pretty sure."

Alice menghela napas dalam-dalam kemudian mengembuskannya lewat mulut. "Hm... berarti kesimpulan cukup jelas."

"Apa?" tanyaku penasaran.

"Liv selalu ketiduran tiap ada di deket kamu padahal biasanya nggak bisa tidur," ucap Alice. "Di sekitar kamu dia merasa nyaman, tenang, mungkin aromanya juga familiar. Akhirnya dia bisa rileks, terus tidur."

"So...?" aku belum juga bisa menarik kesimpulan.

Alice tertawa kecil tapi menatapku serius. "Liv kecanduan kamu, Mark Lee. Bukan narkoba."

Tentu saja aku cengo. Kecanduan aku? Yang benar saja ㅡLiv kan akhir-akhir ini menghindariku seolah-olah aku mengandung virus. Boro-boro kecanduan.

"Kecanduan?" aku tertawa sarkastik. "Dia nggak akan minta putus kalau kecanduan."

"Justru itu poinnya, karena kalian putus, Liv istilahnya jadi... sakau? Dia kehilangan kamu," kata Alice.

More Than FrenemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang